tag:blogger.com,1999:blog-29631440670321826242023-10-03T15:41:46.797+07:00NazZunKomunikasi tercipta karena satunya hati. Satukan hati Mu tuk berbagi dunia pengetahuan.NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.comBlogger15125tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-65060894464852418032013-05-14T07:50:00.000+07:002013-05-14T07:50:18.592+07:00<a href="http://tupperware.co.id/">tupperware.co.id</a>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-33149970405781480532013-03-18T12:30:00.002+07:002013-03-18T12:30:49.654+07:00NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-8726301097777389922011-06-24T18:29:00.000+07:002011-06-24T19:53:18.118+07:00Tugas ICT<iframe width=100% height=560px frameborder=0 src=https://docs.google.com/viewer?a=v&pid=explorer&chrome=false&embedded=true&srcid=0B2iY_M6AkBKJNGZjNjhlMWUtMGMyZi00ZjMxLWFkNTAtZWIyMDBlMWIyYzI5&hl=in></iframe>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-35077802595179390882011-04-19T18:32:00.001+07:002011-04-19T18:44:55.898+07:00Ahlussunnah Wal-Jama'ahAHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Pendahuluan
Kiranya sudah menjadi kodrat manusia bahwa masing-masing manusia selalu berbeda pendapat dan berbeda pula pemikirannya. Anehnya masing-masing pendapat tersebut selalu minta diakui sebagai pendapat atau faham yang paling benar. Demikian pula dengan keberadaan umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad, pendapat umat Islam di satu tempat berbeda dengan pendapat umat Islam di tempat lain.
Memang sewaktu Rasulullah masih hidup, jika ada pendapat yang berlainan bisa ditanyakan langsung kepada beliau. Sedang setelah Rasulullah wafat, orang cenderung mempertahankan pendapatnya sendiri.
Sudah tentu umat Islam tidak berbeda pendapat tentang adanya Tuhan Allah, Nabi Muhammadsebagai utusan Allah, juga Al-Qur’an adalah wahyu Allah. Tetapi yang mereka perdebatkan pendapatnya tentang masalah-masalah Furu’iyyah (cabang), bukan soal yang pokok dalam masalah agama. Padahal perbedaan pendapat dalam soal-soal yang kecil yang berlebihan sehingga sampai mengkafirkan golongan-golongan Islam adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh agama.
Umat Islam pecah menjadi 73 golongan
Perpecahan umat Islam menjadi beberapa golongan ini sudah nampak sewaktu hari dimana Rasulullah wafat, ini terbukti untuk menentukan tempat pemakaman Rasulullah saja sudah berbeda pendapat. Terlebih untuk menentukan siapa orang yang pantas menduduki sebagai pemimpin sebagai pengganti Rasulullah. Satu suku dengan suku yang lain saja saling adu pendapat, bahwa hanya dari golongan suku atau Qobilahnya sajalah yang berhak mengganti Rasulullah.
Sebenarnya tentang bakal terjadinya perpecahan di dalam tubuh umat Islam ini sudah diketahui oleh Rasulullah sejak masih hidupnya. Seperti yang pernah beliau sampaikan dalam hadisnya:
اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتِ النَّصَرَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيَنَ فِرْقَةً وَسَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ مِنْهَا نَاجِيَةٌ وَالْبَاقُوْنَ هَلْكَى قَالُوا : وَمَا النَّاجِيَةُ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ, قَالوُا : وَمَا اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ قَالَ: مَا اَناَ عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَاَصْحَابِي ( رواه الطبرانى)
Artinya :
Kaum Yahudi terpecah menjadi 71 firqoh (pecahan), kaum Nasrani menjadi 72 firqoh, sedangkan umatku akan terpecah menjadi 73 firqoh. Yang selamat diantara mereka satu, sedangkan sisanya binasa. Sahabat bertanya: “Siapakah yang selamat itu?” Nabi menjawab: “Ahlussunnah wal Jama’ah”, sahabat bertanya lagi: “Apakah Ahlussunnah wal Jama’ah itu?” nabi menjawab: “Apa yang aku perbuat hari ini dan para sahabatku”. (HR. Tabrani).
Metode Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama’ah
1. Aqidah
Dalam bidang Aqidah, Golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah menganut ajaran Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi. Kedua tokoh ini sekaligus sebagai pencetus golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka menggunakan metode yang bersifat moderat, berpegang teguh pada nash dan menempatkan akal, ilmu dan filsafat serta logika sebagai sarana pembantu untuk memahami nash.
2. Fiqih
Ahlussunnah wal Jama’ah di bidang fiqih/syari’ah selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis, tetapi tidak memaksakan setiap orang secara langsung dan sendiri-sendiri memahami kedua dasar hokum tersebut, karena menggali hukum dari Al-Qur’an dan al-Hadits bukan hal yang mudah.
Dalam bidang Fiqih, golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah menganut ajaran salah satu dari 4 madzhab, yaitu:
a. Imam Hanafi : nama aslinya ialah Abu Hanifah An-Nu’man (80 H - 150H)
b. Imam Maliki : nama aslinya ialah Malik bin Anas (93 H – 179 H)
c. Imam Syafi’I : nama aslinya ialah Muhammad bin Idris (150 H – 204 H)
d. Imam Hambali : nama aslinya ialah Ahmad bin Hambal (104 H – 241 H)
3. Tasawwuf/Akhlaq
Di bidang akhlak, prinsip at-Tawasuth menjadi pedoman utama dalam menentukan nilai suatu sikap atau perbuatan. Akhlaq yang luhur selalu berada di ujung positif dan ujung negatif. Ahlussunnah wal Jama’ah menolak sikap attathawur (sembrono) dan aljubn (penakut), attakabbur (sombong) dan attadzallul (merasa hina), albukhl (kikir) dan al-israf (pemboros).
Tasawuf adalah ruhul ibadah. Memperkokoh mental keagamaan dengan wirid, dzikir, riyadlah dan mujahadah harus menurut kaifiyah yang tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Dalam bidang Tasawuf/Akhlaq, golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah menganut ajaran Abul Qosim Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali.
4. Sosial Kemasyarakatan
Dalam memahami masalah-masalah kemasyarakatan, Ahlussunnah wal Jama’ah mendasarkan pada empat prinsip utama, yaitu:
a. Attawassuth, artinya selalu berada di tengah-tengah, tidak ekstrim.
b. Attasamuh, artinya lapang dada, mempunyai toleransi yang tinggi dan menghargai sikap dan pendirian orang lain, tanpa mengorbankan pendirian sendiri. Ahlussunnah wal Jama’ah tidak mudah menyalahkan dan menghakimi orang lain apalagi mengkafirkan orang.
c. Tawazun, artinya mempertimbangkan dan memperhitungkan beberapa faktor sebelum memberikan keputusan.
d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar, artinya selalu mendorong untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan buruk.NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-33834705741324161142009-01-28T17:28:00.000+07:002009-01-28T17:34:37.921+07:00PENGARUH POLITIK KOLONIAL TERHADAP HUKUM Islam DI INDONESIa<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Bradley Hand ITC"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Courier New"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:script; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; text-align:right; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText {mso-style-noshow:yes; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; text-align:right; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} span.MsoFootnoteReference {mso-style-noshow:yes; vertical-align:super;} /* Page Definitions */ @page {mso-footnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/Owner/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fs; mso-footnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/Owner/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fcs; mso-endnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/Owner/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") es; mso-endnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/Owner/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") ecs;} @page Section1 {size:595.3pt 841.9pt; margin:4.0cm 3.0cm 3.0cm 4.0cm; mso-header-margin:35.45pt; mso-footer-margin:35.45pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:954599034; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:657896924 1401429956 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:36.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} @list l0:level4 {mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} @list l0:level7 {mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><b><span style="line-height: 150%;font-family:";font-size:14;" ></span></b><b><o:p> </o:p></b> <p class="MsoNormal" style="text-align: left; line-height: 150%;" align="left"><b>PENDAHULUAN<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Abad 19 dan 20 merupakan masa-masa dimana puncak imperialisme terjadi. Pada pada kurun waktu itu, bangsa imperialis barat yang haus kekuasaan seperti Inggris, perancin dan lain-lainnya telah merajalela di mana-mana terutama di Asia dan Afrika, mengancam negara-negara berdaulat untuk dijadikan wilayah kekuasaan Eropa. Belanda sendiri jauh sebelum abad 19 dan 20, telah menapakkan kaki imperialisme di nusantara. Ketika pertama kali menapakkan kakinya di nusantara, Belanda mendapati kenyataan bahwa sebagian besar penduduk nusantara beragama Islam. Sistem sosial Islam telah berjalan. Lembaga-lembaga keagamaan Islam seperti Peradilan Agama dan Hukum Islam telah mapan (<i>Well established</i>). Raffles, Gubenur Inggris,<span style=""> </span>selama memerintah di Indonesia sebagai pemerintah jajahan mengamati bahwa agama yang telah mapan di Indonesia adalah agama Islam. Hukum Islam telah diterapkan oleh para penghulu atau kiai yang dimintai pendapat dan keputusan dalam kasus-kasus perkawinan, perceraian, dan kewarisan.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pada zaman VOC, sebuah penelitian tentang hukum yang berlaku di Indonesia dilakukan oleh Freijer. Pada tahun 1747 Penelitian ini kemudian menghasilkan kitab hukum yang disebut dengan karangan Pendek (<i>konpendium</i>)<i> Freijer.</i> Di dalam kitab hukum ini termuat aturan-aturan hukum perkawinan dan kewarisan Islam.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Di dalam makalah ini penulis mencoba menganalisis pergumulan antara politik kolonial Belanda dengan hukum Islam. Di sini penulis akan memfokuskan pembahasan pada hukum Islam sebagai lembaga seperti pengadilan agama dan praktek di dalam masyarakat pada waktu itu.<span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b>Pembahasan.<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pada awalnya Belanda memilih untuk bersikap netral terhadap urusan keagamaan pribumi. Para penghulu dibiarkan tetap menyelenggarakan peradilan agama. Demikian pula hukum Islam tetap berlaku untuk orang Islam. Sikap netral pemerintah kolonial dilakukan karena rasa takut dan harapan mereka. Sebagai penjajah, Belanda memiliki keinginan untuk memperkuat dan memperluas daerah kekuasaannya. Akan tetapi usaha konsolidasi kekuatan akan berpotensi mendapat perlawanan dari umat Islam. Masalah serius yang dihadapi Belanda adalah kemampuan agama Islam untuk menyadarkan pemeluknya bahwa mereka berada di bawah kekuasaan "pemerintah kafir", sementara membela tanah air adalah salah satu bagian dari jihad. Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Paderi (1821-1827), Perang Aceh (1873-1903) dan lainnya, tidak lepas dari faktor keagamaan. Hal-hal inilah yang menyebabkan ketakutan Belanda untuk mencampuri persoalan-persoalan keagamaan penduduk pribumi.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Ada dua dasar cerminan dari sikap Belanda untuk tidak mencampuri persoalan agama penduduk Pribumi. <i>Pertama, </i>penetapan gubernur Jenderal (Bt. 19 Mei 1820 No.1) penetapan ditujukan kepada pada bupati di Jawa dan Madura. Pasal ketiga belas pasal ini berbunyi, " Bupati harus mengawasi semua permasalahan agama Islam dan harus mengusahakan agar para ulama bebas melaksanakan tugasnya menurut adat dan kebiasaan orang jawa, baik dalam perkara perkawinan, pembagian waris, dan lainnya.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pasal 13 di atas tidak menerangkan secara spesifik apa yang dimaksud “Pengawasan”. Demikian pula tidak ada definisi yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan Bupati. Sama tidak jelasnya adalah mengapa Bupati harus mengawasi permasalahan agama. Jika dikaitkan dengan kalimat sambungannya, dapat diartikan bahwa selama itu para ulama tidak bebas melaksanakan tugasnya, karena itu maka perlu “diawasi” (diberi kelonggaran). Ada yang menafsirkan bahwa apa yang dimaksud Bupati adalah “Kepala Agama” di daerah, ada pula yang menafsirkan bahwa yang dimaksud Bupati adalah “Kepala Polisi” yang hanya mengawasi <i>rust en orde</i> (keamanan dan ketertiban). <span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><i>Kedua,</i> Pasal 119 Undang-undang Hindia Belanda <i>(Regeering Reglement 1854)</i>. Pasal tersebut mengatakan bahwa “Setiap warga negara bebas menganut pendapat agamanya, tidak kehilangan perlindungan masyarakat dan anggotanya atas pelanggaran peraturan umum hukum agama”. Sementara pasal 13 (Bt. 19 Mei 1820 No.1) bersifat instruktif dan ditujukan kepada para Bupati. Pasal 119 ini bersifat deklaratif ditujukan kepada semua orang.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Setelah dikeluarkannya Bt. 7 Desember 1835 No. 6 (Staatsblad. 1835 No. 58) mulai timbul pembatasan-pembatasan yang diterapkan pada Pengadilan Agama. Dengan peraturan tersebut, Pengadilan Agama dibatasi hanya boleh menyelesaikan suatu perkara selama tidak menyangkut persoalan harta atau pembayaran. Jika menyangkut persoalan pembayaran atau harta maka kasusnya harus diajukan ke Pengadilan Kolonial <i>(Landraad).</i> Pengadilan Kolonial inilah yang berhak dan berkuasa untuk memerintahkan pelaksanaan keputusan Pengadilan Agama dalam bentuk <i>executoir verklaring.</i> Demikian pula Pengadilan Agama tidak bisa melakukan penyitaan.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Sebenarnya Belanda tidak konsisten dalam sikap netralnya. Ketidak konsistensian ini nampak pula pada sikap Belanda terhadap hal-hal lain selain masalah pengadilan agama. misalnya terhadap aktivitas ibadah haji, pemerintah kolonial menerbitkan berbagai aturan untuk membatasi mereka yang mau berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Para haji dicap sebagai tukang memberontak. Wujud dari pembatasan itu adalah persyaratan yang ketat dan pembebanan dalam bentuk sanksi bagi yang melanggar. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Belanda menetapkan peraturan bahwa mereka yang hendak pergi menunaikan ibadah haji, sebelum berangkat harus menunjukkan kepada Bupati <i>(regen)</i> uang tunai <i>(cash)</i> sejumlah f 500. Penunjukan uang tunai itu sebagai syarat agar Bupati mau menerbitkan surat keterangan yang menerangkan bahwa si calon haji memiliki dana yang cukup untuk pulang dan pergi serta untuk menafkahi keluarga yang ditinggalkannya. Selain itu disyaratkan bahwa sekembali dari Makkah, para haji itu harus mengikuti ujian atau ujian haji. Ujian ini sebagai bukti apakah mereka memang benar-benar telah melaksanakan ibadah haji di Makkah. Bila mereka lulus ujian, baru diperbolehkan memakai pakaian haji dan menyandang gelar haji. Dalam persoalan lain, pemerintah kolonial mengeluarkan ordonansi guru (agama), yang semuanya itu berisi berbagai pembatasan dan pengawasan.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Jika dilihat, keterlibatan Belanda dalam Peradilan Agama dan hukum Islam tidak begitu substansial. Peradilan Agama masih dianggap penting dan dibiarkan berlangsung, demikian pula hukum Islam tetap berjalan pada Pengadilan Agama. Pasal 13 dari (Bt. 19 Mei 1820 No. 1), Pasal 119 Undang-undang Hindia Belanda <i>(Regeering Reglement 1854),</i> Bt. 7 Desember 1835 No. 6, serta surat Kandjeng Toewan Resident Engelhard yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama Rembang dan Blora yang pada akhirnya diikuti oleh semua Pengadilan Agama merupakan pengakuan juridis keberlakuan hukum Islam pada Pengadilan Agama.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pemberian landasan juridis di atas, tentu saja didasarkan tidak semata-mata pada hasil keputusan politik pemerintah kolonial, tetapi juga pada berbagai studi etnografis yang dilakukan oleh para ahli. Bahkan hasil berbagai studi ilmiah itu mendasari landasan yuridis di atas. Pada tataran ilmu, berbagai studi tadi menghasilkan suatu teori yang disebut teori <i>receptio in complexu.</i> Teori ini mengatakan bahwa hukum mengikuti agama. Penetapan berbagai aturan hukum di atas didasarkan pada teori ini.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pemberlakuan teori ini oleh Salomo Keijzer (1823-1868) dan Lodewijk Christian Van den Berg (1845-1927). Meski S.Keijzer adalah seorang yang ahli dalam bidang bahasa dan kebudayaan Hindia-Belanda, namun dalam perjalanan intelektualnya dia lebih tertarik pada hukum Islam. Dia bahkan menulis sebuah buku pegangan <i>(hand book)</i> tentang hukum Islam dalam bahasa Belanda. Karyanya ini didasarkan pada karya al-Shirazi al-Firuzabaidi (<i>Syafi’iyah</i>). Dia juga menulis buku tentang hukum Islam, dengan fokus pada hukum keluarga dan kewarisan yang berlaku di Hindia Belanda dengan beberapa bentuk “penyimpangan” yang ada (pada masyarakat). Pada tahun 1853, S.Keijzer menyusun sebuah kitab hukum yang diberi nama <i>Toehpah.</i> Kitab yang ditulis dalam bahasa Jawa tersebut ditanggapinya sebagai “Hukum Islam Jawa”. Di dalam kitab itu terdapat 359 pasal. Dalam sebuah pengantar dalam suatu penerbitan tentang hukum administrasi dan publik yang berisi tentang hubungan konseptual antara Islam dan negara dia memunculkan sebuah perntanyaan tentang kemungkinan penerapan hukum itu pada Hindia Belanda. Dia memasuki suatu perdebatan ilmiah yang intens dengan mereka yang cenderung melihat bahwa Hindia-Belanda, khususnya Jawa, bukanlah seratus persen negara Islam. Sementara penentangnya mengajukan argumentasi, misalnya, bahwa wanita Jawa tidak memakai kerudung, dia berhasil menunjukkan bahwa itu hanyalah konsepsi yang keliru namun populer <i>(populer misconception)</i><span style="font-size:78%;">.<a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> Adapun van den Berg menulis buku tentang asas-asas hukum Islam (<i>mohammedaanche Recht</i>) menurut ajaran Hanafi dan Syafi'i. pada tahun 1892 ia meluncurkan buku tentang hukum keluarga dan hukum waris Islam di Jawa dan Madura dengan beberapa penyimpangannya praktik. Selain itu itu, ia juga sempat menterjemahkan kita <i>fath al-Qarib </i>dan <i>minhaj at-Talibin</i> kedalam bahasa Perancis.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">A.W.T. Juynboll adalah penerus S.Keijzer. Pada tahun 1683 dia mengajar hukum Agama dan Kelembagaan Tradisional Masyarakat Hindia Belanda pada Universitas Delft. Juynboll sebenarnya tidak hanya tertarik pada hukum Islam. sehubungan dengan kata-kata yang tertulis pada Bendera Aceh yang dirampas oleh pemerintah kolonial pada tahun 1840, seraya mengkritik L.W.C. Van den Berg (1874), dia memunculkan pertanyaan tentang kemungkinan pemilik bendera adalah kaum Syi’ah moderat. Juynboll juga giat mendorong untuk melakukan studi dan publikasi tentang Islam di Jawa.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pada tahun 1882, terbit tulisan yang berisi kritik terhadap Juynboll dan Van den Berg sehubungan dengan persoalan “akar” teori-teori hukum Islam<i> (Ushul al-Fiqh).</i> Kritik yang berasal dari Snouck itu tentang persoalan hubungan “hukum Islam yang asli” dan “penyimpangan” yang terjadi dalam praktik di Hindia Belanda. Snouck menilai adanya kesalahan fundamental titik tolak <i>(point of departure)</i> yang dipakai oleh Juynboll dan Van den Berg. Snouck berargumentasi bahwa di dunia Islam, prinsip-prinsip teoritis tidak pernah mendominasi setiap bidang kehidupan. Karena itu, menurutnya, salah jika membuat kesimpulan yang gegabah dengan mengatakan bahwa karena agama Islam sudah dipeluk oleh mayoritas anggota masyarakat, maka hukum Islam sudah pasti dipraktikkan oleh mereka. Tidak pernah ada penerimaan yang seratus persen terhadap hukum Islam pada negara-negara yang mengklaim dirinya Islam, lanjutnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Reaksi Juynboll (1883) terhadap kritik Snouck cukup positif. Dia melihat bahwa apa yang dikatakan oleh Snouck merupakan penemuan baru, dan karena itu perlu didengar. Pada tahun 1884 Snouck mulai menyerang Van den Berg (1884) dengan alasan yang sama, sehingga terjadi perdebatan dan polemik yang serius di antara keduanya. Hanya saja, tampaknya perdebatan mereka dinilai oleh para pakar lain semakin hari semakin melenceng dari tujuan-tujuan akademis sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa di belakang mereka ada motivasi-motivasi yang bukan akademis. Van der Plas (1927) tentang hal ini berkata: "<i>Snouck’s “Battle againts the trivial and the rediculous (was) waged with one of the sharpest pens from which Dutch prose ever issued”.</i> Kritik Snouck tidak lagi sekedar menyerang ide-ide tetapi juga pribadi Van den Berg. Van den Berg dikatakan oleh Snouck sebagai “Sarjana Hukum Islam yang palsu” yang popularitasnya dibangun atas dasar keanggotaannya dalam suatu masyarakat yang “saling memuji satu sama lain” <i>(mutual admiration societies).</i> Van den Berg tidak tinggal diam atas serangan-serangan Snouck. Dia menulis beberapa tulisan untuk menangkis serangan-serangan Snouck. Salah satunya adalah <i>Hadramaut Arab </i>(1886), yang tertulis dalam bahasa Arab, dan tampaknya memang ditujukan kepada orang-orang Arab di Hindia Belanda.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Kecurigaan tentang motivasi perdebatan dan polemik tentang keberlakuan hukum Islam di Hindia Belanda tentu saja suatu keniscayaan mengingat keduanya di samping sarjana, juga pemain politik, L.W.C. Van den Berg (1845-1927) dari 1870 sampai dengan 1887 menduduki berbagai jabatan di Batavia termasuk di antaranya petugas kebahasaan dan penasehat dalam bahasa-bahasa Timur dan hukum Islam. Sedang Snouck Hurgronje adalah seorang penasehat pemerintah kolonial tentang pribumi dan urusan-urusan Islam. wajar apabila dalam bertugas mereka juga tidak bisa sepenuhnya melepaskan pesan-pesan atau misi politik yang dibawanya<span style="font-size:78%;">.<a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Polemik dan perdebatan di atas tidak serta merta menggugurkan keberlakuan berbagai keputusan hukum tentang Peradilan Agama dan hukum Islam di Indonesia. Bahkan pada 1882, lahir sebuah aturan yang secara khusus mengatur tentang <i>raad agama.</i> Aturan ini muncul dari ketidak jelasan tugas yang dilaksanakan oleh gubernur jenderal di satu sisi, dan Mahkamah Agung <i>(Hooggerechtshof van Nederlandsch Indie) </i>di sisi lain. Di Lebak, pada tahun 1863, terjadi pertikaian wewenang mengadili antara Pengadilan Agama <i>(raad agama)</i> dan Pengadilan Negeri <i>(landraad)</i> dalam perkara waris. Saat itu ada seorang yang menggadaikan tanahnya kepada orang lain. sebelum menebus kembali tanahnya, penggadai meninggal dunia. Ahli waris penggadai bersedia membayar dengan harapan agar bisa memperoleh kembali dan menggarap tanah yang digadaikan itu. Pada tanggal 7 Nopember 1865, <i>Landraad </i>menyatakan bahwa Pengadilan Agama tidak berhak memutuskan perkara itu (sayang tidak ada keterangan ke mana pertama kali kasus ini diajukan, ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama). Pertikaian atas kasus ini sampai pada Kejaksaan Agung dan Gubernur Jenderal. Gubernur Jenderal memutuskan bahwa yang berhak memutuskan adalah Pengadilan Negeri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Sementara itu, Mahkamah Agung <i>(Hooggerechtshof van Nederlandsch Indie) </i>pada tahun 1870 mengeluarkan pernyataan bahwa dalam kasus yang semacam itu, pengadilan yang berhak mengadili adalah Pengadilan Agama, bukan Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri hanya dibolehkan untuk melakukan penyelidikan terhadap tata susunan Pengadilan Agama. Konsekuensinya, Pengadilan Negeri pada prinsipnya tidak bisa melakukan penyelidikan yang bersangkut paut dengan Pengadilan Agama.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><i>Directeur Justitie </i>kebingungan dan panik menghadapi ini. Karena itu, mulai 27 Oktober 1881, <i>Directeur van Justitie,</i> sibuk merumuskan beberapa peraturan untuk Pengadilan Agama. Semua residen, Holle, L.W.C. Van den Berg, <i>Directeur Justitie,</i> dan <i>Directeur Binnenlandsch Bestuur</i> diundang untuk dimintai saran-saran. Dalam rapat ini sembilan orang menghendaki dihapuskannya Pengadilan Agama, tujuh mempertahankan, lima menentang tetapi berangsur-angsur dihapuskan. Oleh Gubernur Jenderal, hasil pertemuan itu dibicarakan dengan parlemen <i>Raad van Nederlandsch Indie.</i> Akhirnya laporan itu dibawa ke Menteri Koloni di Den Haag. Draft terakhir disampaikan kepada Raja Willem III untuk ditandatangani. Akhirnya, proses yang di mulai 27 Oktober 1881 itu adalah keluarnya Staatsblad 1882 No. 152 yang intinya mengakui keberadaan pengadilan agama (<i>Priesterraden</i>).<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[16]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pemberlakuan Staatsblad di atas, tidak urung menimbulkan kecaman, utamanya dari Snouck Hurgronje. Snouck mengecam habis-habisan terutama istilah <i>Priesterraden </i>atau <i>Raad agama</i> hanyalah kreasi Belanda. Di Jawa atau Sunda, istilah ini tidak ada padanannya, dan memang tidak ada istilah khusus untuk itu. <i>Priest</i> berarti pendeta. Snouck berargumentasi bahwa sistem kependetaan yang menganut sistem kekuasaan hirarkis tidak dikenal dalam Islam. Snouck juga menegaskan bahwa semua orang dalam Islam sama. Karena itu, lanjut Snouck, lembaga ini asing bagi orang Jawa, dan semata-mata kreasi Belanda.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[17]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Snouck juga mempersoalkan istilah <i>raad</i> yang berarti dewan atau majelis. Bagi Snouck, pasal 2 di atas menyalahi prinsip peradilan dalam Islam. Dalam literatur hukum Islam, kata Snouck, hakim majelis tidak dikenal, yang ada adalah hakim tunggal. Hakim tunggal dalam sistem peradilan Islam dapat langsung mengambil keputusan. Karena itu, bagi Snouck, mengintrodusir sistem juri atau panitia ke dalam Pengadilan Agama sama saja dengan tidak menerapkan sistem Peradilan Islam.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Dengan kritik itu, lagi-lagi, Snouck terlibat polemik dengan lawan lamanya, L.W.C. Van den Berg. Karena Van den Berg ini adalah salah seorang perancang Staatsblad 1882 No. 152 di atas. Merasa dituduh menjauhkan konsep-konsep hukum Islam dari orang Jawa, Van den Berg balik menuduh Snouck sebagai orang yang berpura-pura ingin membela dan memajukan Islam tapi pada dasarnya tidak.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Ini terlihat menurut Berg, dari klaim kaku dan sempit tentang Islam yang dipakai oleh Snouck. Van den Berg menyapa Snouck dengan kata-kata: <i>“Die heer Immers neemt de houding aan van een doctrinair Muzulman en bevoor deelt als zoodaning van de Mohammedaansche leer te doen ware...”.</i> “Tuan ini mengambil sikap seorang muslim, yang keras ajarannya; sementara menguntungkan suatu usul Undang-undang, seolah-olah demi kepentingan pemerintah memelihara kesempurnaan Islam...”.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[18]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Dengan argumentasi di atas, tampaknya Snouck sengaja menampilkan hukum Islam dalam sosoknya yang kaku dan tidak bisa berubah <i>(immutable)</i>. Memang benar bahwa dalam literatur hukum Islam, hakim majelis tidak dikenal. Namun harus pula diketahui bahwa hukum Islam bukanlah sesuatu yang final, tidak dapat menerima perubahan. Meskipun hakim majelis dalam sejarah hukum Islam tidak dikenal, bukan berarti pengadaannya dilarang, karena memang tidak ada ketentuan pelarangan dalam hal ini. Dalam hukum Islam dikenal suatu asas bahwa segala perbuatan pada prinsipnya boleh dilakukan sampai ada aturan yang melarangnya. Sesuatu yang tidak atau belum ada aturannya, belum tentu dilarang pengadaannya. Dengan demikian, sangat terbuka inovasi dalam proses peradilan dalam Islam, termasuk hakim majelis. Kenyataannya, dalam hukum Islam sendiri sangat dikenal adanya perbedaan madzab, yang sangat dipengaruhi oleh suasana sosiologis tokohnya. Sebagai seorang ahli keislaman, mustahil Snouck tidak tahu tentang prinsip dan kenyataan ini.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pemberlakuan Staatsblad di atas, dapat dilihat sebagai titik awal dimulainya interaksi dua sistem peradilan yang berbeda, Islam dan Barat. Selain yang disebut di atas, satu perubahan penting adalah dimulainya pemisahan antara kekuasaan yudikatif dari eksekutif. Pada saat kerajaan-kerajaan Islam masih berkuasa, secara de jure, Sultan adalah ketua pengadilan. Dengan berlakunya Staatsblad itu, maka kekuasaan para Bupati atas Pengadilan Agama semakin sempit, dan sebaliknya Pengadilan Agama semakin independen. Kenyataan ini pun tidak lepas dari kritik Snouck, yang menghendaki agar Pengadilan Agama tetap diawasi, untuk mencegah terjadinya pungutan-pungutan liar seperti yang sudah terjadi selama itu. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Penting untuk dicatat bahwa ada perbedaan persepsi tentang keberlakuan hukum di Indonesia. Snouck secara umum berpendapat bahwa hukum Islam yang sudah berlaku di masyarakat sudah tidak bisa disebut hukum Islam lagi. Karena di samping terdapat penyimpangan-penyimpangan, juga itu sudah menyatu (<i>blended</i>) dengan kebiasaan sehari-hari. Dengan kata lain, sudah ada resepsi hukum Islam terhadap hukum Adat. Singkatnya, hukum Islam sudah menjadi hukum adat. Pandangan demikian itulah yang belakangan dikenal dengan teori resepsi (<i>receptie theory</i>). Hanya dengan pengakuan (pengakuan terhadap) resepsi demikian itulah maka rakyat tanah jajahan akan memiliki hukumnya sendiri yang unik. Sebaliknya, Van den Berg beserta kolega pendukungnya berpendapat bahwa, walaupun ada beberapa penyimpangan, itu tetap hukum Islam. Karena itu, yang berlaku adalah hukum Islam. Teorinya dikenal dengan <i>receptio in complexu,</i> hukum mengikuti agama.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pada perkembangan selanjutnya pemikiran Snouck ditangkap oleh beberapa sarjana Belanda dengan landasan berfikir yang berbeda. Cornelis Van Vollenhoven (1874-1933) misalnya, menangkap ide Snouck lebih jauh dengan secara tegas mengatakan bahwa dalam hukum kewarisan yang berlaku di kalangan rakyat adalah hukum adat, bukan hukum Islam. Ide ini didukung oleh ahli-ahli hukum adat lainnya utamanya Ter Haar dan orang-orang Indonesia yang ada di Universitas Leiden seperti Soepomo. Para pendukung hukum adat ini secara terang-terangan menafikan hukum Islam. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Dengan ketekunan para pendukung hukum Adat ini, mereka menemukan khazanah berbagai ragam adat-istiadat masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu, jurisprudensi baru ini pada kenyataannya juga mampu meruntuhkan tradisi legalisme dan jurisprudensi analitis yang sangat hegemonik dalam pemikiran hukum saat itu. Barangkali inilah sumbangan terbesar Vollenhoven, yakni memunculkan konseptualisasi metodologis hukum yang sosiologis. Hanya saja dalam perkembangan selanjutnya, arti penting aliran hukum Adat ternyata melebihi batas-batas jurisprudensi, “karena asumsi-asumsi dasarnya membangkitkan pertanyaan tentang arah yang harus ditempuh oleh bukan saja pembaharuan hukum tetapi politik kolonial secara menyeluruh. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Secara tidak langsung, apa yang disuarakan oleh para pendukung aliran hukum adat ini menentang kodifikasi hukum Barat (Belanda) di Hindia Belanda, yang memang sudah dirintis oleh Snouck ketika masih tinggal di Hindia Belanda. Dalam pandangan mereka, kodifikasi sama dengan westernisasi<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn19" name="_ftnref19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[19]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> secara paksa yang justru akan semakin menemukan justifikasinya sekitar tahun 20-an, ketika pemberontakan terhadap Belanda semakin marak. Mereka beranggapan bahwa hanya dengan apresiasi terhadap lembaga hukum tradisional dan kebudayaan masyarakat demikian inilah, evolusi sosial dapat berjalan yang meskipun pelan tapi pasti. Persoalannya adalah bahwa apresiasi terhadap adat ini disertai dengan penolakan bahkan permusuhan terhadap Islam. Ini tidak sebanding dengan capaian politik yang akan diperoleh mengingat terlalu kuatnya Islam untuk dilawan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Namun, betapa elegannya (secara akademis) pola pemikiran di atas, jurisprudensi baru yang akan dipromosikan oleh orang-orang Universitas Leiden itu tidak dapat berjalan mulus begitu saja. Sejumlah orang di Universitas Utrecht mempersoalkan cara-cara orang-orang Leiden memperlakukan Hindia Belanda dan penduduknya. Bagi beberapa Profesor di Utrecht penemuan dan promosi hukum adat hanyalah salah satu dari sekian banyak mekanisme untuk melestarikan kekuasaan kolonial dan sebaliknya mengupayakan sebisa mungkin agar Hindia Belanda tidak merdeka. Apa yang diinginkan orang-orang Leiden adalah otonomi dengan kekuasaan yang terbatas dalam <i>Volksraad.</i> Bagi aliran Leiden, menyerahkan kekuasaan kepada orang-orang Indonesia berarti kutukan dan perusakan terhadap apa yang sudah dibangun oleh orang-orang kulit putih. Dalam kata-kata Colenbrader (1924), <i>“Native rule in Indonesia would be a curse, if it would (sic) mean destruction of what the white has built up there”.</i> Sementara itu, Utrecht mendukung langkah-langkah berdirinya sebuah negara di Asia Tenggara.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Terlepas dari kontroversi di atas, pada kenyataannya penemuan hukum adat ditangkap oleh para politisi Belanda sebagai senjata ampuh yang dapat dipakai untuk tujuan-tujuan politik mereka. Hukum adat yang serba lokal itu dapat digunakan untuk membendung hukum Islam yang lebih universal dapat memicu tumbuhnya rasa nasionalisme, dan simbol kesamaan nasib untuk menentang penjajahan oleh pemerintah kafir. Dengan mempertahankan partikularisme, pemberontakan-pemberontakan yang bersifat lokal dapat dengan mudah dipadamkan dan <i>status quo</i> dapat dipertahankan. Lebih jauh, berbagai ragam partikularisme itu dapat diadu satu sama lain <i>(devide et impera).</i> Dengan pandangan seperti ini cukup kiranya dikatakan bahwa hukum adat ikut berperan tidak saja dalam mempertahankan, tetapi juga menghidupkan kembali tiang-tiang konservatisme dan kontrol represif pemerintah kolonial terhadap masyarakat Indonesia. Dengan demikian, kehadiran jurisprudensi baru itu tidak saja memberikan dukungan ilmiah filosofis tetapi juga turut membantu politik kolonial yang bertentangan dengan apa yang pernah dirintis oleh Snouck, yakni terjadinya asimilasi kebudayaan antara orang Indonesia dengan orang Belanda, yang salah satu manifestasinya adalah kodifikasi hukum Barat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Persoalan universalitas Islam menjadi ketakutan tersendiri bagi Belanda. Karena itu wajar apabila mereka umumnya menaruh rasa simpati yang sangat tipis terhadap Islam dibandingkan terhadap golongan adat. Demikian pula mereka lebih suka menyokong golongan adat ini. Golongan pendukung hukum Adat pun tampaknya tidak semata-mata politis, tetapi memiliki dukungan filosofis. Mereka ini kerapkali berlindung di balik aliran jurisprudensi kontinental. Aliran ini hanya melihat dan mengidealkan bahwa hukum haruslah tumbuh dari masyarakat secara alamiah. Karena itu, setiap pertumbuhan yang “tidak alamiah” harus ditentang. Hukum Islam, menurut mereka, tidak tumbuh secara alamiah dari masyarakat Indonesia. Mereka ini, seperti kebiasaan para ethnografer, lebih suka mempertahankan dan bahkan menghidupkan kembali apa yang mereka namakan “tradisi”.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Sebagai pemimpin aliran hukum baru yang memperoleh dukungan politik pemerintah Cornelis Van Vollenhoven tidak henti-hentinya mengkritik kebijakan-kebijakan masa lalu, mempersoalkan keberlakuan hukum Islam. Misalnya, dia menyerang pasal 75 dan 109 RR Stb. 1885: 2. Karena kuatnya pengaruh aliran hukum Adat ini pada tahun 1922 dibentuk satu <i>Commissie Voor Priesterraad. </i>Komisi ini terdiri dari 3 orang Bupati, 5 penghulu, 2 dari kalangan Pergerakan Islam, dan 1 ahli hukum adat Belanda, yaitu Prof. Ter Haar. Tugas komisi ini adalah membicarakan masa depan Pengadilan Agama. Hasil komisi berupa dikeluarkannya Staatsblaad tahun 1931 No. 53. Isi Staatsblad itu bagian I adalah perubahan nama dari “Priesterraad” menjadi “Penghoeloegerecht”. Wewenang <i>Penghoeloegerecht</i> dalam masalah waris dicabut, dan dibatasi hanya pada masalah perkawinan saja. Selain itu ada perubahan dalam hukum acara serta pembentukan Mahkamah Islam Tinggi <i>(Hooger Islamiische Zaken).</i> Pada bagian II memuat tentang campur tangan <i>Landraad</i> dalam soal peradilan harta bagi orang-orang Indonesia asli, dan pada bagian III memuat pembentukan Balai Harta Peninggalan bagi orang Indonesia asli.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pada kenyataannya, Staatsblad itu tidak dapat berjalan karena persoalan keterbatasan anggaran. Ter Haar mengecam penundaan ini seraya mengajukan usulan penyederhanaan kompetensi Pengadilan Agama dengan alasan bahwa: (1) Dualisme Peradilan (khususnya dalam masalah waris) hanya akan membengkakkan waktu dan biaya, (2) hukum waris Islam belum menjadi adat, (3) Peradilan Agama tidak tumbuh dari rakyat, tetapi dari lingkungan raja-raja feodal, dan (4) dilihat dari cara waris mewaris yang dilaksanakan oleh rakyat, keputusan Pengadilan Agama terasa asing (Departemen Agama, 2001: 15). Dengan alasan-alasan itulah kemudian keluar Staatsblad 1937 No. 116 yang berlaku mulai 1 April 1937. Dalam Staatsblad ini, pemerintah kolonial mencabut kompetensi Pengadilan Agama dalam menangani waris dan dipindahkan ke Pengadilan Negeri. Dengan demikian, pergumulan dua teori politik hukum <i>Receptie </i>versus<i> Receptio in Complexu</i> dimenangkan oleh <i>Receptie Theory.</i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Dengan pencabutan, praktis wewenang Pengadilan Agama terbatas pada persoalan-persoalan perkawinan. Itu pun masih dibatasi pemberlakuannya, yakni sebatas pada pribumi saja. Pengadilan Agama tidak menangani perkara perkawinan orang Eropa atau Cina meskipun mereka beragama Islam. Mereka ini harus menganut BW. Perkawinan campuran juga bukan menjadi wewenang Pengadilan Agama, demikian pula suami-isteri yang sebelumnya bukan Islam tetapi setelah perkawinan mereka masuk Islam. Pengadilan Agama juga tidak diberi hak penyelesaian sengketa harta benda sebagai akibat perkawinan, meskipun antar orang Islam pribumi. Termasuk dalam persoalan harta benda ini adalah benda-benda wakaf seperti masjid, tanah, mushalla, madrasah dan sebagainya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Ketentuan hukum di atas tidak dapat menjaga stabilitas, tetapi sebaliknya semakin memperburuk situasi politik. Pemberangusan <i>Indische Partij </i>pimpinan Douwes Dekker dan Sarekat Islam adalah refleksi dari gejolak politik yang terus memanas. Sebagai kekuatan politik, Belanda tidak hanya berhadapan dengan kekuatan-kekuatan dari dalam dirinya sendiri, khususnya aliran jurisprudensi kodifikasi. Sebelum aliran hukum adat, tetapi juga kalangan Islam. Memang betul bahwa dalam pencabutan wewenang itu ada persoalan ekonomi – sebagaimana dituduhkan oleh pendukung hukum Adat, tetapi yang lebih penting, bagi kalangan Islam, adalah persoalan ruhaniah dan batiniah. Tidak seperti hukum Barat, bagi Islam persoalan waris adalah tidak semata-mata persoalan sosial keduniaan, tetapi adalah persoalan ibadah. Bagi kalangan politisi pemberlakuan staatsblad tersebut berarti sama dengan penghancuran sistem sosial Islam yang sudah lama sekali dibangun. Belum lagi persoalan pemberlakuan BW dan Ordonansi Nikah Indonesia Kristen, Jawa, Minahasa, dan Ambon (Stb. 1933 No. 74) atau HOCI <i>(Huwelijk Ordonantie voor Christen Indonesiers) </i>yang masih tetap berlaku terhadap mereka yang telah masuk Islam. Atas dasar apa ordonansi Kristen itu diakui keberlakuannya padahal belum diresepsi menjadi hukum Adat? Sementara itu, BW sendiri secara moral adalah Kristen. Inilah yang kemudian menghantarkan ke pemikiran di kalangan Islam bahwa untuk mem-Belandakan rakyat Indonesia, maka mereka harus dikristenkan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Reaksi terhadap munculnya Staatsblad 1937 No. 116 dari kalangan Islam adalah berdirinya organisasi profesi hakim Peradilan Agama tempo dulu yang disebut Perhimpunan Penghulu dan Pegawainya (PPDP) di Solo 16 Mei 1937. Organisasi ini merupakan cikal bakal berdirinya organisasi profesi hakim IKAHA (Ikatan Hakim Peradilan Agama) pada tahun 1977. Keberatan kalangan PPDP ini lebih berkisar pada persoalan teknis hukum. Bagi mereka penerapan hukum adat adalah sesuatu yang mengandung kemusykilan yang sulit untuk dipertahankan. Dengan penerapan hukum adat, umat Islam tidak dapat lagi menggunakan hukum Islam manakala terdapat sengketa waris di antara mereka. Mengutip Kyai Adnan dari PPDP yang <i>Zaken.</i> Pernah ada kasus sengketa waris di Solo. Pada tingkat bandingan pada Kamar Tiga (Adat) <i>Raad van Justitie</i> di Batavia. Kasus itu diselesaikan dengan hukum Adat yang ternyata berasal dari hukum Adat Blambangan, sebuah kerajaan yang kuno yang sudah tidak dapat lagi ditemukan sisa-sisanya. Pijper yang menerima penjelasan dari Kyai Adnan itu, kaget terhadap keganjilan ini. Adnan terus melakukan advokasinya dengan mempertanyakan mengapa tidak menggunakan adat yang jelas saja seperti Adat Demak, Mataram, atau Keraton Surakarta. Usaha Advokasi ini gagal, dan Staatsblad 1937 No. 116 tetap berjalan hingga tahun 1989. Untuk selanjutnya manakala terdapat pertentangan atau konflik antara hukum Islam dan hukum Adat, pemerintah kolonial selalu mendukung adat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Perlu ditekankan bahwa sampai pada tahun 1989 teori resepsi yang berjalan adalah teori resepsi yang dipahami oleh para pendukung hukum adat seperti Van Vollenhoven, Ter Haar, dan Soepomo, dan sebaliknya bukan teori resepsi adalah penolakan dan penegasian yang tegas terhadap hukum Islam. Lebih jauh mereka melihat bahwa hukum Islam bukanlah hukum. Sementara Snouck melihat bahwa hukum Islam adalah hukum. Hanya saja hukum Islam baru bisa berlaku kalau sudah diterima dan menjadi bagian hidup sehari-hari (<i>as it</i> bukan <i>as ought to be</i>). Kalau itu sudah diterima maka tidak bisa lagi disebut hukum Islam tetapi disebut hukum Adat (yang bersumber dari Islam).<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn20" name="_ftnref20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[20]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b>Pada Masa penjajahan Jepang<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pada zaman Jepang, posisi Pengadilan Agama tetap tidak berubah kecuali terdapat perubahan nama menjadi <i>Sooryo Hooin.</i> Pemberian nama baru itu didasarkan pada aturan peralihan Pasal 3 <i>Osanu Seizu</i> tanggal 7 Maret 1942 No.1 Pada tanggal 29 April 1942, Pemerintah Balatentara Dai Nippon mengeluarkan Undang-undang No. 14 tahun 1942 yang berisi pembentukan <i>Gunsei Hooin</i> (Pengadilan Pemerintah Balatentara). Dalam pasal 3 Undang-undang ini disebutkan bahwa <i>Gunsei Hooin</i> terdiri dari:</p> <ol style="margin-top: 0cm;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i>Tiho</i> <i>Hooin </i>(Pengadilan Negeri)</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i>Keizai</i> <i>Hooin</i> (Hakim Polisi)</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i>Ken</i> <i>Hooin</i> (Pengadilan Kabupaten)</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i>Kaikioo</i> <i>Kootoo</i> <i>Hooin </i>(Mahkamah Islam Tinggi)</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i>Sooryo</i> <i>Hooin</i> (Raad Agama) (Depag R.I, 2001: 18).</li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Undang-undang No. 14 tahun 1942 tidak sempat berjalan karena Jepang segera menyerah pada sekutu, dan Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan menyerahnya Jepang dan Proklamasi kemerdekaan, para pemimpin lebih sibuk mempersiapkan diri untuk mengisi kemerdekaan. Peradilan Agama untuk sementara berjalan seperti sedia kala. Meskipun secara keseluruhan kebijakan Jepang secara umum tidak merugikan baik posisi Peradilan Agama dan hukum Islam, hal ini bukan berarti tidak terjadi pergumulan politik yang intens. Misalnya, pemerintah militer Jepang tetap mengizinkan beroperasinya Peradilan Agama dan berlakunya hukum Islam, dan mengizinkan berdirinya sebuah organisasi Islam, Masyumi. Organisasi ini belakangan berubah menjadi partai Islam, terutama pada masa-masa awal revolusi. Absennya campur tangan pemerintah militer Jepang ini tentu saja merupakan satu kesempatan bagus bagi kalangan pemimpin Islam untuk melakukan kembali konsolidasi kekuatan yang telah porak-poranda di bawah administrasi Belanda. Pada saat yang sama, pihak Jepang sendiri berusaha untuk memantapkan kedudukannya di Indonesia dengan mengambil hati rakyat Indonesia. Ini dicapai dengan, misalnya, meminimalkan campur tangan mereka dalam urusan-urusan rakyat Indonesia.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Sebagaimana pada umumnya yang terjadi dalam suatu kekuatan politik baru, pemerintah militer Jepang didekati berbagai unsur khususnya kalangan Islam untuk merestorasi hak-hak mereka yang pernah hilang. Pendekatan yang dilakukan oleh kalangan Islam mendatangkan sikap galau di kalangan nasionalis “priyayi”. Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh kalangan Islam adalah tuntutan kembalinya wewenang masalah waris ke Pengadilan Agama, bahkan sampai pada pembentukan negara Islam – yang ditentang oleh banyak orang termasuk kalangan Islam nasionalis seperti Hatta, lebih-lebih pendukung adat seperti Soepomo. Bahkan perdebatan sengit yang terjadi adalah perlu tidaknya pemisahan antara negara dan agama. Soepomo yang aktif di <i>Sanyo-sanyo Kaigi Jimushitsu</i> (Dewan Pertimbangan Agung) memberikan pertimbangan kepada dewan Sanyo untuk menghapuskan Pengadilan Agama. Pengaruh Soepomo dan kalangan Islam nasionalis dalam dewan ini tampaknya terlalu kuat dibanding dengan kalangan Islam. Kekuatan itu terefleksi dari rekomendasi yang diberikan kepada Pemerintah Balatentara Jepang. Rekomendasi tersebut tidak saja berisi pemisahan antara urusan agama dari negara, tetapi juga penghapusan sama sekali Pengadilan Agama.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Hanya saja, sebagaimana dikemukakan di atas, rekomendasi yang sudah diakomodir dalam Undang-undang No. 14 tahun 1942 ini tidak dapat berjalan karena tampaknya seluruh energi dipusatkan untuk persiapan kemerdekaan Indonesia, ditambah dengan menyerahnya Jepang pada sekutu. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh Soekarno. Sama dengan golongan nasionalis yang lain, Soekarno cenderung menjadikan agama bukan sebagai urusan negara. Malahan dia menantang golongan Islam untuk membuktikan bahwa gagasan mereka merupakan cerminan dari keinginan umat Islam pada umumnya. Soekarno sebenarnya bermaksud menerangkan bahwa jika Islam ingin tampil, itu harus dicapai melalui perjuangan politik yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Mendekati bulan Agustus 1945, dalam suatu sidang BPUPKI yang akan merancang konstitusi negara terjadi perdebatan sengit antara golongan Islam yang menghendaki agar negara Indonesia merdeka nantinya berdasarkan Islam di satu sisi, dan golongan nasionalis kebangsaan yang menghendaki adanya pemisahan antara agama dan negara pada sisi lain. Karena tampaknya tidak memungkinkan diperoleh kemenangan di satu pihak, maka perdebatan itu berakhir dengan kompromi, tawar menawar. Dalam kompromi itu disepakati bahwa Indonesia merdeka tidak akan menjadi negara Islam, meski tidak pula akan terjadi pemisahan antara urusan agama dan negara. Seluruh anggota sidang menyepakati formula ini. Dari golongan Kristen seperti Maramis, Latuharhary dan P.F. Dahler memberikan persetujuannya. Demikian pula dari golongan Budha/ Kong Hu Cu seperti Liem Koe Hian, Tan Eng Hoa, Oei Tiang Tjoei, Oei Tjong Hauw. Ki Hajar Dewantoro dan Mr. Singgih yang merupakan golongan penghayat kebatinan juga setuju (Mahendra, 1998). Naskah kompromi tersebut belakangan dikenal dengan nama <i>Piagam Jakarta.<o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Pada kenyataannya, kompromi itu masih menyisakan persoalan bagi mereka yang menanamkan dirinya golongan Kristen dari Indonesia Timur. Mereka menuntut agar tujuh kata yang terdapat dalam pembukaan piagam tersebut supaya dihapus sebagai prasyarat keikutsertaan mereka dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketujuh kata itu adalah....<i> ”dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya”.</i> Pesan dari golongan Kristen Indonesia Timur itu disampaikan oleh seorang Kaigun kepada Hatta. Sehari sebelum sidang PPKI dibuka, Hatta melakukan <i>lobying </i>kepada Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Mr. Teuku M. Hasan, dan K.H. Wahid Hasyim. Hasil dari lobbi itu adalah bahwa mereka merelakan dihapuskannya ketujuh kata itu, demi mencegah golongan Kristen dari Indonesia Timur itu mendirikan negara sendiri. Sedangkan format terbaru dari sila pertama itu berubah menjadi <i>“Ketuhanan Yang Maha Esa”</i> .</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;">Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari perkembangan politik di atas, maka sampai pada kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 tidak ada perubahan pada Pengadilan Agama, dan hukum Islam. Hal-hal yang berkait dengannya masih tetap dinyatakan berlaku selama belum ada penggantinya. (Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945).<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftn21" name="_ftnref21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[21]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b>Penutup<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Islam sudah masuk ke Indonesia jauh sebelum para penjajah dari Eropa datang. Islam menjadi agama sebagian besar penduduk Indonesia. Hukum Islam sedikit banyak diterapkan oleh umat Islam Indonesia, setidaknya ini terbukti dengan adanya peran kiai atu penghulu sebagai pemutus perkara dalam masyarakat. setelah para imperialis Eropa masuk ke nusantara, kehadiran mereka sedikit banyak berpengaruh terhadap penerapan hukum Islam di Indonesia. Kebiajakan kolonial yang ingin meng-Eropa-kan nusantara dengan penkodifikasian hukum di Hindia tentu saja berpengaruh terhadap perkembangan hukum Islam. sehingga wajar banyak pemberontakan yang terjadi yang dilakukan oleh pnduduk pribumi. Pemberontakan ini adalah protes karena penjajah ingin mengubah hukum Islam. tetapi bagaimanapun, politik Belanda sebagai pihak yang berkuasa sedikit banyak telah berhasil mengubah wajah hukum di Indonesia. Dimana hukum Eropa mulai mendominasi tata hukum di Indonesia.</p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><b><span style="font-size:100%;">Bibliografi</span><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;">Ahmad Gunaryo, <i>Pergumulan Politik dan Hukum Islam, </i>Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2006<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;">J.B. Daliyo, <i>pengantar Hukum Islam, </i>Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1997. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;">Zaini Ahmad Noeh & Abdul Basit Adnan,<i>Sejarah Singkat Pengadilan Agama Islam di Indonesia</i>, Bina Ilmu, Surabaya, 1983. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;">Soekanto, <i>Meninjau Hukum Adat di Indonesia, </i>Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1996. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;">Marzuki Wahid & Rumadi, <i>Fiqh Madzhab Negara, </i>LKiS, Yogyakarta. 2001. <span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;">Muhammad Daud Ali, <i>Hukum Islam, </i>Raja Grafindo Persada, Jakarta.1996. 218<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;">Soetandyo Wigjosoebroto.<i>Dari Hukum Kolonila ke Hukum Nasional</i>. Raja Grafindo. Jakarta.1995. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <div style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span style="font-size:85%;">
</span> <hr style="height: 2px;font-size:78%;" width="33%" align="left"> <!--[endif]--> <div style="" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Ahmad Gunaryo, <i>Pergumulan Politik dan Hukum Islam, </i>Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2006.h. 64</span></p> </div> <div style="" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> J.B. Daliyo, <i>pengantar Hukum Islam, </i>Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1997. 14</span></p> </div> <div style="" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span class="MsoFootnoteReference" style="font-size:85%;"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[3]</span></span><!--[endif]--></span></span><span style="font-size:85%;"> Ahmad Gunaryo, <i>Pergumulan Politik dan Hukum Islam, </i>Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2006.h. 65</span></p> </div> <div style="" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Zaini Ahmad Noeh & Abdul Basit Adnan,<i>Sejarah Singkat Pengadilan Agama Islam di Indonesia</i>, Bina Ilmu, Surabaya, 1983. h. 31</span></p> </div> <div style="" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>Gunaryo, <i>Pergumulan.</i> Opcit</span></p> </div> <div style="" id="ftn6"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Ibid</span></p> </div> <div style="" id="ftn7"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>Zaini, <i>sejarah Singkat.</i>Opcit. h. 32 </span></p> </div> <div style="" id="ftn8"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>Gunaryo, <i>Pergumulan.</i> Opcit.h.74 </span></p> </div> <div style="" id="ftn9"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Soekanto, <i>Meninjau Hukum Adat di Indonesia, </i>Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1996. 53</span></p> </div> <div style="" id="ftn10"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">Gunaryo, <i>Pergumulan</i>.h. 76</span></p> </div> <div style="" id="ftn11"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>Marzuki Wahid & Rumadi, <i>Fiqh Madzhab Negara, </i>LKiS, Yogyakarta. 2001. 83 </span></p> </div> <div style="" id="ftn12"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Gunaryo, <i>Pergumulan</i>.h. 77</span></p> </div> <div style="" id="ftn13"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Ibid. h. 78</span></p> </div> <div style="" id="ftn14"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Ibid. 79</span></p> </div> <div style="" id="ftn15"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>Ibid. h. 80 </span></p> </div> <div style="" id="ftn16"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref16" name="_ftn16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[16]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Muhammad Daud Ali, <i>Hukum Islam, </i>Raja Grafindo Persada, Jakarta.1996. 218</span></p> </div> <div style="" id="ftn17"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref17" name="_ftn17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[17]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Gunaryo, <i>Pergumulan</i>.h. 83 </span></p> </div> <div style="" id="ftn18"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref18" name="_ftn18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[18]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">Gunaryo, <i>Pergumulan</i>.h. 84</span></p> </div> <div style="" id="ftn19"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref19" name="_ftn19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[19]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Soetandyo Wigjosoebroto.<i>Dari Hukum Kolonila ke Hukum Nasional</i>. Raja Grafindo. Jakarta.1995. 10</span></p> </div> <div style="" id="ftn20"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref20" name="_ftn20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[20]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Gunaryo, <i>Pergumulan</i>.h. 96</span></p> </div> <div style="" id="ftn21"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: left;" align="left"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.do#_ftnref21" name="_ftn21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[21]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Gunaryo, <i>Pergumulan</i>.h. 96-102</span></p> </div> </div> NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-76529250213914907112009-01-28T17:17:00.002+07:002009-01-28T17:28:30.473+07:00PENGARUH MINAT MENJADI GURU dengan PROFESIONALISME GURU<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link style="color: rgb(255, 102, 102);" rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5COwner%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype style="color: rgb(255, 102, 102);" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><o:smarttagtype style="color: rgb(255, 102, 102);" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="State"></o:smarttagtype><o:smarttagtype style="color: rgb(255, 102, 102);" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype style="color: rgb(255, 102, 102);" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Agency FB"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Trebuchet MS"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;} @font-face {font-family:"Comic Sans MS"; panose-1:3 15 7 2 3 3 2 2 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:script; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText {mso-style-noshow:yes; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} span.MsoFootnoteReference {mso-style-noshow:yes; vertical-align:super;} /* Page Definitions */ @page {mso-footnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/Owner/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fs; mso-footnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/Owner/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fcs; mso-endnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/Owner/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") es; mso-endnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/Owner/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") ecs;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:4.0cm 3.0cm 3.0cm 4.0cm; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:109908161; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-838203396 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:72.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:108.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:144.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l0:level4 {mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:180.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:216.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:252.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l0:level7 {mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:288.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:324.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:360.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:360.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l1 {mso-list-id:745999837; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-259899770 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l1:level1 {mso-level-tab-stop:36.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l1:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l1:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} @list l1:level4 {mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l1:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l1:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} @list l1:level7 {mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l1:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l1:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} @list l2 {mso-list-id:850070803; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1824342796 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l2:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:72.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l2:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:108.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l2:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:144.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l2:level4 {mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:180.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l2:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:216.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l2:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:252.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l2:level7 {mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:288.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l2:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:324.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l2:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:360.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:360.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l3 {mso-list-id:850535993; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:222875898 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l3:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:72.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l3:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:108.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l3:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:144.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l3:level4 {mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:180.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l3:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:216.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l3:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:252.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l3:level7 {mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:288.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l3:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:324.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l3:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:360.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:360.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l4 {mso-list-id:886066365; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1785388196 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l4:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:72.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l4:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:108.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l4:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:144.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l4:level4 {mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:180.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l4:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:216.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l4:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:252.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l4:level7 {mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:288.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l4:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:324.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l4:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:360.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:360.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l5 {mso-list-id:1350108872; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1463493936 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l5:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:108.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l5:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:144.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l5:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:180.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l5:level4 {mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:216.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l5:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:252.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l5:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:288.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l5:level7 {mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:324.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l5:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:360.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:360.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l5:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:396.0pt; mso-level-number-position:right; margin-left:396.0pt; text-indent:-9.0pt;} @list l6 {mso-list-id:1998023900; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1645325474 -401203050 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l6:level1 {mso-level-number-format:alpha-upper; mso-level-tab-stop:54.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:54.0pt; text-indent:-18.0pt;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);" align="center"><b><span style="line-height: 150%;font-family:";font-size:14;" ><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><b><span style="">A.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></b><!--[endif]--><b>Minat Menjadi Guru<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Dalam memutuskan mengambil atau melakukan sesuatu, pasti seseorang tak akan lepas dari dua hal, yakni karena dia memang menginginkannya dan karena terpaksa melakukannya. Termasuk juga ketika seseorang memilih suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Yaitu karena dia memang punya keinginan<span style=""> </span>atau minat atau dia terpaksa memilih pekerjaan atau jabatan tersebut secara terpaksa karena tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Berbicara tentang minat, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBD) karangan WJS Poerwadarminta, minat diartikan sebagai perhatian, kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span>. Minat merupakan suatu rasa suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau semakin dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Minat pada hakikatnya merupakan pernyataan kepribadian seseorang yang diwujudkan dalam kalimat terhadap sebuah jabatan atau pekerjaan. Minat jabatan merupakan pernyataan yang menggambarkan kepribadian dalam pekerjaan, hobi, aktivitas-aktivitas. yang berhubungan dengan rekreasi dan preferensi. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa seseorang lebih menyukai satu hal dan pada hal lainnya dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Seorang yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut Menurut Crow & Crow,<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> </span>minat dapat membantu seseorang untuk meringankan pekerjaan yang sifatnya menuntut usaha fisik maupun mental yang cukup ketat, karena dengan minat maka seseorang akan mempunyai suka terhadap pekerjaan itu.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Menurut Djarhidin Ancok,<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> minat seseorang dalam memilih suatu jenis pekerjaan adalah merupakan suatu hal yang penting bagi kesuksesan seseorang dalam pekerjaannya. Anne Roe menambahkan bahwa minat yang dimiliki oleh seseorang dapat membantu mencapai kesuksesan seseorang, karena dengan adanya minat pada diri seseorang dapat menimbulkan perasaan suka, serta adanya rasa tertarik yang dapat berpengaruh terbadap intensitas. respon yang diberikan oleh seseorang atas kondisi atau stimulus yang terjadi di lingkungannya<span style="font-size:78%;">.<a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Berbagai rumusan tentang minat di atas dapat kita kaitkan terhadap profesi Pekerjaan sebagai sebuah profesi karena sekurang-kurangnya sudah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dikatakan oleh Mohammad Uzer Usman berikut:<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Memuliki kode etik<span style=""> </span>sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Memiliki klien/objek layanan tetap seperti dokter dengan pasiennya guru dengan muridnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">c.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">d.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang<span style=""> </span>mendalam.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">e.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Maka minat terhadap pekerjaan sebagai guru mengandung implikasi munculnya perasaan suka, senang, tertarik dan keterikatan yang kuat terhadap segala aktivitas yang ditimbulkan dan profesi sebagai guru. Minat menjadi guru adalah tingkat kesukaan atau ketertarikan seseorang terhadap pekerjaan (menjadi guru), yang dapat mendorong seseorang untuk memperhatikan, mengetahui dan mengadakan pekerjaan tersebut. Dia akan melaksanakan dengan perasaan bahagia, penuh tanggung jawab dan disiplin yang tinggi tugas-tugas sebagai seorang guru. Memberikan porsi waktu yang lebih terkait dengan tugas-tugas profesinya, mengerahkan segenap tenaga dan pikiran demi tercapainya tujuan/sasaran pembelajaran yang telah direncanakan. Seorang guru yang punya minat yang tinggi terhadap profesinya tidak akan mudah merasa lelah, capek, cepat bosan dan merasa berat terhadap tugas-tugasnya. Disini dapat dikatakan bahwa minat merupakan variabel motivasional yang dapat mengaktifkan prilaku dan respon seseorang dalam melaksanakan proksi sebagai seorang guru.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Dari uraian di atas dapat disimpulkan indikator minat terhadap pekerjaan (dalam konteks penelitian ini adalah guru) adalah sebagai berikut:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Perasaan tertarik terhadap pekerjaan sebagai seorang guru.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Perhatian terhadap pekerjaan sebagai guru</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">c.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Suasana hati selama melaksanakan tugas sebagai guru</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">d.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Kerja keras/usaha dalam menyelesaikan pekerjaan sebagai guru</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><b><span style="">B.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></b><!--[endif]--><b>Profesionalisme Guru <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Secara etimologi, “<i>profesi</i>” berasal dan bahasa Anglosaxon yang mengandung anti “<i>pekerjaan job</i>”. Yakni. menghabiskan adanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan Namun anti itu kemudian berkembang tidak hanya sekedar pekerjaan atau job, tetapi di dalamnya terpaku juga suatu “panggilan” atau suatu “<i>ailing</i>”, suatu strong inner impulse.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Sedangkan beberapa ciri dari profesionalisme menurut Pandji Anoraga diantaranya adalah;<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Menghendaki sitat mengejar kesempurnaan hasil (<i>perfect result</i>), sehingga kita dituntut untuk selalu menciptakan mutu</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Memerlukan kesungguhan dan. ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">c.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">d.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan Iman seperti harta dan kenikmatan hidup</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">e.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Blasius Radja,<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> yang mengutip pendapat Mochtar menyebutkan bahwa profesionalisme berarti:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Secara terus menerus berkiprah di bidangnya</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Secara terus menerus meningkatkan daya kreativitas melalui pengalaman</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">c.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Secara terus menerus berkarya bagi pengembangan usaha pada lembaga tempatnya mengabdi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Dan uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa profesi dan profesionalisme mempunyai makna yang hampir sama. Profesi berkaitan erat dengan pengertian suatu pekerjaan saja yang dilakukan sehari-hari secara rutin. Sedangkan profesionalisme penekanannya adalah adanya suatu keinginan untuk lebih dilandasi oleh suatu keahlian serta panggilan dan hasil nuraninya untuk menjalankan tugas dengan benar.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Begitupun juga dengan profesi seorang guru. Sebagai jabatan profesional, maka sudah selayaknya jika seorang gum juga harus memiliki kriteria-kriteria yang mencerminkan profesionalisme. Implikasi yang diharapkan dan profesionalisme ini lebih tercapainya tujuan atau sasaran pembelajaran untuk menciptakan output pendidikan yang berkualitas, punya kompetens yang tinggi, berakhlak mulia serta punya kepribadian yang mantap.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Menurut Nanang Fattah, guru yang profesional adalah guru yang menguasai substansi pekerjaannya secara profesional, yakni:<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Mampu menguasai substansi mata pelajaran secara sistematis, khususnya materi pelajaran yang secara khusus diajarkannya, disamping itu Ia juga dituntut untuk berupaya mengikuti perkembangan materi pelajaran tersebut dan waktu ke waktu</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Memahami dan dapat menerapkan psikologi perkembangan, sehingga seorang gum dapat memilih materi pelajaran berdasarkan tingkat kesukaran sesuai dengan masa perkembangan peserta didik yang diajarnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">c.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Memiliki kemampuan mengembangkan program-program pendidikan yang secara khusus disusun sesuai dengan masa perkembangan peserta didik yang akan diajarnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Menurut Mob. Uzer Usman, guru profesional adalah orang yang memilikj kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugs dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span style=""> </span>Guru yang profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Terdidik dan terlatih bukan hanya dalam arti memperoleh pendidikan formal, tetapi juga harus mampu menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan. Landasan-landasan kependidikan tersebut merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pendidik. Kompetensi ini terbagi menjadi kompetensi pribadi (personal) dan kompetensi profesional</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Lebih jelas lagi sebagaimana yang dikatakan oleh A. Samana yang mengutip pendapat dari J. Sudarminta (1990:9), guru profesional adalah guru yang tahu secara mendalam tentang siapa yang diajarkannya, cakap, cara mengajarkannya secara efektif dan efisien, dan guru tersebut mempunyai kepribadian yang mantap<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span>. Jadi, tiga ranah ap1iksi profesionalisme seorang guru yang meliputi pengetahuan (Kbowledge), ketrampilan (skill) serta sikap mental (<i>attitude</i>) harus mampu ter-cover dalam diri seorang guru.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Dalam konteks penelitian ini akan difokuskan pada kompetensi profesional dan seorang guru yang meliputi:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Menguasai landasan pendidikan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Menguasai bahan pengajaran :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">c.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Menyusun program pengajaran</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">d.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Menilai basil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><span style="">e.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Memiliki rasa tanggung jawab akan tugasnya sebagai seorang guru</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportLists]--><b><span style="">C.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></b><!--[endif]--><b>Kemungkinan Adanya Pengaruh Antara Minat Menjadi Guru dengan Profesionalisme Guru <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa minat dapat berperan sebagai variabel motivasional, maka minat bisa menentukan langkah-langkah atau aktivitas yang akan diperbuat oleh seseorang. Minat merupakan dorongan kejiwaan yang mampu memberi kekuatan besar dalam melaksanakan aktivitas. Untuk mencapai sukses dalam melaksanakan sga1a aktivitas /pekerjaannya, maka minat menjadi faktor pendorong yang penting, sebagaimana dikatakan oleh Djamaludin Ancok.<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Hal senada dikatakan oleh Anne Roe<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> bahwa minat yang dimiliki oleh seseorang dapat membantu mencapai kesuksesan seseorang, karena dengan adanya minat pada did seseorang dapat menimbulkan perasaan seks, serta adanya rasa tertarik yang dapat berpengaruh terhadap intensitas respon yang diberikan oleh seseorang atas kondisi atau. stimulus yang terjadi di lingkungannya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Maka dapat dikatakan bahwa minat seseorang terhadap pekerjaannya merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil kerjanya. Sebagaimana disampaikan oleh Cruze<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span>. bahwa orang yang punya. kemampuan rata-rata akan sangat berhasil dalam pekerjaannya apabila seseorang tersebut mempunyai minat terhadap pekerjaannya, karena .dengan adanya minat yang tinggi dapat membantu atau mendorong seseorang untuk lebih termotivasi dalam berusaha mencapai suatu keberhasilan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Lebih jlentreh dikatakan oleh Flippo<span style="font-size:78%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span> bahwa orang yang mempunyai minat yang tinggi terhadap pekerjaan akan mempunyai kecenderungan untuk bekerja lebih baik, lebih hati-hati, dapat bekerja dengan perasaan gembira, sehingga dapat mengurangi atau menekan keluhan-keluhan serta kejenuhan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Orang yang mempunyai minat terhadap profesi tertentu akan selalu memperhatikan dan akan bekerja dengan perasaan bahagia, tidak akan dirasa sebagai pekerjaan yang berat. Minat juga dapat membantu seseorang untuk mengurangi rasa lelah, rasa bosan atas suatu pekerjaan, terutama pada pekerjaan yang sifatnya monoton (termasuk profesi guru). Orang yang memiliki minat terhadap pekerjaannya akan bekerja dengan perasaan gembira dan bersemangat, penuh tanggung jawab (responsibility) dan bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran demi tercapainya tujuan aktivitas tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikorelasikan dengan profesi seorang guru. Bahwa jika seseorang punya minat yang tinggi terhadap profesi sebagai guru, maka Ia akan cenderung untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan balk, giat, penuh semangat, dan tanggung jawab, (tanggung jawab moral maupun tanggung jawab intelektual). Ia akan mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki balk tenaga, pikiran maupun waktunya demi tugas-tugas yang diembannya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Orang yang mempunyai minat terhadap profesi guru tidak akan cepat bosan, capek, dan lelah dalam menjalani tugas sebagai seorang guru (terutama ketika poses pembelajaran berlangsung), karena dorongan kejiwaan dan emosi yang stabil. Daya kreatifnya akan muncul dalam upaya mensukseskan proses belajar mengajar agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan dengan penguasaan terhadap landasan pendidikan dengan matang, aba berusaha untuk mengerti terhadap anak didik mampu menyusun dengan sebaik-baiknya program pembelajaran, mulai dari peréncaaan, proses pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);">Dengan kata lain bahwa guru yang mempunyai minat terhadap pekerjaannya akan cenderung untuk selalu berupaya meningkatkan kompetensi keguruan yang dimilikinya demi peserta didiknya. Baik itu kompetensi personal maupun kompetensi profsionalnya. Di sini minat berperan di dalam memunculkan profesionalisme dalam diri guru. Minat akan mendorong munculnya sifat atau keinginan untuk lebih melandasi diri dengan suatu keahlian atau kepandaian yang merupakan perwujudan dan panggilan hati nuraninya untuk melaksanakan tugas dengan benar.</p> <p style="color: rgb(255, 102, 102);" class="MsoFootnoteText"><o:p> </o:p></p> <p style="color: rgb(255, 102, 102);" class="MsoFootnoteText"><o:p> </o:p></p> <p style="color: rgb(255, 102, 102);" class="MsoFootnoteText"><span style="font-size:85%;"><b><span style="font-size:100%;">DAFTAR PUSTAKA</span><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Ancok, Djanaludin. 1987. <i>Pengembangan Skala Sikap Terhadap Pekerjaan</i>”, Jurnal Psikologi Fak Psicoloi (<st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> : UGM)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Anoraga, Pandji. 2001. <i>Psikologi Kerja</i>, (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:city> : PT Rineka Cipta) <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Crow and Crow. 1973. <i>General Psychology</i>, (Little Field New jersey Adam & Co).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Cruze W.W. 1957. General Psychology to College Student, (<st1:state st="on"><st1:place st="on">New York</st1:place></st1:state>: Harper and Brother Publisher).</span><span style="font-size:85%;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Fatah, Nanang. 2000. <i>Manajemen Berbasis Sekolah : Strategi Pemberdayaan Sekolah Dalam Ranka Peningkatan Mutu den Kemandirian Sekolah </i>(<st1:city st="on"><st1:place st="on">Bandung</st1:place></st1:city> : Adira)</span><span style="font-size:85%;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Flippo. E. B. 1961. <i>Principle of Personel Managemena </i>(<st1:state st="on"><st1:place st="on">New York</st1:place></st1:state>: McGraw Hill Book Company.</span><span style="font-size:85%;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Poerwadarminta, WJS. 1992. <i>Kamus Besar<span style=""> </span>Bahasa <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> </i>(KBBI), <st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:city> : Balai Pustaka)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Radja, Blasius. 1994. <i>Hubungan Antara Motivasi, orientasi profesi Latar Belakang Pendidikan Pengajaran, Mengajar Dan Tanggung Jawab Profesi Guru SD di Wilayah Kab. Ende NTT</i>,<span style=""> </span>Tesis tidak dipublikasikan, (<st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>: PPS UGM).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Roe, Anne. 1964. <i>The Psychology of Organitation </i>(<st1:state st="on"><st1:place st="on">New York</st1:place></st1:state> John Wiley & Sons)</span><span style="font-size:85%;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 12pt 0cm 12pt 36pt; text-indent: -36pt; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;">Samana. 1994. <i>Profesionalisme Keguruan</i>, (<st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>: Kanisius)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p style="color: rgb(255, 102, 102);" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p style="color: rgb(255, 102, 102);" class="MsoNormal"><span style=";font-family:";font-size:85%;" ><o:p> </o:p></span></p> <div style="color: rgb(255, 102, 102);"><!--[if !supportFootnotes]--><span style="font-size:85%;">
</span> <hr style="height: 2px;font-size:78%;" width="33%" align="left"> <!--[endif]--> <div style="" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> WJS Poerwadarminta, Kamus Besar</span><span style=";font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;">Bahasa <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> (KBBI), <st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:city> : Balai Pustaka, 1992), p. 158-160</span></p> </div> <div style="" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> ‘Crow and Crow, General Psychology, (Little Field New jersey Adam & Co, 1973), p. 158- 160</span></p> </div> <div style="" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Djemaludin Ancok, “<i>Pengembangan Skala Sikap Terhadap Pekerjaan</i> Jurnal Psikologi Fak Psikologi (Yogyakarta: UGM, 1987), hlm. 13-19</span></p> </div> <div style="" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Anne Roe, <i>The Psyicology of Occupational</i>, (New York John Wiley & Sons, I964) p.83- 124.</span></p> </div> <div style="" id="ftn5"> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span style="font-size:85%;"> Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, 15</span></p> </div> <div style="" id="ftn6"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Pandji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta PT Rineka Cipta, 2001) hlm. 70</span></p> </div> <div style="" id="ftn7"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Ibid, Hal. 75</span></p> </div> <div style="" id="ftn8"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Blasius Radja, Hubungan Antara Motivasi, orientasi profesi Latar Belakang Pendidikan Pengajaran, Mengajar Dan Tanggung Jawab Profesi Guru SD di Wilayah Kab. Ende NTT,</span><span style=";font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;">Tesis tidak dipublikasikan, (Yogyakarta: PPS UGM, 1994), hlm. 24</span></p> </div> <div style="" id="ftn9"> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span style="font-size:85%;"> Nanang Fatah, Manajemen Berbasis Sekolah : Strategi Pemberdayaan Sekolah Dalam Ranka Peningkatan Mutu den Kemandirian Sekolah (Bandung Adira, 2000), hlm. 63</span></p> </div> <div style="" id="ftn10"> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span style="font-size:85%;"> Moh Uzer Usman, Op Cit, hIm. 15</span></p> </div> <div style="" id="ftn11"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Samana, <i>Profesionalisme Keguruan</i>, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hIm. 21</span></p> </div> <div style="" id="ftn12"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Djanaludin Ancok, “<i>Pengembangan Skala Sikap Terhadap Pekerjaan</i>”, Jurnal Psikologi Fak Psicoloi (Yogyakarta : UGM, 1987), hIm. 13-19</span></p> </div> <div style="" id="ftn13"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Anne Roe, ThE Psyichology of Occupatiobal, (New York : John Wiley dan sons, 1964), p. 83- 124</span></p> </div> <div style="" id="ftn14"> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span style="font-size:85%;"> “W.W. Cruze General Psychology to College Student, (New York: Harper and Brother Publisher, 1957), p. 546</span></p> </div> <div style="" id="ftn15"> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size:85%;"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2963144067032182624#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";" >[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></span><span style="font-size:85%;"><span style=""> </span>“E. B. Flippo. Principle of Personel Managemena (New York: McGraw Hill Book Company, 1961),p.24</span></p> </div> </div> NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-84008919721586160612009-01-19T19:59:00.000+07:002009-01-19T20:01:29.028+07:00PENGARUH PEMBINAAN AGAMA TERHADAP PERKEMBANGAN JIWA AGAMA REMAJA<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102);">Pembinaan Agama untuk Remaja</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Macam Materi Pembinaan Agama </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Dalam proses pembinaan remaja misalnya mengandung kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang baik jasmani maupun rohani. Mereka memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk ukuran, maupun perimbangan-perimbangan bagian-bagiannya dalam segi rohaniah, mereka mempunyai bakat-bakat yang harus dikembangkan, mempunyai kehendak, perasaan dan pikiran yang belum matang juga. Terlebih dalam hal kebutuhan rohaniah, mereka perlu diberikan akan ilmu-ilmu pengetahuan tentang keagamaan pada khususnya. Oleh karenanya pembinaan agama pada remaja yang merupakan kegiatan yang dilakukannya ada beberapa komponen yang harus dipenuhi diartikannya adalah pemberian materi. Materi pembinaan pada remaja tidak lain adalah seluruh inti ajaran Islam yang tenangkan dalam tiga ajaran pokok, yaitu imam (aqidah), Islam (ibadah, syari’ah), dan ihsan (akhlaq).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Materi pembinaan agama pada remaja yang menyangkut masalah aqidah atau keimanan meliputi :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Iman kepada Allah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Iman kepada Malaikat.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Iman kepada Al-Qur’an.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Iman kepada Nabi dan Rosul.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Iman kepada Hari Kiamat.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Iman kepada Qodlo dan Qodhar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Materi pembekalan agama pada remaja yang menyangkut masalah ibadah dan muamalah/syari’ah meliputi :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Thoharoh (bersuci).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Sholat.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Zakat.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Haji.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Mu’amalat.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Munahakat.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Materi pembinaan agama pada remaja yang menyangkut masalah ihsan atau ahlaq meliputi :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Akhlaq kepada Allah SWT.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Akhlaq kepada Sesama Manusia.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Akhlaq kepada Binatang dan Tumbuh-tumbuhan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Akhlaq kepada Para Pendahulu.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Metode dalam Pembinaan Agama</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Pada zaman dahulu, orang mempunyai asumsi bahwa dalam suatu pembinaan tidak perlu adanya metode, karena hal tersebut berupa suatu kegiatan yang bersifat praktis atau dengan kata lain tidak memerlukan adanya pengetahuan yang bersifat teoritis. Namun sekarang, apalagi dalam kegiatan pembinaan tidak memerlukan metode akan membawa dampak yaitu apakah pembinaan tersebut dikatakan berhasil apabila seorang pembinaan tidak menguasai tentang apa yang dibinanya dan ternyata tidak membawa adanya suatu perubahan (dalam arti positif) terhadap orang yang dibinanya. Hal ini dapat didasarkan pada pendapatan Zahairini, yang mengatakan metode adalah suatu cara untuk mencapai tujuan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Metode yang digunakan dalam pembinaan agama untuk remaja meliputi :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Metode Ceramah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Metode ceramah adalah suatu metode yang menggunakan sistematika penyampaian suatu pengertian tentang materi-materi dengan jalan menerangkan/menuturkan secara lisan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Penggunaan metode ini banyak dilakukan dalam penyampaian materi yang menyangkut masalah aqidah, syari’ah maupun akhlaq, dan juga banyak dipakai oleh Rosulullah Muhammad SAW dalam menyampaikan dakwanya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Metode Diskusi</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Metode diskusi adalah suatu metode dalam mempelajari bahan atau menyampaikan bahan dengan orang musyawarah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Metode ini segi efektif untuk merangsang seseorang berfikir dan mengeluarkan saran atau pendapat sendiri syari’ah menyumbangkan ide pokok dalam suatu masalah yang terkandung kemungkinan-kemungkinan jawabannya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Dalam pembinaan agama, metode diskusi ini banyak dipergunakan dalam bidang syari’ah dan akhlaq. Sedangkan masalah keimanan (aqidah) kurang sesuai apabila metode diskusi ini dipergunakan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Metode Tanya Jawab</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Metode tanya jawab adalah penyampaian materi dengan cara mengajukan pertanyaan dan memberikan jawaban pada pertanyaan tersebut.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Metode ini dimaksudkan guna mengenalkan fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk menstimulasi perhatian seseorang dengan berbagai cara (sebagai appresepsi selingan dan evaluasi).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Metode tanya jawab juga banyak dipergunakan dalam pembinaan agama yang berhubungan dengan bahan/materi pelajaran agama meliputi aqidah syari’ah dan akhlaq. Bahkan ketiga-ketiga itu ajaran Islam tersebut disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW melalui tanya jawab.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Strategi Pembinaan Agama</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Di dalam pelaksanaan pembinaan agama sangatlah perlu mengedependenkan nilai-nilai ahlaqul karimah sebagai perilaku qosar yang harus dimiliki seorang remaja.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Hal ini tentunya membutuhkan upaya upaya-upaya strategis yang harus dilakukan agar pembinaan agama senantiasa dapat selalu menjadi tongkat pecandu dalam kehidupan mereka. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pembinaan agama harus di kontraksi menuju integritas antara ilmu-ilmu aqliah dan ilmu-ilmu naqliah sekarang tidak memisahkan jurang pemisah/gabungan antara ilmu agama dari ilmu umum.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pembinaan agama di konstruksi menuju tercapainya perilaku toleransi dalam berbagai hal tanpa melepaskan pendapat/prinsip yang diyakininya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pembinaan agama perlu di konstruksi secara terencana, sistematis dan mendasar untuk menyiapkan generasi mudah Islam yang berkualitas.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masalah Remaja</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pengertian Remaja</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Anak remaja adalah anak yang sedang mengalami perpindahan yaitu dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana perpindahan tersebut di iringi dengan berbagai macam perubahan baik milkis maupun psikis. Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada masa perkembangan yang sehat.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Menurut Poerwadaminto disebutkan bahwa “yang dimaksud dengan remaja adalah dimulai dewasa bukan kanak-kanak lagi”.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat yang mengatakan bahwa : “adapun yang dimaksud dengan umur remaja adalah umur peralihan dari anak menjelang dewasa yang merupakan masa perkembangan terakhir bagi pembinaan kepribadian atau masa persiapan untuk memasuki masa dewasa.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Masa remaja juga dituntut dengan perkembangan sikap dependen ke arah independen kepada orang tua dan kecenderungan untuk merenung/memperhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika, isu-isu moral dan minat seksualnya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Masa remaja dapat terbagi wujud 3 bagian yaitu :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa Pra Remaja</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Biasanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat dan ditandai oleh sifat-sifat negatif dengan gejalanya seperti tidak tenang, karena suka bekerja, posimistik dan sebagainya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa Remaja</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Pada masa ini mulai tumbuh dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya seseorang yang dapat memahami dan membantanya, seseorang yang mampu merasakan suka maupun dukanya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Proses penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut dikarenakan tidak adanya pendewasaan sehingga remaja menginginkan sesuatu yang bernilai dan pantas di puja tersebut walaupun sesuatu itu belum tentu mempunyai. Bentuk tertentu, bahkan seringkali remaja hanya mampu mendambakan tanpa tahu apa yang diinginkannya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa Remaja Akhir</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Setelah dapat menentukan pendirian hidupnya untuk terpenuhilah tugas perkembangan masa remaja yaitu menemukan pendirian hidup dan masuklah individu ke dalam masa remaja.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ciri-ciri Remaja</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Sesungguhnya masa remaja itu tidaklah pasti kapan secara tegas dimulai dalam kapan pula berakhir, tergantung kepada berbagai faktor misalnya factor perorangan (ada yang cepat pertumbuhannya dan ada pula yang lambat) selain itu remaja harus banyak belajar untuk dapat memperoleh tempat dalam masyarakat sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan bahagia, remaja belajar hal-hal ini melalui elkunirasi, sosialisasi dan adaptasi aktif walaupun juga hal ini masih banyak ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Faktor Sosial</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Faktor yang dapat memberi kepercayaan dan penghargaan kepada remaja, sehingga mereka segera diterima sebagai anggota masyarakat yang didengar pendapatnya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Faktor Ekonomi</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Dalam masyarakat miskin atau kurang mampu, anak-anaknya segera diberi tanggung jawab dan ikut mencari nafkah, seperti bertani, menjadi nelayan, menggembala ternak, dan/bahkan melakukan pekerjaan yang berat dan kasar. Sedangkan dalam masyarakat yang menuju dan mampu biasanya anak-anaknya tidak dibebani dengan tugas/dituntut untuk memiliki ketrampilan untuk mencari nafkah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Banyak lagi faktor lain yang ikut menentukan masa remaja itu, tapi suatu analisis yang cermat mengenai aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12 – 15 tahun (masa remaja awal), 15 – 18 tahun (masa remaja pertengahan), 18 – 21 tahun (masa remaja akhir). Kondisi remaja juga ditandai dengan masuknya remaja ke dalam masa puber. Yaitu pertumbuhan seks yang membedakan antara anak dan remaja yang tampak pada perubahan jasmani dari luar dan perubahan kalenjar dewasa yang mengakibatkan pertumbuhnya tanda-tanda jenis kelamin pada remaja. Pada umumnya masa remaja itu dapat diketahui dengan mudah dan hampir sama tiap remaja, yaitu kira-kira pada usia 13 tahun (misalnya mimpi bagi remaja laki dan haid bagi remaja perempuan) akan tetapi kapan berakhirnya masa remaja itu agak sukar di tentukan, karena berbagai faktor itu mempengaruhi seperti penulis sebutkan dari atas.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Adapun ciri-ciri remaja secara umum adalah sebagai berikut :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pertumbuhan Pribadi Belum Selesai</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Dalam masalah ini, mereka sedangkan mengalami kegoncangan dan ketidakpastian dari segi jasmani mereka telah merasa cukup matang dan telah seperti orang dewasa, demikian pula dari segi kecerdasan, mereka merasa telah mampu berfikir obyektif dan dapat mengambil kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang ada, akan tetapi mereka belum mampu mandiri. Mereka belum sanggup akan mencari nafkah untuk membiayai diri mereka sendiri dan untuk memenuhi segala kebutuhannya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pertumbuhan Jiwa Sosial Masih Berjalan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Pada umur ini sangat terasa betapa pentingnya pengakuan sosial bagi remaja mereka akan segi merasa gundah dan sedih apabila diremehkan/dikucilkan dari masyarakat dan teman-temannya. Oleh karena itu mereka tidak mau ketinggalan dari model/kebiasaan teman-temannya. Terutama teman dari lawan jenis dan mereka akan menilai betapa pentingnya sebuah penghargaan dari teman-temannya, sekarang apabila mereka mengalami pendapat antara orang tua dan teman-temannya, mereka akan lebih memihak kepada teman-temannya. Bahkan mereka akan sangat marah apabila orang tuanya mencela teman-temannya, di tegur/dimarahi di depan orang banyak, karena hal tersebut dianggap bahwa mereka akan kehilangan sebuah penghargaan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pertumbuhan, Kecerdasan Hampir Selesai</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Dalam memasuki remaja masa transaksi, remaja seringkali mengalami kegoncangan dikarenakan pertumbuhan dapat di segala bidang pertumbuhan yang menonjol terjadi dalam masa ini adalah pertumbuhan jasmani yang cepat, seolah-seolah mereka bertambah tinggi dengan kecepatan yang jauh lebih terasa dari pada masa kanak-kanak dulu.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Pada awalnya perubahan jasmani yang cepat itu menimbulkan kecemasan dan kegelisahan bagi remaja, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan dan kekhawatiran. Bahkan, keyakinan dan kepercayaan pada agama yang telah tumbuh dan ada pada umum sebelumnya mungkin pula mengalami kegoncangan, dikarenakan adanya kekecewaan dalam diri mereka, kepercayaan pada Tuhan kadang-kadang segi kuat, akan tetapi kadang-kadang menjadi ragu-ragu dan berkurang, dan ini dapat dilihat dan dinilai dari cara ibadahnya. Perasaan mereka pada Tuhan tergantung kepada kondisi perubahan emosi yang sedang dialaminya. Kadang-kadang mereka segi merasa membutuhkan Tuhan. Terutama apabila mereka sedang mengalami dan menghadapi bahaya, takut akan kegagalan dan merasa berdosa. Namun kadang-kadang mereka merasa kurang membutuhkan Tuhan, dan kondisi itu dialami apabila mereka sedang merasa senang, riang dan gembira.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Kondisi yang demikian, hendaknya pembinaan atau guru agama memahaminya sehingga mereka dapat memilih dan menilai materi atau bahan ajaran di bidang agama yang tepat, dan ini akan membawa dampak positif, yaitu dapat terkendalinya kegoncangan yang dialami remaja.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Perkembangan Jiwa Agama Remaja</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Jiwa agama merupakan butuh kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan dalam beragama. Bagi seorang remaja kondisi jiwa yang demikian segi mutlak untuk di kembangkan terkait dengan keadaan jiwa kepribadian mereka yang cenderung masih labil. Hal ini juga mutunya akan mendukung pada pola kehidupan mereka sehari-hari terutama terletak pada pula hidup yang penuh rasa syukur dan bersahaja.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pengaruh Pembinaan Agama untuk Remaja</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pengaruh Internal</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Setiap manusia yang lahir ke dunia ini, baik yang masih prinitif, bersahaja, maupun yang sudah modern, baik yang lahir di negara komunis maupun kapitalis, baik yang lahir dari orang tua yang sholeh maupun jahat, sejak nabi Adam sampai akhir zaman, menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Tuhan/percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pengaruh Eksternal</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Faktor pembawaan/fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Dalam mengembangkan fitrah beragama bagi menuju dalam lingkungan keluarga, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian orang tua yaitu sebagai berikut :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Orang tua hendaknya memperlakukan anaknya dengan baik.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Orang tua hendaknya membina, membimbing, mengajarkan/melatihkan ajaran agama terhadap anak seperti : Syahadat, sholat, membaca Al-Qur’an, berwudlu dan do’a-do’a.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Karena orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama bagi remaja dan tokoh yang di identifikasikan/di contoh, maka seyogyamya orang tua memiliki kepribadian yang baik/beraklakul karimah.</span>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-68876333670766396442009-01-19T19:50:00.000+07:002009-01-19T19:55:03.059+07:00PERKEMBANGAN KEJIWAAN MANUSIA<span style="color: rgb(255, 102, 102);">A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Manusia diciptakan oleh Allah SWT melalui fase-fase pertumbuhan dan perkembangan, yang dalam prosesnya mengalami interaksi (saling mempengaruhi) antara kemampuan dasar (pembawaan) dengan kemampuan yang diperoleh (hasil belajar/pengaruh lingkungan).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Terdapat perbedaan pendapat dalam pengertian pertumbuhan perkembangan pertumbuhan diartikan ahli biologi sebagai suatu penambahan dalam ukuran bentuk, berat atau ukuran dimensi tubuh, perkembangan dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan-perubahan dalam bentuk atau bagian tubuh dan integrasi berbagai bagiannya ke dalam suatu kesatuan fungsional, bila pertumbuhan itu berlangsung. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Langfeld dan boring, menggunakan pengairan kematangan untuk pertumbuhan, sedang, perkembangan, diterapkan pada baik sebelum tingkah laku yang tidak dipelajari itu terjadi, maupun sebelum terjadinya proses belajar dari tingkah laku yang khusus. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Istilah “kematangan” mencakup didalamnya pengertian pertumbuhan dan perkembangan, maka seseorang telah dianggap “matang”, apabila fisik dan psikisnya masalah pertumbuhan dan perkembangan, telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampai pada tingkat-tingkat tertentu.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Sedangkan istilah “perkembangan” adalah berhubungan erat dengan pertumbuhan maupun kemampuan-kemampuan pembawaan dari tingkah laku yang pekat terhadap rangsangan-rangsangan sekitar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pertumbuhan berkenaan dengan penyempurnaan, sedangkan perkembangan dengan penyempurnaan fungsi.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Baik pada pertumbuhan maupun pada perkembangan tersangkut pula perihal kematangan yang merupakan masa yang terbaik bagi berfungsinya/perkembangannya dengan cepat aspek “kepribadian tertentu”. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pada proses perkembangan manusia, perubahan meliputi beberapa aspek baik fisik maupun psikis, perubahan tersebut dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Perubahan dalam ukuran </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Perubahan dalam perbandingan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Berubah untuk mengganti hal-hal yang lam</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Berubah untuk memperoleh hal-hal yang baru. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Perkembangan anak tidak berlangsung secara mekanis otomatis, sebab perkembangan terjadi sangat bergantung beberapa faktor secara simultan, yaitu: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Faktor Heredites (warisan sejak lahir/bawaan) </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu, yang diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Faktor lingkungan yang menguntungkan/merugikan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga bermain dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora dan fauna.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan bergantung pada keadaan lingkungan jasmani dan rohaninya. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Kematangan fungsi-fungsi organis dan psikis </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Aktifitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, berkemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Setiap gejala perkembangan merupakan produk dari kerja sama dan pengaruh timbal balik antara potensialitas hereditas dengan faktor-faktor lingkungan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">GEJALA-GEJALA KEJIWAAN PADA MANUSIA</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">A. Persepsi </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Di dalam psikologi, proses sensasi dan persepsi berbeda sensasi ialah penerimaan stimulus melalui ialah indera, sedangkan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada dalam otak. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Sensasi tanpa persepsi/sensasi murni jarang terjadi sensasi murni mungkin terjadi dalam peristiwa dimana rangsang warna ditunjukkan untuk pertama kali kepada seseorang yang sejak lahirnya buta dan tiba-tiba dapat melihat.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pada bayi yang baru lahir, bayangan-bayangan yang sampai ke otak masih bercampur aduk, sehingga belum dapat membedakan benda-benda dengan jelas. Makin besar anak itu makin baiklah struktur susunan syarat otaknya sehingga mampu mengenali obyek satu persatu. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">B. Belajar dan Berfikir </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Belajar adalah suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi/rangsang yang terjadi. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pada manusia proses belajar tidak hanya menyangkut aktifitas berfikir saja, tetapi terutama menyangkut kegiatan otak, yaitu berfikir. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prose belajar. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Waktu istirahat, dalam waktu istirahat sebaiknya tidak banyak melakukan kegiatan yang mengganggu pikiran </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Pengetahuan tentang materi yang dipelajari secara menyeluruh. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Untuk melakukan hal ini diperlukan taraf kecerdasan yang relatif tinggi.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Pengertian terhadap materi yang dipelajari </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Tanpa pengertian kita akan mendapat kesulitan. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Pengetahuan akan prestasi sendiri. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pengetahuan dan prestasi sendiri akan mempercepat kita dalam mempelajari sesuatu. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">5. Transfer </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Transfers dapat bersifat positif. Jika hal yang lalu mempermudah proses belajar yang sekarang/dapat juga bersifat negatif jika proses belajar yang lalu justru mempersulit proses belajar yang sekarang. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Sudah dikatakan diatas, bahwa proses belajar pada manusia erat sekali hubungannya dengan proses berfikir, yaitu tingkah laku yang menggunakan ide. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Macam-macam kegiatan berfikir dapat kita golongkan sebagai berikut </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a) Berfikir asosiasi, yaitu proses berfikir dimana suatu ide merangsang timbulnya ide lain secara bebas </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b) Berfikir terarah yaitu berfikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan pada pemecahan suatu masalah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Kesimpulan seseorang berfikir bukan saja dengan otaknya, tetapi dengan seluruh tubuhnya. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">C. Mengingat </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ingatan adalah bukti bahwa seseorang telah belajar, semua orang mengingat banyak hal setiap harinya, tingkah laku manusia dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang di ingatnya karena itu, mengingat dapat didefinisikan sebagai pengetahuan sekarang tentang pengalaman masa lampau. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Mengingat dapat terjadi dalam beberapa bentuk </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Rekognisi adalah mengingat sesuatu apabila sesuatu itu dikembangkan pada indera. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Redall adalah apabila kita sadar bahwa kita telah mengalami sesuatu dimasa lampau tanpa mengenakan pada indera kita </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Reproduksi adalah mengingat dengan cukup tepat untuk memproduksi bahan yang pernah dipelajari. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Performance adalah mengingat kebiasaan,-kebiasaan yang sangat otomatis. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Untuk melakukan semua itu pertama-tama kita harus memperoleh materinya yang merupakan langkah utama dalam keseluruhan proses yang bertitik puncak pada mengingat. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">D. Emosi </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Menurut English and English, emosi adalah “A com plex feeling state accompanied by characteristic motor dan glandular act ivies” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris). </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Emosi merupakan warna efektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu, baik pada tingkat yang lemah maupun tingkat yang kuat. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Warna efektif pada seseorang mempengaruhi pula pandangan orang tersebut terhadap obyek atau situasi di sekelilingnya ia dapat menyukai atau tidak menyukai sesuatu.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Emosi dapat dikelompokkan keadaan 2 bagian, yaitu: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, meliputi: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Perasaan intelektual </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Perasaan sosial</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Perasaan susila</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Perasaan keindahan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">e. Perasaan ketuhanan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Emosi sebagai suatu peristiwa psikologi mengandung ciri-ciri sebagai berikut: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologi lainnya seperti pengamatan dan berfikir </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Bersifat fluktuatif (tidak tetap) </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">FASE DAN CIRI-CIRI PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pertumbuhan dan perkembangan ini sudah mulai sejak bertemunya sel telur dengan sperma dalam kandungan, lahir sampai dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan ini menyangkut bidang jasmani dan rohani. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Istilah pertumbuhan dan perkembangan, meskipun saling melengkapi, sebenarnya mempunyai arti yang berbeda. Pertumbuhan mengandung asli adanya perubahan dalam ukuran/fungsi mental-mental dan akan tampil adanya penambahan jumlah/ukuran dari hal-hal yang telah ada, sedangkan perkembangan mengandung makna pemunculan hal yang baru dan akan tampak adanya sifat-sifat yang baru, berbeda dari sebelumnya. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dalam peristiwa pertumbuhan hanya menumbuhkan apa yang telah ada dan banyak bergantung pada faktor luar. Sedangkan pada perkembangan telah ada suatu potensi yang menentukan arah perkembangannya kelak, dengan demikian, yang dikeluarkan dalam perkembangan adalah waktu dan perawatan agar potensi yang lelah ada terealisasi.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Meskipun demikian, antara dua peristiwa tersebut, harus ada keseimbangan yang sehat, kalau tidak akan menimbulkan ketidak normalan/penyimpangan-penyimpangan. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Selama perkembangannya, kehidupan individu itu tidak statis melainkan dinamis, dan pengalaman belajar harus seusai dengan sifat-sifatnya dalam masa perkembangan tersebut. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">A. Masa Bagi Prenatal dan Pascanatal </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa prenatal adalah periode perkembangan pertama dalam jangka kehidupan manusia secara biologis dimulai pada waktu konsepsi dan berakhir pada waktu kelahiran. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa pacanatal adalah tahap-tahap perkembangan yang dimulai sejak kelahiran.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa ini ditandai oleh ketergantungan yang penuh kepada orang lain (ayah/ibu) dengan kasih sayangnya. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">B. Masa Bayi </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa ini merupakan masa fital. Karena kondisi fisik dan mental bayi menjadi pondasi kokoh bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, anak pada masa ini mengalami perkembangan yang pesat baik jasmani maupun rohani.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa bayi berlangsung dari usia 2 minggu setelah kelahiran sampai 2 tahun pertama dalam kehidupannya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ciri yang sangat menyolok pada masa ini adalah kemampuan mental dan daya akalnya yang pada umumnya berkembang lebih cepat dari kemampuan fisiknya. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ciri khas pada masa ini adalah masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat, masa menuju berkurangnya ketergantungan, permulaan individualitas, kreatifitas, masa menarik sekaligus berbahaya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa bayi disebut yang sebagai “periode kritis” dalam perkembangan kepribadian karena pada saat ini diletakkan dasar dimana struktur kepribadian dewasa akan dibangun. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">C. Masa Kanak-Kanak Awal </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia, tempat dimana kebaikan dan sifat buruk kita yang tertentu dengan lambat, namun jelas berkembang dan mewujudkan dirinya. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ciri-ciri masa kanak-kanak awal adalah: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Usia yang mengandung masalah atau usia sulit </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Usia mainan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Usia prasekolah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Usia belajar berkelompok</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">5. Usia menjelajah dan bertanya</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">6. Usia meniru dan usia kreatif. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">D. Masa Kanak-Kanak Akhir </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa kanak-kanak akhir berjalan dari usai 6 atau 7 tahun sampai dengan 12 atau 13 tahun, akhir usia ini sukar ditentukan karena sebagian cepat jadi remaja sebagian lain lambat, tergantung pada keadaan kesehatan fisik, sifat-sifatnya dan pendidikan sebelumnya sang anak. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Label yang sering digunakan oleh orang tua, pendidikan dan ahli psikologi untuk masa ini adalah: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Usia yang menyulitkan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Usia tidak rapi</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Usia bertengkar</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Usia sekolah dasar </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">5. Periode kritis dalam dorongan berprestasi</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">6. Usai berkelompok </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">7. Usia penyesuaian diri</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">8. Usai kreatif dan bermain </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa ini anak diharapkan untuk memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting (esensi) bagi persiapan dan pengetahuan diri terhadap kehidupan dimasa dewasa. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> E. Masa Remaja </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semu perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Lazimnya masa remaja dimulai pada satu anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usai matang secara hukum.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua yaitu remaja awal dan akhir remaja, dengan garis pemisah terletak kira-kira di sekitar usia 17 tahun. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ciri-ciri khas masa remaja awal ini adalah: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Status tidak menentu</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Emosional </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Tidak stabil keadaannya </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Mempunyai banyak masalah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">5. Masa kritis. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ciri-ciri khas remaja akhir adalah: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Kestabilan bertambah </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Lebih matang dalam car menghadapi masalah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Campur tangan dari orang dewasa berkurang ketenangan emosional bertambah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Realitas bertambah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">5. Lebih banyak perhatian terhadap lambang-lambang kematangan. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Secara garis besar ada 2 ciri-ciri perkembangan dari pertumbuhan dan perkembangan yaitu:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Adanya penambahan ukuran/berat serta perbedaan perbandingan ukuran/berat/kesanggupan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Hilangnya ciri-ciri lama dan munculnya ciri-ciri baru. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> KESIMPULAN</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Manusia diciptakan oleh Allah SWT. Melalui fase-fase pertumbuhan dan perkembangan, yang dalam proses nya mengalami interaksi (saling mempengaruhi) antara kemampuan dasar (pembawaan) dengan kemampuan yang diperoleh (hasil belajar atau pengaruh lingkungan) </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Terdapat perbedaan dalam memberikan pengertian pertumbuhan dan perkembangan antara ahli ilmu jiwa dan pendidikan menurut ahli biologi istilah “pertumbuhan diartikan sebagai suatu penambahan dalam bentuk ukuran, berat, atau ukuran dimensif tubuh dan bagian-bagiannya. Sedangkan istilah “perkembangan” dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan-perubahan dan bentuk atau bagian tubuh dan integrasi berbagai bagiannya ke dalam suatu kesatuan fungsional, bila pertumbuhan itu berlangsung. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan antara lain </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Faktor hereditas</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Faktor lingkungan yang menguntungkan/merugikan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Kematangan fungsi-fungsi organisasi dan psikis</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Aktifitas anak sebagai subjek bebas yang berkemauan, berkemampuan seleksi, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Gejala-gejala kejiwaan manusia meliputi: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada dalam otak </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Belajar dan berfikir </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Mengingat</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Emosi </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- Belajar adalah suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi/rangsang yang terjadi </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- Pada manusia proses belajar tidak hanya menyangkut aktifitas berfikir saja, tetapi terutama menyangkut kegiatan otak </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- Pertumbuhan dan perkembangan dimulai sejak bertemunya sel telur dengan sperm dalam kandungan lahir sampai dewasa menyangkut bidang jasmani dan rohani </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- Istilah pertumbuhan dan perkembangan meskipun saling melengkapi tetapi mempunyai perbedaan dalam arti. Pertumbuhan mengandung arti adanya perubahan dalam ukuran atau fungsi-fungsi mental dan akan tampak adanya penambahan jumlah/ukuran dari hal-hal yang telah ada sedangkan perkembangan mengandung pemunculan hal yang baru dan akan tampak adanya sifat-sifat yang baru, berbeda dari sebelumnya. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- Dalam masa pertumbuhan dan perkembangan manusia mengalami beberapa fase diantaranya</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Masa pra-natal dan masa pasca-natal </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Masa bayi </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Mas kanak, dibagi dua yaitu: kanak-kanak awal, kanak-kanak akhir </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Masa remaja, dibagi dua: remaja awal, remaja akhir </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- Secara garis besar ada 2 ciri-ciri perubahan pokok dari pertumbuhan dan perkembangan, yaitu: </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Adanya penambahan ukuran/berat serta perbedaan perbandingan ukuran/berat/ kesanggupan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Hilangnya ciri-ciri lama dan munculnya ciri-ciri baru. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> DAFTAR PUSTAKA</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Rochmah, Elfi Yuliana (2005), Psikologi Perkembangan, Ponorogo : Teras.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Fauzi, Ahmad (2004), Psikologi Umum, Bandung : Pustaka Setia.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Yusuf, Syamsu (2004), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : Rosda.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Kartono, Kartini (1995), Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung : Mandar Maju.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Arifin, Muhammad (1976), Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, Jakarta : Bulan Bintang.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Sukmadinata, Nana Syaodih (2003), Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung : Rosda.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Soesilowindradini (tt), Psikologi Perkembangan (Masa Remaja), Surabaya : Usaha.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Singgah (2002), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta ; BPK Gunung Mulia</span>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-5011473555733591772009-01-19T19:48:00.001+07:002009-01-19T19:50:39.255+07:00DOUBLE QUANTUM<span style="color: rgb(255, 102, 102);">A. Quantum Learning</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Pengertian Quantum Learning </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Quantum Learning berakar dari upaya Dr. Georgi lazanov seorang pendidik kebangsaan bulgaria yang bereksprimen dengan apa yang disebut sebagai “suggestology” atau “suggestopsdia”. Perinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti dapat mempengaruhi hasil dan situasi belajar. Dan setiap detail mempengaruhi sugesti positif ataupun negatif. Istilah lain yang dapat dipautkan dengan suggestology adalah pamercepatan belajar(accelerated learning). Pemercepatan belajar didefinisikan sebagai “memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan dengan upaya yang normal dan disertai dengan keriangan.” </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Perkembangan selanjutnya, Bobbi de Porter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Quantum Teaching), murid Lozanov ini, bersama Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistic.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting dalam program Neurolinguistik (NLP) yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Penulis mendefinisikan Quantum Learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya” jadi disini teknik pemercepatan belajar. NPL dengan teori, keyakinan serta teori strategi belajar yang lain seperti teori otak kanan dan kiri. Teori otak triene(3 in 1) belajar dengan simbol dan lain-lain. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Pendekatan-Pendekatan Dalam Quantum Learning </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Motivation </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dalam buku Quantum Learning disebutkan bahwa “kekuatan pikiran manusia itu tidak terbatas dan dan otak manusia mempunyai potensi yang sama, hanya bagaimana manusia termotifasi untuk mengali kemampuan dasar dan potensi yang dimilikinya. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Enjoy (lingkungan yang menyenangkan)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Enjoy didefinisikan oleh Dave Meier ialah “kegembiraan” bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Ini tak ada hubunganya kesenangan yang sembrono. Dan kemeriahan yang dangkal. Namun “kegembiraan” ini berarti bangkitnya minat. Adanya keterlibatan penuh dan terciptanya makna. Pemahaman, nilai yang membahagiakan, pada diri segi pembelajaran. Kegembiraan in jauh lebih penting untuk pembelajaran dari pada segala teknik dan metode atau medium yang mungkin di pilih untuk digunakan. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Active lerning (belajar aktif)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan dan menarik. Menurut Melvin I Silberman, belajar bukan merupakan konsekwensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membubuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif. Siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahakan berbagai masalah dan menerapakan apa yang mereka pelajari. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Self estrem (penghargaan diri)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Kemampuan untuk mengunakan keterampilan belajar dapat diperkuat oleh sikap positif dari diri seseorang keyakinan seseorang mengenai kemauan dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Prinsip-Prinsip Quantum Learning</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Everything is speaks (segalanya berbicara)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Maksud dari prinsip ini adalah segala sesuatu yang bersifat fisiologis seperti kontak mata, gerakan tangan ekspresi wajah, tepuk tangan, emosi, keinginan perasaan takut atau senang, kemauan secara sosio-kultural yang berwujud interaksi antar sesama peserta didik misalnya latihan, pola hidup masyarakat, bimbingan dan penyuluhan, semua itu akan memberi gambaran tentang pesan belajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Everything is on purpose (segalanya mempunyai tujuan atau maksud)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Sebelum melakukan hampir segalanya dalam hidup baik secara sadar maupun tidak maka akan timbul pertanyaan “apa manfaat bagiku?” segala sesuatu harus menjanjikan manfaat pribadi agar dapat dijadikan motivasi untuk melakukannya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dalam banyak situasi menemukan AMBAK (apa manfaatnya bagiku) sama saja dengan menciptakan minat dalam apa yang sedang dipelajari dengan menghubungkannya dengan “dunia nyata” ini terutama benar dalam situasi belajar yang formal. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Acknowledge every effort (hargai atau akal setiap usaha)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Semua orang senang di akui, menerima pengakuan membuat kita merasa bangga, percaya diri dan bahagia penelitian mendukung konsep bahwa kemampuan siswa meningkat karena pengakuan guru. Untuk mendapatkan hasil terbaik dengan siswa akuilah setiap usaha , tidak hanya usaha yang tepat sebagai guru, kita lebih banyak mengakui ketepatan dari pada proses belajar perseorangan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Siswa melakukan yang guru kehendaki mereka mencoba belajar, sayangnya mereka tidak diakui untuk hal tersebut. Hanya setelah mereka tahu berulah mereka dipuji. Ingatlah untuk memberikan pengakuan yang kuat dan konkret. Ungkapan seperti pujian dapat membantu siswa berfokus pada tindakannya yang baik sehingga dapat mengulanginya lagi dan lagi </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Experience before label (alami sebelum menamai)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Otak kita berkambang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">e. If it’s worth learning it’s worth celebration (jika sudah layak)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Biasanya sat kita mencapai sesuatu kita hanya melanjutkan kegiatan selanjutnya, tanpa menciptakan daya pendorong istimewa untuk mengulang keberhasilan itu sebagai guru anda layak menamakan bibit kesuksesan dan selalu menghubungkan belajar dengan perayaan. Perayaan membangun keinginan untuk sukses jasi rayakanlah sering-sering.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Keterampilan-Keterampilan Quantum Learning</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Menghafal</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. asosiasi</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">kunci untuk mendapat daya ingat yang istimewa adalah bagaimana cara kita mengasosiasikan berbagai hal dalam memori kita. Anda dapat mengunakan asosiasi sederhana untuk mengingat potongan-potongan informasi yang tersembunyi dan asosiasi yang lebih kompleks untuk mengingat teori-teori yang sulit dan bagian informasi yang mengandung banyak “potongan-potongan” kecil yang saling berkaitan. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. sistem cantol</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">sistem cantol ini dapat digunakan untuk menghafal daftar apa saja. Daftar angka-angka dicocokkan dengan kata-kata berbunyi sama atau petunjuk. Petunjuk visual digunakan sebagai suatu yang tetap (atau sebagai papan cantol anda) yang menjadi tertanam kuat dalam memori anda. Kunci untuk memasukkan kata-kata atau isltilah baru ke dalam sisitem cantol adalah dengan membuatnya sevisualil mungkin. Libatkan indra-indra. Buat asosiasi itu berwarna-warni, menonjol imajinatif. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. metode lokasi</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">untuk menggunakan metode lokasi ini pilihan tempat yang akrap dengan andan seperti rumah atau mobil anda dan letakkan apa yang ingin anda ingat di tempat itu.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. akronim dan kalimat-kalimat kreatif</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">akronim (singkatan) adalah kata yang dibentuk dari huruf-huruf awal atau masing-masing bagian dari sekelompok kata atau istilah gabungan. Suaut variasi dari metode hafalan ini adalah penggunaan kalimat-kalimat yang kreatif.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">5. Gaya belajar dalam Quantum Learning</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Walaupun masing-masing peneliti menggunakan istilah yang berda-beda menemukan berbagai cara untuk mengatasi gaya belajar seseorang, telah disepakati secara umum adanay dua katagori utama tentang bagaiman kita belajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. bagaiaman kita menyrap informasi dengan mudah (modalitas) yang dibagi menjadi menjadi:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Moditorial (belajar dengan cara mendengarkan)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">orang-orang auditorial lebih suka mendengarkan materinya dan kadang-kadang kehilangan urutannya jika mereka mencatat materinya selama presentasi berlangsung;</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">ciri-cirinya;</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- mudah terganggu oleh keributan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- merasa kesulitan untuk menulis atau hebat dalam bercerita</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- biasanya pembicara oleh keributan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- suka berbicara, suka berdiskusi </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. visual (belajar dengan cara melihat)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">orang-orang visual lebih suka membaca makalah dan memperhatikan ilustrai yang ditempelkan oleh pembicara di papan tulis. Mereka juga membuat cacatan-cacatan yang sangat baik.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ciri-cirinya;</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- rapi dan teratur</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- lebih suka membaca daripada di bacakan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- pengeja yang baik</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- mengingat apa yang dilihat dari pada yang di dengar</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. kirustetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">pelajar kinestetik lebih baik dalam aktivitas bergerak dan interaksi kelompok.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ciri-cirinya;</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- berbicara dengan perlahan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- menanggapi perhatian fisik</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- menghafal dengan cara berjalan dan melihat</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- menggunkan jari sebagai penunjuk ketika membaca</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">- tidak dapat duduk diam untuk waktu lama</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. cara kita mengatur dan mengolah informasi (dominasi otak)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Menurut Anthopy Geegore dominasi otak/ guru berfikir ada 4;</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Sekuensial Konkrit (SK)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pemikiran sekuensial konkrit berpegang pada kenyataan dan proses informasi dengan cara yang diatur linier, dan sekuensial. Bagi para SK realitas terdiri dari apa yang mereka dapat ketahui melalui indra mereka yaitu indra penglihatan, peraba, pendengaran , perasaan dan penciuman. Mereka memperhatikan dan mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta-fakta, informasi rumus-rumus atau aturan-aturan dengan mudah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Acak Konkret (AK)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pemikir acak konkret ini mempunyai sikap ekspremintal yang di iringi dengan prilaku yang kurang terstruktur. Mereka berdasar pada kenyataan tapi ingin melakukan pendekatan. (trial dan error) coba salah mereka mempunyai dorongan kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri. Waktu bukan prioritas bagi orang-orang AK mereka labih berorentasi pada proses dari pada hasil.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Acak Abstrak</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dunia nyata untuk pelajar abstrak adalah dunia perasaan dan emosi. pikiranAA menyerap ide-ide, informasi, dan kesan yang mengaturnya dengan refleksi (kadang-kadang hal ini memakan waktu lama hingga orang-orang tidak menyangka bahwa orang AA mempunyai reaksi atau pendapat perasaan juga dapat lebih mementingkan atau mempengaruhi hasil belajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Sekuensial Abstrak(SA)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori metafisika dan pemikiran abstrak.Meraka suka berfikir dalam konseb dalam konsep dan menganalisis informasi. Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristiwa yang teratur rapi adalah mudah bagi mereka untuk menopang hal-hal penting. Proses berfikir mereka logis, rasional, dan intelektual.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">B. Quantum Teaching</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Konsep Dasar Quantum Teaching</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Secara filologi Quantum Teaching berasal dari gabungan dua kata yakni Quantum dan Teaching. Dimana Quantum disini mengandung arti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Sedangkan Teaching mengandung makna proses belajar (Menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara engaja, menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif penyajian dan “keterlibatan aktif”.). Sehingga pengertian dari pada Quantum Teaching adalah menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Sebagai mana quantum learning, quantum teaching juga dirumuskan oleh Bobbi Deporter.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Persamaan Quantum Teaching diibaratkan mengikuti konsep Fisika Quantum yaitu:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">E =mc2</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">E =Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">M =massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c =interaksi (hubungan yang tercipta di kelas </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar pada peserta didik.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Asas utama Quantum Teaching adalah konsep “Bawalah dunia mereka kedunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Maksud asas utama ini memberi pengertian bahwa langkah awal yang harus dilakukan dalam pengajaran yaitu mencoba memasuki dunia yang dialami oleh peserta didik.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Cara yang dilakukan seorang pendidik untuk apa yang diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, maka dapat membawa mereka kedalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. “dunia kita” dipeluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari kedalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Quantum Teaching adalah sebuah program yang mengizinkan pendidik untuk memahami perbedaan gaya pembelajran para siswa di dalam kelas. Tujuannya adalah untuk mengajari pendidik bagaimana orang belajar dan mengapa siswa bertindak dan bereaksi terhadap sesuatu sebagaimana yang terlah terjadi selama ini. Quantum teaching menunjukkan pada guru bagaimana caranya untuk mengarang kesuksesan siswa mereka dengan mencatat “apa saja” di dalam kelas yang berkaitan dengan lingkungan, desain kurikulum dan bagaimana cara mempresentasikannya. Hasilnya adalah Quantum teaching merupakan cara yang efektif dalam mengajar siapa saja. Quantum teaching menawarkan ide baru tentang bagaimana menciptakan lingkungan yang baik yang menjanjikan bagi pelajar dan mendukung mereka dalam proses pembelajaran. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dalam Quantum Teaching, tidak ada siswa yang bodoh, yang ada adalah siswa yang belum berkembang karena titik sentuhnya belum cocok dengan titik sentuh yang diberikan guru. Berarti, guru perlu penyesuaian sesuai dengan kondisi siswa dengan berpedoman pada segalanya bertujuan, segalanya berbicara, mengalami sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan rayakan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Alasan Quantum Teaching</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Proses belajar mengajar merupakan fenomena kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan dari asosiasi serta inovasi-inovasi baru yang menambah maraknya kekomplekan proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang mewarnai dunia pendidikan adalah quantum teaching, dimana model pembelajaran ini menunjukkan pada kita cara untuk menjadi guru yang lebih baik. QT menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, ataupun mata pelajaran yang kita ajarkan (belajar dengan meriah).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dengan menggunakan metodologi QT, kita akan mengggabungkan keistimewaan-keistimewaan belajar menuju bentuk pengajaran yang akan melejitkan siswa. QT mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar.selain melejitkan siswa, metode pembelajaran QT juga akan mampu melejitkan kemampuan guru ntuk mengilhami peserta didik agar dapat berprestasi. Karena QT merupakan metode yang merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi paket multisensori, multi kecerdasan dan kompatebel dengan otak.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Metodologi Quantum Teaching ini merupakan metodologi yang sangat bagus untuk dipakai para pendidik. Dengan berbagai keunggulan yang ditawarkan diharapkan pendidik menjadi quantum teacher yang mampu mengembangkan kecerdasan individu peserta didik hingga tercapai hasil maksimal dari suatu proses pembelajaran.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Strategi Quantum Teaching</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Didalam buku Quantum Teaching kita akan memperoleh cara-cara atau strategi yang efektif diantaranya : </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Mengubah (Mengorkestrai) Keadaan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1) Mengorkestrai suasana yang menggairahkan diantaranya bagaimana agar suasana kelas tidak membosankan bagi siswa, misalnya mengakui setiap usaha yang dilakukan siswa.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2) Mengorkestrai landasan yang kukuh tujuannya yaitu mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran, menjadi pelajar yang lebih baik dan berintraksi serta mngembangkan keterampilan. Dan hal itu bisa diperoleh dengan 8 kunci keungulan yaitu : integritas (kejujuran), kekgagalan awal kesuksesan, bicaralah dengan niat baik (bicara yang pisitif, hindari gossip dan komunikasi berbahaya), hisup disaat ini (pusatkan perhatian pada waktu sekarang dan pergunakan), komitmen (penuhi janji dan kewajiban), tangungjawab, sifat lues dan fleksibel, dan keseimbangan (keselarasan pikiran, tubuh dan jiwa). </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3) Mengorkestrai lingkungan yang mendukung</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Lingkungan kelas mempengaruhi kemampuan siswa untuk berfokus dan menyerap Informasi, karena jika, lingkungan tidak mendukung maka kegiatan belajar mengajar akan membosankan dan terkesan itu-itu saja. Untuk mengatasi hal itu gunakanlah metode yang sangat sederhana yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang asyik, gembira dan menyenangkan. Misalnya dengan memasang poster ikon akan menampilkan isi pelajaran secara visual, poster afermatif kemudian cara penataan bangku, adanya musik, kerja kelompok dll. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4) Mengorkestrai perancangan pengajaran yang dinamis diantaranya :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a) Dari Dunia Mereka Ke Dunia Kita</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Asa utama Quantum Teaching terletak pada kemampuan Anda untuk menjembatani jurang antara dunia kita dan dunia mereka. Hal ini akan memudahkan Anda membagun jalinan, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat, dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan. Hanya dengan perancangan pengajaran, Anda dapat menyeberang ke dunia mereka dan membawa mereka ke dalam dunia Anda, ke dalam proses pembelajaran. Pada saat Anda secara sadar memasuki dunia mereka, Anda membangun kemitraan dengan mereka, yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Hal ini akan menciptakan relevansi bagi mereka, dan prosesnya akan terasa lebih seperti pembelajaran kehidupan nyata.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b) Modalitas V - A – K</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Visual yaitu modalitas yang mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat. Misalnya warna, ruang, gambar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Auditorial yaitu modalitas yang mengakses segala jenis bunyi, dan kata yang diciptakan maupun diingat, Misalnya musik, nada, irama, dialog internal dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Kinestik yaitu modalitas ini menaksessegala jenis gerak dan emosi yang diciptakan maupun diingat. Misalnya gerakan, kordinasi dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c) Kecerdasan berganda bertemu slim N BIL</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Spesial-Visual, berfikir dalam citra dan gambar misalnya mengambar, mensketsa, table, seni dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Linguistik-Verbal yaitu berfikir dalam kata-kata, mencakup kemahiran dalam berbahasa, berbicara, menulis, membaca dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Interpersonal yaitu berfikir lewat berkomunikasi dengan orang lain, memimpin, mengorganisasi, berinteraksi, sosialisasi dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Musikal-Ritmik yaitu berfikir lewat irama dan melodi, menyanyi, bersenandung, alat musik dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Naturalis yaitu berfikir dalam acuan alam. Misalnya jalan-jalan dilapangan terbuka, berinteraksi dengan binatang dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Badan-kinestetik yaitu berfikir melalui sensasi dan gerakan fisik Misalnya menari, berlari, melompat, permainan dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Intrapersonal yaitu berfikir secara reflektif misalnya berfikir, meditasi, bermimpi, merenung dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Logis-Matematis yaitu berfikir dengan penalaran. Misalnya bertanya, menghitung, logika deduktif, teka-teki dll.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d) Kerangka perancangan Quantum Teaching ( TANDUR )</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Tumbuhan yaitu sertakan diri mereka, piliat mereka, puaskan AMBAK (Apakah Manfaat Bagiku ).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Alami yaitu berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan "kebutuhan untuk mengetahui". </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Namai yaitu berikan "data", konsep, sebuah masukan, tepat saat minat memuncak.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Demontrasikan yaitu berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga penglaman pribadi.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Ulagi yaitu tunjukkan oelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan "Aku tahu bahwa aku memang tahu ini".</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">§ Rayakan yaitu ingat, jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan ! perayaan menambatkan belajar dengan asosiasi positif.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">e) Penggunaan Metafora, Perumpamaan, Dan Sugesti</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Bayangkan pada hari pertama sekolah, Anda dengan mudah menyertakan siswa, menambatkan asosiasi positif terhadap belajar, dan menarik semua modalitas belajar. Ada tiga unsur kunci yang dapat dijalinkan ke dalam pengajaran apapun: metafora, perumpamaan, dan sugesti. Metafora, kebanyakan sistem konseptual normal kita terstruktur secara metaforis; yaitu sebagian besar konsep dipahami sebagian-sebagian dalam bentuk konsep lain. Metafora dapat menghidupkan konsep-konsep yang dapat terlupakan, memunculkannya ke dalam otak secara mudah dan cepat dengan asosiasi. Perumpamaan, perumpamaan dan memori visual sangatlah kuat, Misalnya, jangan membayangkan kuda nil putih dengan strip-strip hijau. Anda tetap melihatnya juga, bukan? Otak Anda melakukannya dengan otomatis. Ilmuwan saraf mengatakan bahwa 90% masukan indra untuk otak berasal dari sumber visual dan otak mempunyai tanggapan cepat dan alami terhadap simbol, ikon, dan gambar yang sederhana dan kuat. Sugesti, kekuatan sugesti sangatlah mendalam; kita sering menggunakan frase ini dan mengalaminya setiap hari dalam periklanan, nuansa verbal, dan bahasa tubuh. Meskipun tidak secara sadar mengingat-ingatnya, otak kita berperan sebagai prosesor paralel yang dapat menyerap informasi lebih cepat dari yang kita pikir.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Mengorkrestai kesuksesan melalui isi</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Mengorkrestai kesuksesan melalui isi ini, diantaranya memakai empat prinsip komunikasi ampuh yaitu :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1) Munculkan Kesan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pilihlah secara sadar perkataan yang menimbulkan asosiasi positif, paculah pembelajaran dan tingkatkanlah komunikasi, sehingga pengakaran akan berkesan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2) Arahkan Fokus</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Memanfaatkan kemampuan otak yang mampu memilih dari banyaknya input indrawi, dan memusatkan perhatian otak.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3) Inklusif ( bersifat mengajak )</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4) Spesifik ( tepat sasaran )</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Kespesifikan membawa kejelasan, kejelasan mendorong lahirnya tindakan sehingga siswa faham dengan perkatan atau perintah guru.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Mengorkrestai fasilitas yang luwes </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1) Mengunakan prinsip K E G</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Know it ( ketahuilah hasilnya ), Explain it ( jelaskan hasilnya ), Get it and Give feedback ( daptkan hasilnya dan dapatkan umpan balik ).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2) Model kesuksesan dari sudut pandang fasilitator</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a) Gambaran keseluruhan mengenai pelajaran yang akan disampaiakan </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b) Pengenalan pertama akan Multisensori / Multikecerdasan, dengan menyusun kegiatan belajar sehingga siswa tertarik secara visual, auditorial dan kinestik.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c) Pemotongan menjadi segmen maksudnya disusun menjadi bagian-bagian yang mudah dicerna.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d) Ulangi sesering mungkin agar murid / siswa percaya diri dengan konsep-konsep baru. Mengulang membuat otak memperlakukan informasi secara berbeda dengan informasi sebelum otak berfokus lagi.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Mengorkrestai keterampilan hidup, karena hal itu akan membantu membentuk dan Mengorkrestai suasana dan landasan. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">e. Mengorkrestai kesuksesan melalui praktik.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">C. Aplikasi Quantum Learning Dan Quantum Teaching Dalam PAI</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Quantum learning dan Quantum Teaching yang merupakan terobosan baru dalam bagaimana cara belajar (how to learn) dan mengajar yang efektif efisien dan relevan dapat menjadi pegangan yang kondusif dan sesuai untuk semua mata pelajaran tak terkecuali PAI. Yang mana PAI sebagai pelajaran inti dalam segala mata pelajaran.karenanya PAI lebih efektif jiak dimasukkan dalam setiap mata pelajaran atau tema pokok pelajaran. Dikarenakan PAI harus benar-benar diminati dan tertanam dalam diri peserta didik maka cara belajar pendidikan agama islam harus menyenangkan, kreatif, dan efektif. Serta memotifasi dan demokratis yang sesuai dengan prinsip PAI yaitu ;</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">“pendidikan berdikari bergantung pada diri sendiri dalam pendidikan kebebasan dan demokratis, menjaga perbedaan perseorangan di antara anak-anak dlaam pendidikan dan pengajaran. Menjaga minat dan bakat. Memperlakukan peserta didik sesuai dengan akalnya. Bergaul baik dengan mereka. Lemah lembut dengna mereka. Menjaga pendidikan akhlak dan menggalakkan kunjungan-kunjungan ilmiah”</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Belajar dengan memberikan kebebasan juga memberikan motifasi penuh pada peserta didik. Karena pendidikan agama islam tidak hanya terbatas pada pentransferan ilmu saja tetapi bagaimana peserta didik bisa menjalankan perintah Allah SWT. Berinteraksi sesama manusia dan lingkungannya. Dan mampu mempraktekan segala sesuatu yang bersangkutan dengan kesejahteraan hidup di dunia dan kelak di akhirat nanti sesuai dengan tujuan PAI maka pendekatan dalam pembelajaran PAI harus memotifasi kepada peserta didik untuk berfikir kreatif belajar dengan tenang dan dan nyaman dan memberikan kesempatan bertanya, keterampilan=keterampilan dalam shalat, puasa, membaca Al-Qur’an, bersosialisasi bersama guru, orang tua dan teman.</span>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-20797897772381122262009-01-19T19:46:00.000+07:002009-01-19T19:48:01.651+07:00FUNGSI DAN KEDUDUKAN AS-SUNNAH TERHADAP AL-QUR'AN<span style="color: rgb(255, 102, 102);">A. Kedudukan As-Sunnah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Jumhur ulama menyatakan bahwa as-sunnah memiliki kedudukan ke-2 setelah al-Qur'an. Dalam hal ini Al-Suyuti dan Al-Qasimi memberikan sebuah pemikiran yang rasional dan tekstual. Adapun argumen tersebut ialah:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Al-Qur'an memiliki sifat qath’i al-wurud, sedang as-sunnah bersifat zhanni al-wurud. Oleh sebab itu yang bersifat qath’i harus didahulukan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. As-sunnah memiliki peran sebagai penjabaran al-Qur'an. Ini harus dipahami bahwa yang menjelaskan (as-sunnah) berkedudukan setingkat di bawah yang menjelaskan (al-Qur'an).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Adanya beberapa hadits dan atsar yang memberikan keterangan tentang urutan dan kedudukan as-sunnah setelah al-Qur'an hal ini bisa dilihat dari dialog antara Nabi dengan Mu’az bin Jabal yang waktu itu diutus ke negeri Yaman sebagai Qadli. Nabi bertanya: “Dengan apa kau putuskan suatu perkara?”. Mu’az menjawab, “Dengan Kitab Allah”. Jika tidak adanya nashnya, maka dengan sunnah Rasulullah, dan jika tidak ada ketentuan dalam sunnah maka dengan berijtihad.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Al-Qur'an berasal dari Allah sedang sunnah/hadits berasal dari hamba dan utusannya, maka selayaknya segala sesuatu yang berasal dari Allah itu lebih tinggi kedudukannya dibanding sesuatu yang berasal dari hamba-Nya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Selain argumen di atas al-Qur'an dan as-sunnah sendiri menyatakan bahwa kedudukan as-sunnah memang berada di nomor kedua setelah al-Qur'an. Hal itu bisa ditemui dalam surat an-Nisa’ ayat 59:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dan dalam ayat 80:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا (٨٠)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Artinya: “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Selanjutnya dalam hadits Nabi ditegaskan:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">تركت فيكم امرين ماان تمسكتم بهما لن تضلوا ابد اكتاب الله وسنة رسوله.(رواه ابوداود)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara atau pusaka, selama kalian berpegang kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Qur’an) dan sunnah rasul-Nya (HR. Abu Daud)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Terlepas dari berbagai alasan atau dalil yang menunjukkan bahwa kedudukan as-sunnah menempati posisi kedua setelah al-Qur’an banyak ayat-ayat yang tidak dapat dijelaskan, dan itu bisa ditemui dalam penjelasan-penjelasan yang ada di dalam as-sunnah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah SAW terhadap maksud ayat-ayat tersebut sesuai dengan perintah yang diberikan Allah SWT kepada beliau: Sebagaimana dalam surat an-Nahl ayat 44:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (٤٤)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Artinya: dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dan dalam surat Ali Imran 164:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (١٦٤)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Artinya : Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">B. Fungsi As-Sunnah Terhadap Al-Qur’an</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Menetapkan hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an bertujuan untuk menunjukkan bahwa masalah-masalah yang terdapat di dalam al-Qur’an dan as-sunnah itu sangat penting untuk diimani, dijalankan dan dijadikan pedoman dasar oleh setiap muslim.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Menempati posisi kedua setelah al-Qur’an, as-sunnah memiliki fungsi sebagai bayan atau penafsir yang dapat mengungkapkan tujuan dari al-Qur’an. Adapun penjelasan-penjelasan as-sunnah terhadap al-Qur’an diantaranya:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Bayan tafshil</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Yang dimaksud bayan tafshil ialah, bahwa as-sunnah itu menjelaskan atau memperinci ke-mujmal-an al-Qur’an, karena al-Qur’an bersifat mujmal (global) maka agar dia dapat berfungsi kapan saj adan dalam keadaan apa saja diperlukan perincian, dari situ fungsi sunnah sangat diperlukan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Contoh fungsi as-sunnah sebagai bayan tafshil yaitu masalah perintah shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan haji dan qishash. Perintah untuk melakukan hal-hal di atas, secara gamblang dapat terdapat di dalam al-Qur’an. Namun teknik operasional dari hal-hal tersebut tidak dijelaskan dalam al-Qur’an, akan tetapi didapati dalam as-sunnah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dalam permasalahan shalat misalnya, wa aqimu shalat (dirikanlah shalat) merupakan perintah oleh Allah kepada manusia untuk melaksanakan shalat, bahkan menurut para ulama, kalimat tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan tetapi tata cara dan bilangan rakaatnya tidak diperjelas dalam al-Qur’an, oleh sebab itu muncullah hadits yang menjelaskan bagaimana pelaksanaan shalat, sebagaimana hadits:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">صلواكماء أيتموني اصلى</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">”Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku mengerjakan shalat”</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Begitu pula hal-hal yang berkenaan dengan shalat, misalnya shalatnya orang yang muqim, bepergian, dalam keadaan perang, dalam keadaan sakit, maupun yang lainnya. Secara syarat, rukun serta praktek pelaksanaannya, semua dijelaskan oleh Rasulullah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Bayan takhsish</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Selain bersifat umum mujmal (global), al-Qur’an juga memiliki ayat-ayat yang bersifat umum, dari sini fungsi as-sunnah yakni mengususkan. Perbedaannya dengan bayan tafshil ialah kalau bayan tafshil, sunnah berfungsi sebagai penjelas yang kelihatan tidak ada pertentangan, sedangkan pada bagian takhsish ini di samping as-sunnah sebagai bayan, juga antara al-Qur’an dan as-sunnah secara lahiriah nampak ada pertentangan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Contoh sunnah yang mentakhsishkan al-Qur’an:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a) Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa setiap orang dihalalkan menikahi wanita-wanita bahkan juga berpoligami, tetapi dalam hadits dikatakan:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">لاتبمع بين المرأ وعمتها ولابين المرأة وخالتها (منفق عليه)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">”Tidak boleh seorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan ’ammeh (saudara bapaknya), dan seorang wanita dengan khalah (saudara ibu)nya”.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dan juga dalam hadits :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">ان الله حرم من الرضاعة ماحرم من النس.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">”Sesungguhnya Allah mengharamkan mengawani seseorang karena sepersusuan, sebagaimana halnya Allah telah mengharamkannya karena senasab”.(HR.Bukhori Muslim) </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur’an mengemukakan hukum atau aturan-aturan yang bersifat umum, yang kemudian dikhususkan dengan as-sunnah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b) Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa anak-anak dapat mewarisi orang tuanya dan keluarganya, hal itu berada dalam surat an-Nisa ayat 11:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap anak berhak mendapat harta pusaka (ahli waris) dan bagian laki-laki dua kali bagian anak perempuan, kemudian ayat ini dikhususkan dengan sunnah yang berbunyi:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">لا يرث المسلم الكافرولاالكافرالمسلم.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">”Seorang muslim tidak boleh mewarisi harta si kafir dan si kafir pun tidak boleh mewarisi harta si muslim”.(HR.Jama’ah)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Begitu juga dalam hadits:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">لايرث القاتل من المقتول شيعا (رواه النساى)</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">”Seorang pembunuh tidak mewarisi harta orang yang dibunuh”.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Bayan ta’yin</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Definisi bayan ta’yin ialah bahwa as-sunnah berfungsi menentukan mana yang dimaksud diantara dua atau tiga perkara yang mungkin dimaksudkan oleh al-Qur’an. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Seperti diketahui, dalam al-Qur’an banyak ayat atau lafal yang memiliki berbagai kemungkinan arti atau makna, oleh karena itu bayan ta’yin berperan dalam hal ini. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Contoh dalam kasus ini, di dalam al-Qur’an dikatakan bahwa perempuan-perempuan yang dicerai menunggu masa iddahnya sampai tiga kali quru’. Lafal quru’ dalam ayat yang berbunyi:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ini mempunyai arti haid dan suci. Oleh karena itu, apakah yang dimaksud ayat tersebut adalah perempuan yang ditalak itu tiga kali atau tiga kali suci. Masih belum jelas keterangannya maka pada kasus ini, hadits berperan dalam menentukan waktu yang dimaksud oleh lafal quru’.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Menurut asal lughah, makna harfiahnya, qur’un itu adalah waktu yang dibiasakan (al-waqt al-mu’tad) sedangkan dalam keterangan yang lain dikatakan bahwa yang dimaksud waktu yang dibiasakan itu tidak lain kecuali haid. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Untuk menguatkan pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a). Iddah itu diketahui dengan tidak adanya kehamilan di rahim, dan hal itu bisa diketahui dengan adanya haid.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b). Di dalam al-Qur’an, tidak pernah disebutkan sesuatu dengan kalimat atau lafal yang dianggap tidak sopan, meskipun yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah haid.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c). Terdapat hadits yang menyebutkan bahwa iddah perempuan yang di talak itu dengan 3x haid.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Bayan nasakh</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Selain ketiga fungsi di atas, fungsi as-sunnah juga sebagai penjelas ayat yang menasakh (menghapus) dan mana yang dimansukh (dihapus) yang secara lahiriyah ayat-ayat tersebut. Bayan nasakh ini juga disebut bayan tabdil (pengganti suatu hukum atau menghapusnya). </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">C. Menetapkan dan menentukan suatu hukum yang tidak terdapat di dalam al-Qur’an.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Segala tingkah laku manusia di dunia sudah diatur oleh Allah di dalam al-Qur’an, secara garis besar. Hal tersebut bisa dipahami dari wahyu Allah yang terakhir diturunkan kepada Nabi yakni surat al-Maidah ayat 3:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Yang dimaksud sempurna dalam ayat tersebut adalah bahwa secara global segala masalah keagamaan sudah diungkapkan dalam al-Qur’an. Meskipun demikian Rasulullah dalam prakteknya memberikan penjelasan yang lebih jelas dan terperinci guna memberikan kemudahan umatnya dan menjalankan perintah agama.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Contoh-contoh hukum yang ditetapkan as-sunnah antara lain, hukum haram memakan daging himar, daging binatang buas yang bertaring, dan haramnya laki-laki mengawini dua orang wanita yang bersaudara sekaligus.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> DAFTAR PUSTAKA</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Abuddinnata, Al-Qur'an dan Hadits, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta: RAjawali Pers, 2006.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Usman, Suparman, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> </span>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-27087816847744082832009-01-19T19:45:00.000+07:002013-03-18T11:25:48.051+07:00MOTIVASI BELAJAR<span style="color: red;">A. Hubungan Motifasi Dan Hubungannya Dengan Istilah “Motif”, “Drive” Dan “Need”.</span>
<span style="color: red;">1. Definisi Motivasi</span>
<span style="color: red;">Motivasi berawal dari kata motif, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam untuk melakukan aktifitas-aktifaitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata motif, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak. Sebagai contoh: kebutuhan akan pengakuan sosial mendororng seseorang untuk melakukan upaya kegiatan sosial atau mendapatkan posisi di masyarakat.</span>
<span style="color: red;">Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu:</span>
<span style="color: red;">1) Motivasi dapat mengawali terjadinya perubahan energi pada sirisetiap individu manusia.</span>
<span style="color: red;">2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa “feeling”, afeksi seseorang.</span>
<span style="color: red;">3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. </span>
<span style="color: red;">James O. Whittaker memberi definisi secara umum tentang motivasi. Menurutnya motivasi adalah kondisi atau keadaaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.</span>
<span style="color: red;">Motivasi juga dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha meniadakan rasa tidak suka itu. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar mengajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.</span>
<span style="color: red;">2. hubungan motivasi dengan istilah motif, drive dan need.</span>
<span style="color: red;">Motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan luar individu. Terhadap tenaga-tenaga tersebut beberapa ahli memberikan istilah yang berbeda, yaitu:desakan (drive), motif (motive), dan kebutuhan (need).</span>
<span style="color: red;">Walaupun terdapat kesamaan diantara ketiganya yaitu motif, drive, dan need dan semuanya mengarah kepada motivasi, namun beberapa ahli memberikan arti khusus terhadap hal tersebut, yaitu:</span>
<span style="color: red;">a. Motif atau “motive”adalah dorongan yang terarah pada kebutuhan psikis atau rohaniah.</span>
<span style="color: red;">b. Desakan atau “Drive” diartikan sebagai dorongan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah.</span>
<span style="color: red;">c. Kebutuhan atau “Need” merupakan suatu keadaan dimana individu merasakan adanya kekurangan, atau ketiadaan sesuatu kekurangan, atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya.</span>
<span style="color: red;">Meskipun ada variasi makna ketiga hal tersebut sangat bertalian erat dan sukar dipisahkan,dan semuanya termasuk suatu kondisi yang mendorong individu melakukan kegiatan, kondisi tersebut disebut motivasi.</span>
<span style="color: red;">B. Macam-macam motivasi.</span>
<span style="color: red;">1. Menurut sifatnya motivasi dibedakan ats tiga macam</span>
<span style="color: red;">a Motivasi takut (fear motivation), individu melakukan suatu perbutan karena takut.</span>
<span style="color: red;">b Motivasi insentif (incentive motivation), individu melakukan suatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif.</span>
<span style="color: red;">c Motivasi sikap (attitude motivation), motivasi ini lebih bersifat intrinsik, muncul dari dalam diri individu, berbeda-beda dengan kedua moyivasi sebelumnya yang lebih bersifat ekstrisik dan dtang dari luar diri individu. Sikap merupakan suatu motivasi karena menunjukkan ketertarikan atau ketidaktertarikan seseorang terhadap suatu objek.</span>
<span style="color: red;">2) Dilihat dari dasar pembentukannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:</span>
<span style="color: red;">a. Motif – motif bawaan yang dibawa sejak lahir, contoh: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja dll.</span>
<span style="color: red;">b. Motif – motif yang dipelajari, contoh: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu dalam masyarakat.</span>
<span style="color: red;">3) Menurut Abraham Maslow, motivasi terbagi menjadi lima macam, yaitu:</span>
<span style="color: red;">a. Motif fisiologis, yaitu dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akanmakan, minum, bernafas, bergerak dll.</span>
<span style="color: red;">b. Motif pengamanan, yaitu dorongan-dorongan untuk menjaga atau melindungi diri dari gangguan.</span>
<span style="color: red;">c. Motif persaudaraan dan kasih sayang, yaitu motif untuk membina hubungan baik denga jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda.</span>
<span style="color: red;">d. Motif harga diri, yaitu motif untuk mendapatkan pengenalan, pengakuan penghargaan dan penghormatan dari orang lain.</span>
<span style="color: red;">e. Motif aktualisasi diri. Manusia memiliki potensi-potensi yang dibawa dari kelahirannya dan kodrtnya sebagai manusia. Potensi dan kodrat ini perlu diaktualkan atau dinyatakan dalam berbagai bentuk sifat, kemampuan dan kecakapan nyata. </span>
<span style="color: red;">Kalau digambarkan dalam sebuah bagan, kelima macam motif yang menunjukkan tahap tersebut membentuk tangga seperti pada gambar berikut:</span>
<span style="color: red;">Kelima macam motif itu tersusun dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi. Menurut maslow pada umumnya motif yang lebih tinggi akan muncul apabila motif dibawahnya telah terpenuhi. Meslkipun demikian tidak mustahil terjadi kekecualian, bahwa motif yang lebih tinggi muncul meskipn motif dibawahnya belum terpenuhi. </span>
<span style="color: red;">C. Hubungan motivasi dengan kebutuhan manusia</span>
<span style="color: red;">Dalam setiap perbuatan manusia pasti mempunyai tujuan tertentu dan berdasarkan motif tertentu pula. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan diperlikan sebuah motivasi. Motivasi inilah yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada manusia untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang dapat memberikan kepuasan apabila berhasil dicapai. Memang, sulit untuk mengetahui motivasi pada diri seseorang dapat diinterprestasikan dari tingkah lakunya.</span>
<span style="color: red;">Tingkah laku yang memenuhi kebutuhan, cenderung untuk diulangi apabila kebutuhan itu ditumbuhkan. Tingkah laku yang mencapai ke arah tercapainya tujuan menjadi semakin kuat, yakni bilamana seseorang dimotivasi lagi dengan cara yang sama maka tingkah laku itu terjadi lagi.</span>
<span style="color: red;">Dalam kegiatan belajar mengajar, guru sering manghadapi tingkah laku-tingkah laku kelas yang tidak dapat diterapkan dan sulit diatasi karena tingkah laku tersebut telah diperkuat untuk memenuh kabutuhan tertentu. Dalam situasi-situasi yang agkanya memberikan “reword” bagi seorang anak, kecenderungan tingkah laku dapat dipelajari. Banyak cara yang bisa dilakukan untk memenuhi kebutuhab anak misalnya dengan memberi pujian atau penghargaan-penghargaan lainnya.</span>
<span style="color: red;">Misalnya, anak yang selalu berbicara di kelas sering menggenggu ketenangan kelas barangkali berusaha memenuhu kebuthab untuk mendapatkan perhatian. Bila tingkah lakunya menarik perhatian, maka kemarahan dan teguran dari guru sangat berpengaruh. </span>
<span style="color: red;">Jadi motivs adalah wujud khusus dari proses motivasi, sedangkan needs adalah keadaan yang menimbulkan motivasi. Needs merupakan potensialitas tetap yang dimotivasi dengan cara tertentu. Timbulnya kebutuhan dalam diri seseorang adalah menunjukkan bahwa orang itu termotivasi dengan cara tertentu.</span>
<span style="color: red;">D. Proses motivasi dalam belajar.</span>
<span style="color: red;">Dalam psikologi belajar, proses verarti cara-cara atau langkah-langkah yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988). Jadi, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi kearah yang lebih maju daripada keadaan yang sebelunnya. Mengenai tahap-tahap belajar terdapat beberapa pendapat. </span>
<span style="color: red;">1) Menurut Jerome S. Bruner, dalam proses belajar siswa menempuh tiga tahap:</span>
<span style="color: red;">1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)</span>
<span style="color: red;">2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)</span>
<span style="color: red;">3. Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)</span>
<span style="color: red;">2) Menurut Arno F. Witting (1981) dalm bukunya Psycology Of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:</span>
<span style="color: red;">1. Acquisition( tahap perolehan / penerimaan informasi)</span>
<span style="color: red;">2. Storage (tahap penyimpanan informasi)</span>
<span style="color: red;">3. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)</span>
<span style="color: red;">3) Menurut Albert Bandura (1977), seorang behavworis moderat penemu teori social learning / observational learning, setap proses belajar terjadi dalam urutan tahapan peristiwa yang meliputi:</span>
<span style="color: red;">1. Tahap perhatian (attentional phase)</span>
<span style="color: red;">2. Tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase)</span>
<span style="color: red;">3. Tahap reproduksi (reproduction phase)</span>
<span style="color: red;">4. Tahap motivasi (motivation phase)</span>
<span style="color: red;">E. Faktor-Faktor Yang Memepermudah Timbulnya Motivasi Belajar</span>
<span style="color: red;">1. Readiness (Kesiapan)</span>
<span style="color: red;">Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons/jawaban di dalam cara tertentu terhadap kondisi tertentu. Kondisi mencakup tiga aspek:</span>
<span style="color: red;">a. Kondisi fisik, mentakl dan emosional</span>
<span style="color: red;">b. Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan</span>
<span style="color: red;">c. Keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.</span>
<span style="color: red;">Adapun prinsip-prinsip readiness adalah:</span>
<span style="color: red;">· semua aspek perkembangan berinteraksi (saling mempengaruhi)</span>
<span style="color: red;">· kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari pengalaman</span>
<span style="color: red;">· pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap kesiapan</span>
<span style="color: red;">· kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk selama masa pembentukan dalam masa perkembangan.</span>
<span style="color: red;">Readiness mengandung beberapa aspek yaitu:</span>
<span style="color: red;">a. kematangan, adalah proses yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan.</span>
<span style="color: red;">b. Kecenderunagn, menurut j. Piaget perkembangan kecerdasan meliputi:</span>
<span style="color: red;">1. sensori motor period (0-2 tahun)</span>
<span style="color: red;">anak banyak bereaksi reflak, reflek tersebut belum terkoordinasi.</span>
<span style="color: red;">2. preoperational period (2-7 tahun)</span>
<span style="color: red;">anak mulai mempelajari nama-nama dari objek yang sama dengan apa yang dipelajari orang dewasa.</span>
<span style="color: red;">3. concerete operation (7-11 tahun)</span>
<span style="color: red;">pikiran anak sudah mulai sta dalam arti aktifitas batiniah dan skema pengamatan mulai diorganisasikan menjadi sistem pengerjaan yang logis.</span>
<span style="color: red;">4. formal operation ( lebih dari 11 tahun)</span>
<span style="color: red;">5. kecakapan anak tidak lagi terbatas pada objek-objek yang konkret. Anak mulai mampu memandang kemungkinan-kemungkinan yang ada melalui pemikirannya, dapat mengorganisasikan situasi/masalah, serta dapat berpikir logis.</span>
<span style="color: red;">2. transfer</span>
<span style="color: red;">transfer adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakkan kemudian. Apabila hasil belajar yang terdahulu itu memperlancar proses belajar berikutnya maka transfer tersebut disebut transfer positif. Namun jika mengganggu proses belajar berikutnya mak atransfer tersebut disebut transfer negatif.</span>
<span style="color: red;">Ada beberapa teori mengenai transfer, yaitu:</span>
<span style="color: red;">a. teori disiplin mental formal</span>
<span style="color: red;">b. teori komponen-komponen identik</span>
<span style="color: red;">c. teori generalisasi</span>
<span style="color: red;">d. teori gestalt</span>
<span style="color: red;">untuk mempermudah transfer dibutuhkan kondisi yang kondusif, yaitu dengan adanya kemampuan asli pelajar, murid mempelajari materi yang menarik baginya, sikap positif dan usaah asukarela murid, cara mengajar yangmenarik, bervariasi, tepat guna dan sesuai dengan kemampuan murid.</span>
<span style="color: red;">Adapun prinsip transfer adalah:</span>
<span style="color: red;">· menanamkan kesungguhan pada anggota yang belajar</span>
<span style="color: red;">· membuat materi belajar menjadi bermakna</span>
<span style="color: red;">· memungkinkan trjadinya konsekuensi yang memuaskan terhadap respon-respon yang benar </span>
<span style="color: red;">· menyediakan latihan/ praktek </span>
<span style="color: red;">· menghindari organisasi yang salah dan gangguan </span>
<span style="color: red;">· menekankan konsep-konsep dan kemampuan umum</span>
<span style="color: red;">· memungkinkan terjadinya aplikasi</span>
<span style="color: red;">· memungkinkan peningkatann belajar dan tindak lanjutnya.</span>
<span style="color: red;">3. incentif</span>
<span style="color: red;">incentive adalah penghargaan yang diberikan atas keberhasilan siswa sehingga siswa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Sehubungan dengan hal ini umpan balik merupakan hal yang sangat berguna untuk meningkatkan usaha siswa. Penghargaan ini mislnya berupa pujian, angka yang baik, memberi hadiah, dan lain-lain. Incentif dapat dibedakan menjadi dua macam:</span>
<span style="color: red;">· insentif istrinsik, yaitu situasi yang mempunyai hubungan fungsional dengan tugas dan tujuan. Misalnya pengenalan tentang hasil/kemajuan belajar serta mengenai persaingan sehat.</span>
<span style="color: red;">· Insentif ekstrinsik, yaitu situasi yang tidak mempunyai hubungan fungsional dengan tugas. Misalnya: ganjaran, hukuman, perlakuan kasar, kekejaman, dan ancaman yang membuat takut.</span>
<span style="color: red;">Dari kedua macam intensif tersebut, yang lebih memajukan belajar individu adalah insentif intrinsik.</span>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-21523093511324837632009-01-19T19:42:00.000+07:002009-01-19T19:44:18.390+07:00MALAS BELAJARA. Pengertian Belajar
Dikalangan para ahli psikologi, terdapat keanekaragaman definisi belajar yang berkembang, diantaranya:
a. Menurut James O. Whittaker, belajar di definisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau melalui latihan atau pengalaman. Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit dan pengaruh obat-obatan tidak termasuk proses belajar.
b. Gagne, dalam bukunya ”The conditions of learning (1997)” menyatakan bahwa belajar terjadi apabila ada suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
c. Menurut Thorndike (aliran koneksionisme), belajar adalah usaha untuk membentuk antara stimulus dan respon. Menurutnya orang belajar karena menghadapi masalah yang harus dipecahkan. Masalah itu merupakan stimulus bagi individu yang nantinya melahirkan suatu respon (reaksi) dan bila reaksi itu berhasil, maka terjadilah hubungan SR dan terjadi pula peristiwa belajar.
Dari perbedaan definisi diatas, dapat ditarik benang merah bahwa belajar adalah proses perubahan, perubahan yang seutuhnya baik lahir maupun batin serta perubahan-perubahan yang positif yaitu perubahan yang menuju ke arah kemajuan atau ke arah perbaikan (فاستبقوا الخيرات )
B. Sebab-Sebab Malas Belajar
Fenomena malas belajar biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, hal itu juga bukan merupakan patokan yang utama. Banyak para ahli ataupun dari pengamatan penulis sendiri yang mencoba menganalisa sebab-sebab seorang malas belajar, diantaranya :
1. Faktor intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri)
Yang meliputi :
a. Faktor fisiologi (sebab yang bersifat fisik)
1) Karena Sakit (kesehatan)
Seseorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang dierima melalui inderanya tidak dapat diteruskan ke otak. Lebih-lebih sakitnya lama, sarafnya akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat masuk sekolah untuk beberapa hari yang dapat mengakibatkan ia tertinggal jauh dalam pelajarannya.
Untuk itu, agar seseorang dapat belajar dengan optimal hendaknya mengusahakan kesehatan badanya tetap terjamin dengan cara mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan ibadah.
2) Kelainan fisik
Kelainan fisik atau cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna tubuh seseorang.
Cacat tubuh dibedakan menjadi :
a) Cacat tubuh yang ringan
Seperti kurang pendengaran, kruang penglihatan, gangguan psikomotor, dll. Cacat jenis ini berperosentasi minimal dalam mempengaruhi malas belajar. Sehingga pengaturannya tergantung pembimbing individu tersebut.
b) Cacat tubuh yang tetap (serius)
Seperti buta, tuli, bisu, hilang tangan dan kakinya, dan lain-lain. Agar individu tidak merasa tersisihkan karena fisiknya kurang sempurna, disarankan masuk sebuah lembaga pendidikan khusus seperti SLB, Bisu Tuli, dan sebagainya, agar mereka dapat meningkatkan rasa percaya diri, merasa betah di dalamnya dan pelajaran-pelajaran yang khusus untuk mereka akan membuat mereka berani menghadapi realitas.
b. Faktor psikologis
1) Inteligensi
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
Menurut Robert D. Carpenter MD, seorang peneliti, bahwa masalah belajar dapat dimulai dari pengaruh IQ di anak itu sendiri. Landasanya berdasarkan penelitian yang ia lakukan dalam hal perkembangan belajar murid sekolah dasar di California, AS, dalam pengamatan ditemukan adanya perbedaan yang kerap kali menyebabkan anak-anak mengalami masalah belajar yang akhirnya cenderung membuat mereka menjadi malas. Faktor ini dapat mempengaruhi anak sehingga mengalami ketertinggalan dibanding dengan anak lain seusianya. Hal ini disebut underachievement.
2) Perhatian
Menurut Gazali, perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda / hal) atau sekumpulan obyek.
Agar hasil belajar dapat maksimal, hendaknya pelajar mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya agar tidak timbul kebosanan. Usahakan besi pendidik agar bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.
3) Bakat
Bakat atau optitude ialah potensi / kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir atau terbentuk oleh pengaruh lingkungan.
Jika suatu pelajaran itu sesuai dengan bakat seorang pelajar, maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang belajar pelajaran tersebut serta ia akan lebih giat dalam belajar. Oleh karena itu penting untuk mengetahui bakat seseorang.
4) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Pelajar akan merasa malas jika tidak adanya minat.
Namun, minat dapat juga dibangkitkan dengan cara :
a) bangkitlah suatu kebutuhan (kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat penghargaan, dan sebagainya)
b) hubungan dengan pengalaman yang lamapu
c) beri kesempatan untuk mendapat hasil baik, ”nothing succeds like succes” tak ada yang lebih memberi hasil yang baik daripada hasil yang baik.
d) Gunakan metode mengajar yang variatif
5) Motivasi
Motivasi dapat dirumuskan sebagai sesuatu kekuatan atau energi yang mampu menggerakkan tingkah laku seseorang untuk beraktivitas.
Motivasi dapat timbul dari dalam diri pelaku sendiri. Namun, juga dapat muncul dari luar diri pribadi seseorang.
Jika orang tua atau guru mampu membangunkan motivasi belajar anaknya maka sesulit apapun suatu materi pelajaran atau pembelajaran yang diikutinya niscaya mereka akan mengalaminya dengan “enjoy” dan pede”.
6) Kelelahan
Kelelahan pada diri seseorang meski sulit untuk di pisahkan namun dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan rohani (bersifat psikis). Kelelahan juga sangat mengganggu kondisi belajar siswa sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan agar seseorang itu tidak malas belajar.
- Tipe-tipe khusus seorang pelajar
Keanekaragaman tipe belajar seseorang juga sangat berpengaruh pada malasnya seseorang tuk belajar suatu pelajaran. Adapun tipe-tipenya sebagai berikut :
- Tipe visual, akan cepat mempelajari bahan-bahan
Yang disajikan secara tetulis, bagan, grafik, gambar intinya ia mudah mempelajari bahan pelajaran yang dapat dilihat dengan alat penglihatannya. Sebaliknya ia merasa sulit belajar apabila dihadapkan bahan-bahan dalam bentuk suara atau gerakan.
- Tipe auditif, mudah mempelajari bahan yang disajikan dalam bentuk suara (ceramah), begitu menerangkan ia cepat menangkap bahan pelajaran, disamping itu kata dari teman (diskusi atau suara radio/kaset) ia mudah menangkapnya. Baginya pelajaran yang disajikan dalam bentuk tulisan, peradaban dan gerakanlah yang mengalami kesulitan.
- Tipe motorik, mudah mempelajari bahan yang berupa tulisan-tulisan, gerakan-gerakan dan sulit mempelajari bahan berupa suara dan penglihatan.
Tipe khusus ini kebanyakan pada anak didik relatif sedikit, dan kenyataannya banyak yang bertipe campuran (Abu Ahmadi : 1990, 81).
2. Faktor Ekstern
a. Faktor keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Sebagaimana firman allah
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
”hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. At-Tahrim : 6)
Ayat diatas menunjukkan bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama, namun, juga bisa menjadi salah satu faktor malasnya belajar seseorang, diantaranya :
1) Faktor orang tua
· cara mendidik : orang tua yang kurang / tidak memperhatikan pendidikan anaknya dapat menyebabkan anak malas dan tidak berhasil dalam belajarnya. Contoh mungkin seorang anak sebenarnya pandai namun karena cara belajarnya yang tidak teratur mengakibatkan menumpuknya masalah yang ia hadapi dan berdampak pada kemalasan ia belajar.
Orang tua yang terlalu kasihan terhadap anaknya sehingga tidak sampai hati untuk memaksa anaknya belajar (memanjakannya) juga tidak baik terhadap perkembangan anak, karena jika hal itu dibiarkan berlarut-larut, anak akan menjadi nakal, berbuat seenaknya dan pastilah belajarnya kacau.
Mendidik dengan cara keras, terlalu memaksa dan mengejar-ngejar anaknya untuk belajar juga merupakan ara mendidik yang salah. Yang akibatnya membuat anak takut serta benci belajar. Bahkan jika ketakutan itu sering ia rasakan, akan menganggu kejiwaan anak.
· Relasi antar anggota keluarga
Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah hubungan orang tua dengan anak, relasi ini erat hubungannya dengan cara orang tua mendidik. Agar dalam jiwa anak tidak tertanam malas belajar, maka diperlukan hubungan yang penuh pengertian dan penuh kasih sayang dalam menjalin sikap antara anggota keluarga.
· Contoh atau bimbingan dari orang tua
Orang tua merupakan contoh terdekat dari anak-anaknya. Segala yang diperbuat orang tua tanpa disadari akan ditiru oleh anaknya.
Maka hendaklah orang tua ataupun guru mampu menjadi teladan bagi anaknya.
Sebagaimana nabi muhammad menjadi teladan bagi umatnya.
إنما بعثت لأتمم مكارم الخلاق
“sesungguhnya aku (Nabi Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak”
2) Suasana rumah / keluarga
Tidak hanya suasana rumah yang mungkin ketika ramai ataupun suasana rumah yang kurang harmonis dapat mengganggu kosentrasi belajar anak, namun juga adanya konstruksi bangunan rumah yang mungkin jarang diperhatikan oleh banyak sekali keluarga. Oleh karena itu, orang tua harus mampu menjamin seluruh penghuni agar betah di rumah, terutama anak-anak meski bertempat di dalam gubuk miskin.
3) Keadaan ekonomi keluarga
Ekonomi yang kurang / miskin, juga akan mengakibatkan anak malas belajar karena kurang terpenuhinya apa yagn dia butuhkan. Belum lagi ketika dia minder dengan teman lain karena kemiskinan atau bahkan ia harus mencari nafkah untuk membantu kehidupan keluarga. Namun juga tidak dapat dipungkiri tentang keadaan anak yang serba kekurangan. Dan selalu menderita ekonomi, justeru menjadikan keadaan ini sebagai cambuk baginya untuk belajar lebih giat dan akhirnya sukses.
Sebaliknya keluarga yang ekonominyalebih, yang orang tuanya cenderung memanjakannya juga akan membuat anak malas belajar. Tetapi jika ia mampu memanfaatkan fasilitas yang ada untuk kebutuhan pendidikannya, hasil belajarnya juga optimal.
b. Faktor sekolah
1) Guru
Guru juga akan menjadi penyebab malasnya belajar siswa, apabila :
· Guru tidak menguasai didaktik metodik mengajar
· Relasi guru dan murid senggang
· Guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak
· Guru tidak terampil dalam mendiagnosis permasalahan anak didik.
2) Alat
· Gedung yang kurang memadai,
· Peralatan yang kurang lengkap
· Kurikulum yang kurang baik
· Disiplin dan waktu sekolah yang kurang
Namun, juga tidak menutup kemungkinan kekurangan di atas dapat melumpuhkan minat belajar siswa.
c. Faktor masyarakat / lingkungan
1) Faktor mass media, meliputi :
Bioskop, televisi, komik, playstation, majalah, HP, dan lain-lain yang jika dibiarkan terus menerus akan membuat siswa menjadi malas.
2) Faktor lingkungan yang merupakan pengaruh kedua dari keluarga, seperti teman sekolah, teman bergaul, lingkungan tetangga, aktivitas masyarakat dan lain-lain.
C. Solusi Mengatasi Malas Belajar
Langkah dasar untuk mengatasi hal ini yaitu dengan mengidentifikasi sebab-sebab yang menjadikan seorang pelajar malas belajar.
Orang tua dapat melakukan pendekatan kepada pihak sekkolah apakah sifat malat belajar yang sering terlihat di rumah juga dirasakan gurunya sewaktu mengajar di kelas, begitu juga sebaliknya bagi seorang guru, agar dapat menemukan gambaran sempurna untuk solusi langkah selanjutnya.
Jikalau masalah itu rumit, orang tua hendaknya dengan sabar mendengarkan keluhkesah anaknya dan bersama memecahkan problem anak. Jangan hanya ketika orang tua menerima hasil belajar anak dan ternyata nilainya menurun, orang tua lalu memaki-maki anak hingga membuat anak ketakutan.
Setelah semua masalah teratasi hendaknya orang tua membuat kesepakatan bersama dengan anaknya. Kesepaktan ini untuk mencitpakan kedisiplinan, keadaan yang bertanggung jawab serta memotivasi anak. Di dalam kesepakatan juga terdapat hadiah atau sanksi yang harus diterima anak. Kalaupun ada sanksi yang dibut, biarkan anak yang menentukan sebagai wujud tanggung jawabnya terhadap kesepakatan yang telah disepakati bersama.
Mungkin, masih banyak cara untuk mengatasi masalah belajar. Karena pada intinya belajar tidak hanya berkiblat pada pendidikan tetapi berubah untuk menjadi lebih baik. Dan hal yang terpenting adalah tugas mana orang tua bisa menanamkan motivasi belajar dalam diri anaknya, agar si anak selalu bersemangat belajar meski cobaan menghadangnya. Hal ini sesuai dengan suatu maqola :
علموا اولادكم مخلوقون للزمان غير زمان
“Ajarilah anak-anakmu (motivasi) karena mereka dibuat untuk suatu zaman selain zamanmu”.
Penanaman motivasi belajar yang paling penting adalah :
العلم خير من المال
“Ilmu itu lebih baik dari harta”
Karena dengan ilmu akan bias menjaga seseorang sedangkan dengan harta, orang tersebut yang akan menjaganya, motivasi yang ditanamkan dari kecil, niscaya akan tetap dijaganya hingga kelak ia berhenti bernafas.
DAFTAR PUSTAKA
_______, 1995. Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta : Bumi Aksara
Ahmad, Abu. 1990. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta,
Ahmadi, Drs. H. Abu dan Drs. Widodo Supriyono, 1990. Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Daradjat, Dr. Zakiah, 1982, Mencari bakat anak-anak. Jakarta : Bulan Bintang.
Depag RI. 1993. Al-qur’an dan Terjemahannya. Semarang :CV. Alwaah.
Mustaqim, Drs. 1991. Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Nasution, Prof. Dr. S. M.A. 1995, Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara,
Purwanto, Drs. M. Ngalim, Mp. 2006. Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Slameto, Drs. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta,NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-36001621133691997412009-01-19T19:40:00.000+07:002009-01-19T19:42:10.668+07:00PUBERTAS<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Oleh:Eka Warda</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">A. Definisi Pubertas </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk asesksual menjadi makhluk seksual. Makhluk seksual disini dimaksudkan sebagai tahap dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan mencapai kemampuan reproduksi serta pertumbuhan somatis dan perspektif psikologis. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">“Pubertas’ berasal dari kata latin yang berarti “sia kedewasaan” dimana lebih mengarah pada perubahan fisik dari pada perubahan perilaku. Diantara orang-orang Yunani kuno, masa puber dikenal sebagai saat terjadinya perubahan-perubahan fisik dan perilaku. Aristoteles menulis di dalam Historia Animalium:</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">“Sebagian besar pria mulai memproduksi sperma setelah usia 14 tahun. Pada saat yang sama rambut kemaluan mulai tumbuh… pada saat yang sama payudara wanita mulai membesar dan haid mulai mengalir, cairan haid menyerupai darah segar… pada umumnya haid terjadi bilamana payudara sudah tumbuh setinggi dua jari” </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Yang lebih penting adalah penekanan aristotels pada perubahan-perubahan perilaku. Anak perempuan yang lagi puber mudah marah, penuh gairah, sangat rajin, dan selalu memerlukan pengawasan kern berkembangnya dorongan-dorongan seksual. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Berdasarkan pengetahuan saat ini, harapan sosial berkembang dalam bentuk tugs perkembangan yang merupakan pedoman bagi para orang tua dan guru untuk mengetahui harapan anak-anak yang masuk periode metamofosis ini. Anak-anak juga sadar bahwa mereka memasuki tahapan baru dalam kehidupan. Dan seperti halnya dalam semua penyesuaian diri dengan harapan sosial yang baru, sebagian besar menganggap masa puber sebagai periode yang sulit dalam kehidupan mereka. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">B. Tahap Pubertas </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Meskipun masa puber relatif merupakan periode yang singkat dalam rentang kehidupan, namun biasanya di bagi menjadi tiga tahap, yaitu:</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">1. Tahap Prapuber </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tahap ini bertumpang tindih dengan satu atau dua tahun terakhir masa kanak-kanak pada saat anak dianggap sebagai “prapuber” yaitu bukan lagi seorang anak tetapi belum juga seorang remaja. Ciri-ciri seks sekunder mulai tampak tetapi organ-organ reproduksi belum sepenuhnya berkembang. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">2. Tahap Puber </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Saat dimana kriteria kematangan seksual muncul. Haid pada anak perempuan dan pengalaman akan basah pertama kali di malam hari pada anak laki-laki. Ciri-ciri seks sekunder terus berkembang dan sel-sel diproduksi dalam organ-organ seks. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">3. Tahap Pascapuber </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tahap ini bertumpang tindih dengan tahun pertama atau kedua masa remaja. Selam tahap ini, ciri-ciri seks sekunder telah berkembang baik dan organ-organ seks mulai berfungsi secara matang. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">“Dumber menyatakan” </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">“Selama periode ini anak yang sedang berkembang mengalami berbagai perubahan dalam tubuh. Perubahan dalam status termasuk penampilan, pakaian, milik, jangkauan pilihan dan perubahan dalam sikap terhadap seks dan lawan jenis. Kesemuanya meliputi hubungan orang tua anak yang berubah dan perubahan dalam peraturan-peraturan yang dikenakan kepada anak muda. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">C. Kriteria Pubertas </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">1. Anak perempuan </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Haid pertama sering digunakan sebagai kriteria kematangan seksual, tetapi ini bukanlah perubahan fisik pertama dan terakhir yang terjadi selam masa puber. Bila haid terjadi, orang-organ seks dan ciri-ciri seks sekunder semua sudah mulai berkembang, tetapi belum ada yang matang. Haid lebih tepat di dianggap sebagai titik tengah dalam asa puber.</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">2. Anak laki-laki </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kriteria yang dipakai adalah basah malam. Selam tidur, penis kadang-kadang menjadi tegang dan bibit atau cairan yang mengandung sperma dipancarkan. Ini merupakan cara yang normal bagi organ reproduksi pria untuk membebaskan diri dari jumlah bibit yang berlebihan. Namun tidak semua anak laki-laki mengalami gejala ini dan tidak semua menyadarinya. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">D. Sebab-sebab Pubertas </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Menurut Drs. H. Abu Ahmad dalam bukunya psikologi perkembangan, pubertas disebabkan oleh terjadinya perkembangan fisiologis yang berhubungan dengan kemasakan kelenjar Endokerin, yaitu kelenjar yang bermuara langsung. Di dalam saluran darah zat yang ada diantar jaringan-jaringan kelenjar mengalami pertukaran dengan pembuluh rambut yang ada dalam kelenjar tadi. Kemudian hormon tadi memberikan stimulasi pada anak sehingga. Anak mesa rangsangan-rangsangan tertentu, yaitu rangsangan hormon yang menyebabkan rasa tidak tenang pada diri si anak yang sama sekali belum pernah ia rasakan sebelumnya.</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlook, penyebab dari terjadinya pubertas adalah adanya pengeluaran hormon yang terjadi pada anak baik laki-laki maupun perempuan, yang mana jumlahnya semakin meningkat sehingga mengakibatkan adanya kematangan struktur dan fungsi dari organ seks. Adapun perubahan yang terjadi pada remaja tersebut tidak lepas dari adanya hubungan erat antara kelenjar Pitnitary dari gonad (kelenjar seks).</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">E. Usia Pada Masa Pubertas </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Dalam hal ini sesuai kematangan anak perempuan tergolong lebih cepat dibandingkan anak laki-laki, anak perempuan menjadi matang antara usia 12.5 dan 14.5 tahun, dengan kematangan rata-rata berusia 13 tahun. Sedangkan anak laki-laki matang secara seksual antar usia 14 dan 16.5 sedangkan rata-rata kematangan adalah 14 dan 15.5 tahuan, dalam hal ini anak yang matang lebih dulu dan matang setelah usia rat-rata disebut juga dengan “cepat matang” dan “lambat matang” </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Dan waktu yang diperlukan untuk menjadi matang secara seksual adalah sekitar tiga tahun bagi anak perempuan dan dia sampai empat tahun bagi anak laki-laki. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Anak yang pesat matang mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih pest, periode pertumbuhan dipercepat demikian, pula periode berhentinya pertumbuhan, anak mencapai kedewasaan dengan sangat cepat terdapat perkembangan organ-organ seks dan ciri-ciri seks sekunder yang diri dan perkembangan tulang lebih cepat dari rata-rata. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sebaliknya anak yang lambat matang tidak mengalami pertumbuhan yang dipercepat, pertumbuhan lebih teratur dan bertahap, dan berlangsung lebih lama. Orang-organ seks dan ciri seks sekunder berkembang lebih lembut dan perkembangan tulang juga lambat </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">F. Perubahan Tubuh dan Masa Pubertas </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pada masa pubertas, anak meyakini pertumbuhan yang pest adapun perubahan-perubahan yang terjadi adalah: </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">1. Perubahan ukuran tubuh </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Perubahan ukuran tubuh ini termasuk tinggi dan berat badan, kegemukan pada masa puber bagi anak laki-laki dan perempuan bukanlah hal yang aneh. Pertumbuhan yang pesat ini terjadi sekitar usai 10 dan 12, lemak-lemak yang bertumbuh dalam tubuh ini biasanya akan menghilang setelah kematangan mas puber dan pertumbuhan pesat tinggi badan dimulai, meskipun ada yang menetap tinggi badan dimulai, meskipun ada yang menetap dan tahun lebih selam awal masa puber. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">2. Perubahan Proporsi Tubuh</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Perubahan ini terjadi pada badan yakni yang semula kurus dan panjang kemudian melaber, daerah-daerah tubuh yang tadinya terlampau kecil yang kemudian menjadi besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain. Hal ini tampak jelas pada hidung, kaki dan tangan. Kemudian barulah di lanjut dilanjutkan pada bagian akhir masa remaja seluruh daerah tubuh mencapai dewasa, meskipun perubahan besar terjadi sebelum masa puber usia. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">3. Cari-cari seks primer </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Perubahan fisik pokok ketiga, adalah pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer, yaitu organ-organ seks. Seperti: </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">a. Kelenjar anak putra yang mulai menghasilkan cairan yang terdiri atas sel-sela sperma dan bagi anak putri kelenjar kelaminnya mulai menghasilkan sel telur. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">b. Anak putra mengalami polusi pertama dan anak putri mulai mengalami menstruasi yang berlangsung sebulan sekali. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">c. Tubuh berkembang dengan luar biasa, sehingga tampak seakan tidak harmonis dengan anggota badan lain anak putra badannya bertambah bidang dengan otot-otot yang kuat dan anak putri pinggulnya mulia melebar. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">4. Ciri-ciri seks sekunder </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Ciri-ciri sekunder ini tidak berhubungan dengan reproduksi meskipun secara tidak langsung ada juga, hubungannya, yaitu karena pria tertentu adapun ciri-ciri seks sekunder yang penting adalah terjadinya perubahannya: </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);"> </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Laki-laki</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pada Perempuan</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pada </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">a. Rambut</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">b. Kulit</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">c. Kelenjar</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">d. Otot</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">e. Suara</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">f. Benjolan dada a. Panggul </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">b. Payudara</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">c. Rambut </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">d. Kulit</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">e. Kelenjar </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">f. Otot</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">g. Suara </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">5. Ciri-ciri seks tertier </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Menurut Drs. Agus Sujanto, ciri-ciri seks tertier adalah: </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">a. Motorik anak (cara bergerak) yang mulai berubah, anak laki-laki yang tampak lebih kaku dan kasar, sedang anak perempuan yang tampak lebih canggung </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">b. Mulai tahu menghias diri, baik anak putra maupun anak putri </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Mereka berusaha menarik perhatian dengan memamerkan segala perkembangan, tetapi malu-malu. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Ada tiga kriteria yang membedakan anak laki-laki dari pada anak wanita yaitu dalam hal-hal:</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">a. Kriteria pemasakan seksual: hal ini nampak lebih jelas pada anak perempuan dari pada anak laki-laki menarche atau permulaan haid dipakai sebagai tanda permulaan pubertas</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">b. Permulaan pemasakan seksual: anak wanita kira-kira 2 tahun lebih dulu mulanya dari pada anak laki-laki, seperti halnya juga pada percepatan pertumbuhan. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">c. Gejala-gejala pemasakanan: perbedaan dalam hal ini adalah pada urutan-urutan timbulnya gejala. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">G. Bahaya Pada Masa Pubertas</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Bahaya pada masa puber pada umumnya gawat, karena berakhir jangka panjang, itu disebabkan karena lebih banyak anak puber yang terpengaruh oleh bahaya psikologis yang akibatnya lebih luas dari pada hanya sekedar bahaya fisik. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Bahaya fisik</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Bahaya fisik utama masa puber disebabkan kesalahan fungsi kelenjar endokrin, akibat ketidak seimbangan endokrin pada masa puber menyebabkan:</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">1. Kekurangan hormon pertumbuhan </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kurangnya jumlah hormon pertumbuhan pada akhir masa kanak-kanak dan awl masa puber menyebabkan anak menjadi lebih kecil dari rat-rata pada waktu ia matang </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">2. Kekurangan hormon ganad</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Menjadikan pertumbuhan anggota badan berlangsung terlalu lam dan individu menjadi lebih besar dari rata-rata. Kurangnya hormon ganad juga mempengaruhi perkembangan normal organ-organ seks sehingga individu tetap kekanak-kanakan. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">3. Persediaan hormon ganad yang berlebihan </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Produksi hormon ganad dalam jumlah yang berlebihan disebabkan oleh ketidak jadinya masa puber yang dimulai dari umur liat au enam tahun ini dikenal sebagai masa puber yang terlalu awal atau puberty precox. Meskipun anak tersebut matang secara seksual tapi bentuk organ-organ seks masih kecil dan ciri-ciri seks sekunder belum berkembang seperti anak yang matang pada usia normal. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Bahaya psikologis </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Bahaya psikologis disebabkan: </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">1. Konsep diri yang kurang baik </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Adanya konsep diri yang kurang baik diantaranya disebabkan alasan pribadi dan alasan lingkungan anak puber cenderung tidak sosial, sehingga mempengaruhi perlakuan orang lain terhadap dirinya. Perlakuan orang lain sangat mempengaruhi konsep diri yang menimbulkan sikap negatif terhadap diri sendiri. Hal itu tampak dalam perilaku. Anak menjadi agresif. Membalas dendam perlakuan yang dianggap tidak adil dan sebagainya. Anak yang mengembangkan konsep kurang baik pada masa remaja cenderung menguatkannya dengan berperilaku tidak sosial. Akibatnya dasar-dasar untuk kompleks rendah diri semakin tertanam dan kecuali dilakukan langkah-langkah perbaikan. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">2. Prestasi rendah</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Dengan cepatnya pertumbuhan fisik maka tenaga menjadi lemah. Ini mengakibatkan kesegaran untuk bekerja dan bosen pada setiap kegiatan yang melibatkan usaha individu prestasi rendah biasanya dimulai sekitar kelas 4 atau kelas 5. pada saat gairah bersekolah. Berubah menjadi tidak bergairah pada umumnya mencapai puncak nya selam asa puber. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">3. Kurangnya persiapan untuk menghadapi perubahan masa puber </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sebelum masa puber, seharusnya seorang anak diberitahu terlebih dahulu. jika tidak pengalaman akan perubahan itu bisa menjadi pengalaman trauma. Akibatnya anak cenderung mengembangkan sikap yang kurang baik terhadap sikap-sikap yang lebih cenderung menetap daripada menghilang penyebab anak seiring tidak dipersiapkan oleh menghadapi mas puber misalnya orang tua kurang memiliki pengetahuan atau terlambat oleh span santun dan rasa malu. Atau kesenjangan antara anak dan orang tua. Anak yang kurang persiapan dalam menghadapi perubahan dalam masa puber. Akan berfikir ada suatu yang salah atau bahwa perkembangannya sedemikian abnormalnya yang tidak mungkin sama seperti teman-temannya yang lain semakin anak menyimpang dari hal-hal yang jelas terlihat, semakin anak menjadi perihatin dan anak semakin merasa abnormal dan dengan sendirinya merasa rendah diri. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">4. Menerima tubuh yang berubah </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Hanya sedikit anak puber yang mampu menerima kenyataan ini, sehingga merek tidak puas dengan penampilannya dan menjadikan mereka gelisah dan cenderung menolak diri sendiri. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">5. Menerima peran seks yang didukung secara sosial </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sejak diri anak laki-laki sudah mendapatkan tekanan kuat untuk memerankan peran seks maskulin untuk memperoleh dukungan sosial. Karen pesan sek laki-laki sudah sedemikian tergolongkan sehingga perilakunya mendekati streotip ideal. Dengan demikian selam puber, anak laki-laki tidak mengalami masalah dalam menerima peran seks yang mendekati peran se koran dewasa, sehingga tidak merupakan bahaya psikologis bagi dirinya lain halnya dengan perempuan. Selama masa kanak-kanak permulaan mengalami penggolongan peran seks yang tidak terlampau sehat dan peran seks yang diharapkan menurut konsep dewasa juga tidak terlampir jelas sekarang anak perempuan menghadapi masalah dalam menerima streotip wanita tradisional dan berperilaku dalam cara-cara yang sesuai dengannya. Bagi beberapa gadis puber, penggolongan peran seks menimbulkan sedikit masalah perempuan sudah mempelajari selam bertahun-tahun masa kanak-kanak. Namun bagi perempuan lainnya. Sebaliknya bisa terjadi dimana penggolongan peran seks barang kali merupakan bahaya psikologis utama pada penyesuaian pribadi dan sosial yang baik. Merek tidak saja lebih meyakini peran seks tradisional sdrajat, tetapi juga di rumah dan adakalanya dalam kelompok bermain, belajar memainkan peran ini. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">6. Penyimpangan dalam pematangan seksual </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Anak yang menyimpang dari teman-teman sebayanya dalam hal kematangan seksual merasa bahwa dalam dirinya pasti ada sesuatu yang salah. Anak menjadi cemas akan kehormatan nya dimasa mendatang. Baginya sulit untuk menerima segala hal yang berbeda dan yang mengakibatkan merasa rendah diri. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">H. Ketidak Bahagiaan Pada Masa Puber </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Yang penting dalam kebahagiaan, pertama adalah penerimaan, baik penerimaan diri sendiri maupun penerimaan/dukungan sosial. Semakin anak menerima diri sendiri semakin banyak orang yang menyukainya dan anak menjadi semakin bahagaian. Namun akan sulit bagi anak puber untuk menerima diri sendiri jika ia merasa perihatin dan gelisah akan tubuhnya yang berubah dan tidak puasa dengan penampilan dirinya. Hal kedua yang penting dalam kebahagiaan adalah kasih sayang. Anak puber mendambakan kasih sayang seperti hanya semua anak meskipun seakan mereka bersikap tidak peduli, bahkan anak puber menginginkan kasih sayang yang lebih banyak karena ia merasa tidak puasa dengan diri sendiri dan dengan kehidupan pada umumnya. Ketiga, yang penting dalam kebahagiaan adalah prestasi. Dalam mask ini, prestasi berada pada tingkat yang rendah sehingga menimbulkan ras bersalah serta malu apalagi jika memperoleh teguhan dari guru, maka anak menjadi semakin memperbesar rasa bersalah dan kebahagiaan nya semakin menurut. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Keragaman ketidakbahagiaan pada masa puber </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tingkat ketidak bahagiaan tidak sama dalam setiap tahap masa puber. Bagian pertama, yang disebut "fase negatif" merupakan tahap yang paling tidak bahagiaan. Semakin kematangan seksual terjadi dan pertumbuhan menurun, anak puber mempunyai lebih banyak tenaga hal ini. Mengakibatkan prestasi dan hubungan sosial lebih baik sehingga memungkinkan memperoleh dukungan sosial yang lebih besar dari organ lain. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Keseriusan dalam ketidakbahagiaan masa puber </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Ketidakbagaian pada masa puber seakan tidak penting, namun tidak demikian halnya karena pertama pola tidak bagian yang terbentuk pada saat in dapat diperkuat sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan dan menetap hingga masa puber berakhir. Kedua, kondisi yang menimbulkan ketidakbahagiaan pada masa puber cenderung menetap kecuali kau diadakan langkah-langkah perbaikan untuk mengubahnya. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Karena ketidakbahagiaan pada setiap usia merupakan hal yang serius, terutama bila berlangsung lama. Maka pentinglah untuk mempertahankan ketidakbahagiaan anak pada masa minimum. Orang tua dan guru dapat melakukan dengan menusahkan anak puber agar selalu sehat, dengan menceritakan yang penting unit diketahui. Meringankan pekerjaannya dengan tapi mengomentari mutu pekerjaannya, dengan mendorongnya untuk bercita-cita secara realistik sehingga tidak kecewa akan prestasi yang dicapai, dan dengan menerima kemurungan dan kenakalannya sebagai keadaan yang bersifat sementara. Untuk mencegah terjadinya ketidakbahagiaan ini selam masa puber ini penting untuk kesehatan jiwa anak puber tetapi yang lebih penting lagi, hal ini meningkatkan motivasi anak-anak yang mempelajari pula perilaku dewasa adanya motivasi yang kuat untuk melakukan segala harapan yang menyenangkan untuk mencapai status dewasa dalam masyarakat, akan meringankan beban dan menjamin hasil akhir yang baik. </span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);"> DAFTAR PUSTAKA</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Rineka Cipta, Jakarta, 1996</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Ahmadi, Agu dan Sholeh, Munawar, Psikologi Perkembangan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">B. Hurlock, Elisabeth, Psikologi Perkembangan, Penerbit Erlangga, Jakarta</span>
<span style="color: rgb(255, 0, 0);">Monk, F.J, Knoers, A.M.P dan Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2002</span>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-56207706255657070492009-01-19T19:34:00.000+07:002009-01-19T19:38:34.986+07:00PERANAN PSIKOLOGI BELAJAR DALAM KEGIATAN EVALUASI BELAJAR<span style="text-decoration: underline; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-weight: bold;"></span>
A. Pengertian Evaluasi
Banyak diantara pendapat yang menjelaskan makna evaluasi, diantaranya :
1. Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
2. Menurut Kourilski, the act of determining the degree to which individual or group possesses a certain attribute (evaluasi adalah tindakan tentang penetapan derajat penguasaan atribut tertentu oleh individu atau kelompok).
3. Mehrens dan Lehmann mengartikan evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
Sebenarnya ada tiga istilah yang saling berkaitan dan terkadang sering dikacaukan pengertiannya, yaitu : evaluasi, pengukuran (measurement) dan assessement.
Untuk definisi evaluasi telah dijabarkan diatas, assessement adalah proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan pengukuran (meansurement) berkenaan dengan pengumpulan data deskriptif tentang peran siswa atau tingkah laku siswa dan hubungannya dengan standar prestasi atau norma.
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, tujuan umum dan tujuan khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak, menegaskan bahwa :
1. Tujuan umum dari evaluasi adalah :
· Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
· Memungkinkan pendidik / guru menilai aktivitas atau pengalaman yang didapat oleh siswa.
· Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
2. Tujuan khusus dari evaluasi belajar adalah :
· Merangsang kegiatan siswa.
· Menentukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
· Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
· Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlakukan orang tua atau lembaga pendidikan.
· Memperbaiki mutu pelajaran atau cara belajar dan metode mengajar.
Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar, evaluasi mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu :
1. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengdakan perbaikan program bagi siswa.
2. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas serta penentuan lulus tidaknya seorang murid.
3. Untuk menentukan murid di dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid.
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, pisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar yang timbul, sebagai data bagi pelayanan bimbingan konseling (BK) oleh para konselor sekolah atau guru pembimbing lainnya.
5. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
C. Jenis-Jenis Evaluasi
Evaluasi dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Evaluasi Formatif :
a. Fungsi : untuk memperbaiki proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik, atau memperbaiki program satuan pelajaran yang telah digunakan.
b. Tujuan : untuk mengetahui sampai mana penguasaan siswa tentang bahan yang telah diajarkan dalam suatu program satuan pelajaran.
c. Aspek-aspek yang dinilai : yang berkenaan dengan hasil kemajuan belajar murid, meliputi : pengetahuan, ketrampilan, sikap dan penguasaan terhadap bahan pelajaran yang telah disajikan.
d. Waktu pelaksanaan : setiap akhir pelaksanaan satuan program belajar mengajar, dengan kata lain adalah ulangan harian.
2. Evaluasi Sumatif :
a. Fungsi : untuk menentukan angka atau nilai murid setelah mengikuti program pengajaran dalam satu catur wulan, semester, akhir tahun atau akhir dari satu program bahan pengajaran dari suatu unit pendidikan. Di samping itu untuk memperbaiki situasi proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik dan untuk kepentingan penilaian selanjutnya, serta sebagai bahan penentu naik ayau tidaknya seorang siswa ke tingkat selanjutnya yang lebih tinggi.
b. Tujuan : untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh murid setalah menyelesaikan program bahan pengajaran dalam satu catur wulan, semester, akhir tahun atau akhir suatu program bahan pengajaran pada suatu unit pendidikan tertentu.
c. Aspek-aspek yang dinilai : ialah kemampuan belajar, meliputi : pengetahuan, ketrampilan, sikap dan penguasaan muirid tentang materi pelajaran yang sudah diberikan.
d. Waktu pelaksanaan : akhir periode pelaksaan program pengajaran, seperti akhir catur wulan, semester atau akhir tahun ajaran.
3. Evaluasi Placement (Penempatan)
a. Fungsi : untuk mengetahui keadaan anak termasuk keadaan seluruh pribadinya, agar anak tersebut dapat ditempatkan pada posisinya yang tepat.
b. Tujuan : untuk menempatkan anak didik pada kedudukan yang sebenarnya berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan serta keadaan-keadaan lainnya, sehingga anak tidak mangalami hambatan-hambatan dalam mengikuti setiap program/ bahan yang disajikan oleh guru.
c. Aspek-aspek yang dinilai : meliputi, keadaan fisik, psikis, bakat, kemampuan / pengetahuan, ketrampilan, sikap dan aspek lainnya yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan anak selanjutnya.
d. Waktu pelaksanaan : sebaiknya dilaksanakan sebelum anak mengikuti proses belajar mengajar yang permulaan. Atau anak tersebut baru akan mengikuti pendidikan di suatu tingkat tertentu.
4. Evaluasi Diagnostik
a. Fungsi : untuk mengetahui masalah-masalah apa yang diderita atau yang mengganggu anak didik, sehingga ia mengalami kesulitan, hambatan atau gangguan ketika mengikuti programtertentu. Dan bagaimana usaha untuk menyelesaikannya.
b. Tujuan : untuk mengatasi atau membantu pemecahan kesulitan atau hamabatan yang dialami anak didik waktu mengikuti kegiatan belajar mengajar pada suatu bidang studi atau keseluruhan program pengajaran.
c. Aspek-aspek yang dinilai : hasil belajar, latar belakang kehidupan keluaraga, keadaan lingkungan keluaraga, dll.
d. Waktu pelaksaan : dapat dilaksanakan setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
Muhibbin Syah, menambahinya dengan satu jenis, yaitu :
1. Pre-test
a. Tujuan : untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan.
b. Waktu pelaksanaan : dilakukan secara rutin oleh guru, pada waktu setiap akan memulai penyajian materi baru. Berlangsung secara singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis.
2. Post-test
a. Tujuan : untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.
b. Waktu pelaksaan : setiap akhir penyajian materi, juga berlangsung secara singkat dan cukup dengan menggunakan instrumen sederhana yang berisi item-iten yang jumlahnya sangat terbatas.
D. Teknik Evaluasi
Dalam pelaksanaannya, evaluasi dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu : teknik tes dan teknik non tes.
1. Teknik tes
Teknik tes dapat berbentuk :
§ Tes tertulis, yaitu tes yang dilakukan secara tertulis.
§ Tes lisan, yaitu tes secara lisan (face to face).
§ Tes perbuatan, yaitu tes yang dilakukan dengan praktek.
Baik tes tulis, tes lisan dan tes perbuatan merupakan tes yang digunakan oleh seorang guru untuk mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif (ranah cipta). Akan tetapi, karena semakin membengkaknya jumlah siswa di sekolah-sekolah, tes lisan dan tes perbuatan saat ini semakin jarang digunakan. Alasan lain mengapa tes lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena pelaksanaannya yang dilakukan secara berhadapan langsung. Cara ini dianggap dapat mendorong para penguji untuk bersikap kurang terbuka terhadap peserta didik tertentu.
Dampak negative yang terkadang muncul di dalam tes lisan adalah sikap dan perlakuan para penguji yang subjektif dan kurang adil. Sehingga soal yang diajukanpun tingkat kesulitannya berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
2. Teknik Non Tes
a. Teknik Kuesioner/Inventory (angket)
Penggunaan teknik kuesioner dalam riset-riset pendidikan relative lebih menonjol apabila dibandingkan dengan pengguanaan teknik-teknik lainnya. Dengan metode ini, kebih banyak sampel yang bisa dijangkau dan unit cost setiap responden lebih murah. Contoh data yang dapat dikumpulkan atau dihimpun dengan metode ini adalah : 1) Karakteristik pribadi siswa, seperti jenis kelamin, usia dan lain sebagainya; 2) Latar belakang siswa seperti keluarga, pendidikan dan lain sebagainya; 3) Perhatian, minat dan bakat siswa terhadap mata pelajaran tertentu; 4) Faktor-faktor pendorong dan penghambat siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu; 5) Aplikasi mata pelajaran tertentu dalam kehidupan sehari-hari, seperti wudhu, shalat, puasa, zakat dan lain-lain dalam mata pelajaran agama islam atau fiqih; 6) Pengaruh aplikasi mata pelajaran tertentu terhadap perilaku individu siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Selain seperti yang telah disebutkan di atas, implementasi metode dalam pembelajaran agama islam, misalnya guru PAI mengumpulkan data siswa melalui angket tentang kesulitan belajar siswa dalam mata pelajaran pendidikan agama islam. Contoh implementasi lain misalnya guru memberikan angket kepada siswa tentang pembelajaran yang telah dilakukannya. Sisi mana yang perlu ditingkatkan dan yang perlu diperbaiki dalam perspektif siswa.
b. Teknik Wawancara
Pada dasarnya, wawancara kepada siswa adalah kuesioner yang disajikan secara verbal kepada siswa. Jika wawancara itu dilaksanakan secara baik, maka dapat diungkapkan secara mendalam daerah minat yang spesifik dan sensitive, yang tidak dapat diungkapkan melalui kuesioner tertulis. Memang kesulitan teknik ini adalah jika siswa diwawancara satu orang demi seorang karena memerlukan banyak waktu. Itu sebabnya, diadakan wawancara dengan sampel yang bervaliditas tertentu.
c. Teknik Observasi
Observasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai jenis tes mengenai peristriwa, tingkah laku atau fenomena yang lain. Dengan pengamatan langsung. Namun, observasi harus dibedakan dari eksperimen, karena eksperimen pada umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi.
E. Peranan Psikologi Belajar dalam Kegiatan Evaluasi
Psikologi belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari dua suku kata, yaitu psikologi dan belajar. Psikologi berasal dari bahasa yunani, yaitu psyche yang berareti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah, psikologi bekajar adalah ilmu tentang jiwa atau dengan kata lain ilmu jiwa. Sedangkan makna luasnya yaitu sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu belajar, melakukan pembelajaran.
Dari definisi diatas, dapat diuraikan bahwa psikologi belajar pada dasarnya adalah membicarakan aspek-aspek psikologis yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, sedangkan evaluasi belajar adalah suatu aktivitas untuk mengetahui berhasil tidaknya tujuan belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa psikologi belajar akan mendasari segala kegiatan yang menyangkut evaluasi belajar.
Istilah kegiatan di sini mencakup hal-hal sejak dari :
· Persiapan, pelaksanaan sampai pada follow up.
· Penetapan tujuan
· Pemilihan jenis evaluasi.
· Pemilihan alat yang digunakan dalam evaluasi.
· Penyusunan materi atau isi evaluasi itu sendiri.
Seorang evaluator yang memahami psikologi belajar akan senantiasa memperhitungkan aspek-aspek psikologis anak yang akan di evaluir sejak dari persiapan sampai pada pelaksanaan dan tidak lanjutnya. Misalnya :
· Kepada anak umur berapa evaluasi diberikan.
· Kepada anak yang bermental bagaimana.
· Kepada anak kelas berapa.
· Kepada anak yang berminat dalam bidang apa.
· Kepada anak yang latar belakang keluarganya bagaimana, dll.
Hal-hal tersebut harus diperhitungkan dalam rangka kegiatan evaluasi. Selanjutnya dengan follow up-nya pun aspek-aspek psikologis tersebut harus tetap diperhitungkan. Misalnya :
“Jika anak ternyata tidak berhasil dalam mengikuti evaluasi, kita tidak akan secepatnya mengatakan bahwa si A adalah tolol, akan tetapi perlu dicari faktor-faktor penyebab sehingga anak tersebut gagal dalam mengikuti evaluasi. Mungkin karena materi / bobot evaluasinya tidak sesuai, atau juga kesehatan anak tersebut sedang terganggu dan sebagainya”.
Sebaliknya seorang evaluator yang tidak memahami pentingnya psikologi belajar, maka apa yang dilakukan dalam mengadakan evaluasi biasanya hanya bersandar pada keinginan semata-mata, tanpa memperhitungkan pada kemampuan anak maupun aspek-aspek lain yang semestinya diperhitungkan.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dengan psikologi belajar kita akan dapat memiliki dan memilih menyusun evaluasi secara tepat, memilih dan menyusun program-program belajar secara tepat, dapat memperhitungkan kemungkinan faktor-faktor penghambat dan penunjang anak, serta dapat membantu membimbing dan mengatasi segala kesulitan yang dihadapi anak dalam belajar. Pada gilirannya kita akan dapat mengarahkan pertimbangan dan perkembangan anak secara wajar dalam rangka mencapai tujuan hidup yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta, 1991.
2. Djamarah, Drs. Syaiful Bahri. Psikologi Belajar. (Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2003.
3. Hamalik, Prof Dr. Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Penerbit Buku Aksara. 2008.
4. Purwanto, Drs. M. Ngalim, MP. Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran. Bandung : Rosdakarya. 2006.
5. Syah, Muhibbin M. Ed. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
6. Tohirin, Drs., Ms. M. Pd. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006.
</span>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2963144067032182624.post-29089579732452636082009-01-19T19:31:00.000+07:002009-01-19T19:33:38.641+07:00BAGAIMANA MENUMBUHKAN MINAT BELAJAR<span style="color: rgb(255, 102, 102);">A. <span style="font-weight: bold;">Pengertian Minat Belajar</span></span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar, dua kata ini beda arti, untuk itu penulis akan mendefinisikan satu persatu, sebagai berikut :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Minat menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap suatu gairah keinginan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Minat menurut Mahfudz Shalahuddin adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Minat menurut Crow dan Crow, minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda dan kegiatan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang akan diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">5. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">BerdasarkanDefinisi-definisidiatas, bisa disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan jiwa yang relative menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. Menurut Berhard "minat" timbul atau muncul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Sedangkan pengertian belajar adalah sebagai berikut:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Belajar menurut Ernest R Hicgard adalah proses</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">pembuatan yang dengan sengaja bisa menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditumbulkan sebelumnya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Menurut Gagne, belajar merupakan perubahan yang diperlihatkan dalam bentuk tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang sempurna itu.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Menurut para ahli psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Menurut Thorndike (aliran koneksionisme), belajar adalah usaha untuk membentuk antara stimulus dan respon. Menurutnya orang belajar karena menghadapi masalah yang harus dipecahkan. Masalah itu merupakan stimulus bagi individu yang nantinya melahirkan suatu respon (reaksi) dan bila reaksi itu berhasil, maka terjadilah hubungan SR dan terjadi pula peristiwa belajar. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">e. Menurut James O. Whittaker, belajar di definisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau melalui latihan atau pengalaman. Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit dan pengaruh obat-obatan tidak termasuk proses belajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar itu menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja. Jadi, yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Agama Islam pun sangat memperhatikan masalah pendidikan (khususnya belajar) untuk mencari dan menuntut ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi serta dengan ilmu dan dengan belajar manusia dapat pandai, mengerti tentang hal-hal yang ia pelajari, dan dengan ilmu itupun manusia ibadahnya menjadi sempurna, begitu pentingnya ilmu Rasulullah SAW. mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan. Sabda Rasulullah SAW. dalam haditsnya yang Artinya : “Tuntutlah ilmu walaupun dinegeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (laki-laki atau perempuan), sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut”. (H.R. Ibnu Abdil bar).</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Minat ini besar pengaruhnya terhadap belajar, karena minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan siswa, bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Oleh karena itu, untuk mengatasi siswa yang kurang berminat dalam belajar, guru hendaknya berusaha bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar. Dalam artian menciptakan siswa yang mempunyai minat belajar yang besar, mungkin dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik, salah satunya adalah mengembangkan variasi dalam gaya mengajar. Dengan variasi ini siswa bisa merasa senang dan memperoleh kepuasan terhadap belajar. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Minat mengandung unsur-unsur kognisi (mengenal), emesi (perasaan), dan konasi (kehendak). Oleh sebab itu, minat dapat dianggap sebagai respon yang sadar, sebab kalau tidak demikian, minat tidak akan mempunyai arti apa-apa.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Unsur kognisi maksudnya adalah minat itu didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai obyek yang dituju oleh minat tersebut unsur emosi, karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai oleh perasaan tertentu, seperti rasa senang, sedangkan unsur konasi merupakan kelanjutan dari unsur kognisi.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Dari kedua unsur tersebut yaitu yang diwujudkan dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan, termasuk kegiatan yang ada di sekolah seperti belajar. Jadi minat sangat erat hubungannya dengan belajar, belajar tanpa minat akan terasa menjemukan, dalam kenyataannya tidak semua belajar siswa didorong oleh faktor minatnya sendiri, ada yang mengembangkan minatnya terhadap materi pelajaran dikarenakan pengaruh dari gurunya, temannya, orang tuanya. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab sekolah untuk menyediakan situasi dan kondisi yang bias merangsang minat siswa terhadap belajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Membangkitkan minat belajar siswa itu juga merupakan tugas guru yang mana guru harus benar-benar bisa menguasai semua keterampilan yang menyangkut pengajaran, terutama keterampilan dalam bervariasi, keterampilan ini sangat mempengaruhi minat belajar siswa seperti halnya bervariasi dalam gaya mengajar, jika seorang guru tidak menggunakan variasi tersebut, siswa akan cepat bosan dan jenuh terhadap materi pelajaran.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru hendaklah menggunakan variasi dalam gaya mengajar, agar semangat dan minat siswa dalam belajar meningkat, jika sudah begitu, hasil belajarpun sangat memuaskan. Dan tujuan pembelajaran pun akan tercapai dengan maksimal.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">B. Factor-faktor yang mempengaruhi minat belajar</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Berhasil atau tidak seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi banyak jenisnya, tetapi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern, dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu seperti faktor, kesehatan, bakat perhatian. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu (dirinya), seperti Keluarga, sekolah, masyarakat. Dibawah ini akan dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar tersebut:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Faktor-faktorIntern :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> 1) FaktorBiologis </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a) FaktorKesehatan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar, bila seseorang kesehatannya terganggu misalkan sakit pilek, demam, pusing, batuk dan sebagainya, dapat mengakibatkan cepat lelah, tidak bergairah, dan tidak bersemangat untuk belajar. Demikian halnya jika kesehatan rohani (Jiwa) seseorang kuarang baik, misalnya mengalami perasaan kecewa karena putus cinta atau sebab lainnya, ini bisa mengganggu atau mengurangi semangat belajar. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan sangat penting bagi setiap orang, baik fisik maupun mental, agar badan tetap kuat, pikiran selalu segar dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b) Cacat Tubuh </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat tubuh seperti buta, tuli, patah kaki, lumpuh dan sebagainya bias mempengaruhi belajar, siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Sebenarnya jika hal ini terjadi hendaknya anak atau siswa tersebut dilembagakan pendidikan khusus supaya dapat menghindari atau mengurangi kecacatannya itu.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c) Faktor Psikologis</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Ada banyak faktor psikologis, tapi disini penulis mengambil beberapa saja yang ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini, faktor-faktor tersebutadalah: :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1) Perhatian</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Untuk mencapai hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan atau materi pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka minat belajarpun rendah, jika begitu akan timbul kebosanan, siswa tidak bergairah belajar, dan bias jadi siswa tidak lagi suka belajar. Agar siswa berminat dalam belajar, usahakanlah bahan atau materi pelajaran selalu menarik perhatian, salah satunya usaha tersebut adalah dengan menggunakan variasi gaya mengajar yang sesuai dan tepat dengan materi pelajaran.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2) Kesiapan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Kesiapan menurut James Drever adalah, Prepanednesto Respond or Reach. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan response atau bereaksi kesediaan itu timbul dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, seperti halnya jika kita mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk dibangku sekolah menengah, anak tersebut tidak akan mampu memahami atau menerimanya. Ini disebabkan pertumbuhan mentalnya belum matang untuk menerima pelajaran tersebut. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Jadi menganjurkan sesuatu itu berhasil jika tarif pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atai rohaninya telah matang untuk menerima karena jika siswa atau anak yang belajar itu sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya itupun akan lebih baik dari pada anak yang belum ada kesiapan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3) Bakat atau Intelegensi</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar, misalkan orang berbakat menyanyi, suara, nada lagunya terdengar lebih merdu dibanding dengan orang yang tidak berbakat menyanyi.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Bakat bias mempengaruhi belajar, jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakat, maka siswa akan berminat terhadap pelajaran tersebut, begitu juga intelegensi, orang yang memiliki intelegensi (IQ) tinggi, umumnya mudah belajar dan hasilnyapun cenderung baik, sebaliknya jika seseorang yang “IQ” nya rendah akan mengalami kesukaran dalam belajar. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Jadi kedua aspek kejiwaan ini besar sekali pengaruhnya terhadap minat belajar dan keberhasilan belajar. Bila seseorang memiliki intelegensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses disbanding dengan orang yang memiliki “IQ” rendah dan berbakat, kedua aspek tersebut hendaknya seimbang, agar tercapai tujuan yang hendak dicapai.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Faktor-faktor eksternal </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Faktor eksternal yang mempengaruhi minat belajar siswa adalah faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Uraian berikut akan membahas ketiga faktor tersebut.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1) Faktor Keluarga</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Minat belajar siswa bias dipengaruhi oleh keluarga seperti cara orang tua mendidik, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga. Akan diuraikan sebagaiberikut:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a) Cara orang tua mendidik</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Cara orang tua mendidik anaknya sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Hal ini dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo yang menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Jika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya (acuh tak acuh terhadap belajar anaknya) seperti tidak mengatur waktu belajar, tidak melengkapi alat belajarnya dan tidak memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, semua ini berpengaruh pada semangat belajar anaknya, bias jadi anaknya tersebut malas dan tidak bersemangat belajar. Hasil yang didapatkannya pun tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Mendidik anak tidak baik jika terlalu dimanjakan dan juga tidak baik jika mendidik terlalu keras. Untuk itu, perlu adanya bimbingan dan penyuluhan yang tentunya melibatkan orang tua, yang sangat berperan penting akan keberhasilan bimbingan tersebut.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b) Suasana rumah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Suasana rumah dimaksudkan adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga, dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, ramai dan semrawut tidak memberi ketenangan kepada anaknya yang belajar. Biasanya ini terjadi pada keluarga yang besar dan terlalu banyak penghuninya, suasana rumah yang tegang, ribut, sering cekcok, bias menyebabkan anak bosan di rumah, dan sulit berkonsentrasi dalam belajarnya. Dan akibatnya anak tidak semangat dan bosan belajar, karena terganggu oleh hal-hal tersebut. Untuk memberikan motivasi yang mendalam pada anak-anak perlu diciptakan suasana rumah yang tenang, tentram dan penuh kasih saying supaya anak tersebut betah dirumah dan bias berkonsentrasi dalam belajarnya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c) Keadaan Ekonomi Keluarga</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Dalam kegiatan belajar, seorang anak kadang-kadang memerlukan sarana prasarana atau fasilitas-fasilitas belajar seperti buku, alat-alat tulis dan sebagainya. Fasilitas ini hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang, jika fasilitas tersebut tidak dapat dijangkau oleh keluarga, ini bisa menjadi faktor penghambat dalam belajar. Tapi sianak hendaknya diberi pengertian tentang hal itu. Agar anak bias mengerti dan tidak sampai mengganggu belajarnya. Tapi jika memungkinkan untuk mencukupi fasilitas tersebut, maka penuhilah fasilitas tersebut, agar anak bersemangat senang belajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2)Faktor sekolah</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Faktor sekolah yang mempengaruhi minat belajar siswa mencakup metode mengajar, kurikulum, pekerjaan rumah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a) Metode mengajar</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui dalam mengajar, metode mengajar ini mempengaruhi minat belajar siswa. Jika metode mengajar guru kurang baik dalam artian guru kurang menguasai materi-materi kurang persiapan, guru tidak menggunakan variasi dalam menyampaikan pelajaran alias monoton, semua ini bias berpengaruh tidak baik bagi semangat belajar siswa. Siswa bisa malas belajar, bosan, mengantuk dan akibatnya siswa tidak berhasil dalam menguasai materi pelajaran.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa guru hendaknya menggunakan metode mengajar yang tepat, efesien dan efektif yakni dengan dilakukannya keterampilan variasi dalam menyampaikan materi.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b) Kurikulum</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran. Bahan pelajaran yang seharusnya disajikan itu sesuai dengan kebutuhan bakat dan cita-cita siswa juga masyarakat setempat. Jadi kurikulum bisa dianggap tidak baik jika kurikulum tersebut terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa. Perlu diingat bahwa system intruksional sekarang menghendaki proses belajar mengajar yang mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu memahami siswa dengan baik, agar dapat melayani siswa dan memberi semangat belajar siswa, agar dapat melayani siswa dan memberi semangat belajar siswa. Adanya kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan-kebutuhan siswa, akan meningkatkan semangat, dan minat belajar siswa, sehingga siswa mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c) Pekerjaan rumah </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Pekerjaan rumah yang terlalu banyak dibebankan oleh guru kepada murid untuk dikerjakan di rumah. Merupakan momok penghambat dalam kegiatan belajar, karena membuat siswa cepat bosan adalah belajar siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengerjakan kegiatan yang lain. Untuk menghindari kebosanan tersebut guru janganlah terlalu banyak memberi tugas rumah (PR), berilah kesempatan siswa unuk melakukan kegiatan yang lain, agar siswa tidak merasa bosan dan lelah dengan belajar. </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3). Faktor masyarakat</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Masyarakat juga berpengaruh terhadap minat belajar siswa, berikut ini penulis membahas beberapa faktor masyarakat yang bisa mempengaruhi minat belajar siswa, yakni :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a) Kegiatan dalam masyarakat</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Disamping belajar, anak juga mempunyai kegiatan-kegiatan lain diluar sekolah, misalnya karang taruna, menari, olah raga dan lain sebagainya. Bila kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan berlebih-lebihan, bisa menurunkan semangat belajar siswa, karena anak sudah terlanjur senang dalam organisasi atau kegiatan dimasyarakat, dan perlu diingatkan tidak semua kegiatan dimasyarakat berdampak baik bagi anak. Maka dari itu, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anak-anaknya, supaya jangan atau tidak hanyut dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang belajar anak. Jadi orang tua hendaknya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat agar tidak mengganggu belajarnya, dan orang tua juga mengikut sertakan siswa pada kegiatan yang mendukung semangat belajarnya seperti kursus bahasa Inggris, dan komputer.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b) Teman bergaul</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);"> Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwa anak jika teman bergaulnya baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya. Jika teman bergaulnya jelek pasti mempengaruhi sifat yang jelek pada diri siswa. Seyogyanya orang tua memperhatikan pergaulan anak-anaknya, jangan sampai anaknya berteman dengan anak yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan, usahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik yang bisa memberikan semangat belajar yang baik. Tugas orang tua hanya mengontrol dari belakang jangan terlalu dan jangan terlalu dibebaskan yang bijaksana saja, agar siswa tidak terganggu dan terhambat belajarnya. Masih banyak pengaruh-pengaruh eksternal minat belajar siswa lingkungan sekitar juga bisa mempengaruhi, untuk itu usahakan lingkungan disekitar kita itu baik, agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa/anak, sehingga anak terdorong atau bersemangat belajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">C. Bagaimana menumbuhkan minat belajar </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, memuaskan dan melayani kebutuhan-kebutuhannya, begitu juga dengan siswa, jika siswa sudah sadar bahwa belajar merupakan alat untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggap penting, maka belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya dan otomotis dia bersemangat dalam mempelajari hal tersebut.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pada kenyataannya tidak semua siswa sadar akan hal itu, dan tidak semua siswa memiliki minat intrinsic yang sama, dengan ketidaksamaan minat tersebut guru hendaknya mengetahui seberapa besar minat siswa tersebut terhadap pelajaran. Jika siswa kurang berminat dan menumbuhkan minat belajar siswa, dan tidak menutup kemungkinan faktor-faktor lain yang mendukung minat belajar siswa.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada, misalkan siswa menaruh minat terhadap lingkungan (pencemaran) disini pengajar dapat menarik perhatian (minat) siswa dengan bercerita tentang lingkungan sekitar atau bencana alam yang melanda negeri kita, dan bisa juga memperlihatkan tayangan televisi yang berhubungan dengan lingkungan (pencemaran). Tanner an tanner (1975) juga menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk minat-minat baru pada siswa. Hal ini bias dicapai melalui jalan memberi informasi pada siswa bahan pelajaran yang akan disampaikan dengan dihubungkan bahan pelajaran yang lalu, kemudian diuraikan kegunaannya dimasa yang akan dating. Roijakters (1980) berpendapat bahwa hal ini bisa dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan berita-berita yang sensional, yang sudah diketahui siswa. Bila usaha-usaha di atas tidak berhasil, bisa menggunakan cara insentif, yaitu alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar mau melakukan sesuatu yang awalnya tidak mau ia lakukan seperti memberi hadiah pada siswa yang belajar dengan baik, memberi hukuman pada siswa yang malas belajar, sehingga hasilnya (prestasinya) buruk, dalam memberikan hukuman jangan terlalu berlebihan (berat), karena bisa menghambat belajar mereka, berilah hukuman yang sewajarnya dan bisa memberi motivasi si anak untuk giat belajar. Cara yang bisa didunakan adalah:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1. Membangkitkan minat-minat siswa yang telah ada.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2. Menghubungkan dengan pengalaman (pelajaran) yang lalu.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik atau lebih baik dari yang kemarin.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4. Menggunakan berbagai macam variasi gaya mengajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">5. Menggunakan berbagai bentuk mengajar baik itu metode penyampaian materi maupun keterampilan-keterampilan yang lain sehingga siswa bersemangat dan berminat untuk mempelajarinya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Menurut Mahfudz Shalahuddin dalam bukunya pengantar psikologi pendidikan, ada empat aspek yang bisa menumbuhkan minat yaitu :</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">a. Fungsi/Adanya kebutuhan-kebutuhan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Minat dapat muncul atau digerakkan, jika ada kebutuhan seperti minat terhadap ekonomi, minat ini dapat muncul karena ada kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan bisa dikelompokkan menjadi empat, ini menurut Sardiman AM, kebutuhan tersebut adalah:</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">1) Kebutuhan psikologis, seperti lapar, haus.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">2) Kebutuhan cinta dan kasih dalam suatu golongan, seperti disekolah, di rumah.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">3) Kebutuhan keamanan, seperti rasa aman</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">4) Kebutuhan untuk mewujudkan cita-cita atau pengembangan bakat</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">b. Keinginan dan cita-cita</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Keinginan dan cita-cita dapat mendorong munculnya minat terhadap sesuatu, seperti keinginan atau cita-cita menjadi dokter. Secara otomatis orang tersebut terdorong dan berminat untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran (kesehatan, penyakit-penyakit). Semakin besar cita-cita atau keinginan, maka semakin besar/tinggi minat yang muncul dalam diri seseorang.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">c. Pengaruh kebudayaan</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Kebudayaan terdiri dari dua lingkup, yakni lingkup mikro (individual) dan lingkup makro (sosial,adat istiadat) kebudayaand apat memunculkan minat-minat tertentu seperti tari-tarian, tari remo dari jawa timur, jaipong dari jawa barat, semua itu akan menarik orang untuk memperhatikan dan mempelajari kebudayaan jawa barat dan jawa timur. Begitu juga belajar, minat belajar siswa dapat timbul karena adanya kebiasaan belajar.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">d. Pengalaman</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Pengalaman merupakan permulaan dari kebudayaan seperti pengalaman seorang guru dapat menimbulkan/menumbuhkan minat guru untuk menekuni bidang-bidang keguruan, dengan adanya pengalaman tersebut minat seseorang bisa tergerak (bertambah), missal ada seseorang siswa, tahun lalu menduduki prestasi rendah, maka siswa tersebut berpikiran jangan sampai itu terulang kembali, sehingga ia lebih meningkatkan belajarnya dari tercapainya prestasi yang lebih baik dari yang kemarin (tahun lalu). </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">BIBLIOGRAFI </span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Ahmad, Abu. 1990. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta,</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Mustaqim. 1991. Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Purwanto. M. Ngalim, Mp. 2006. Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.</span>
<span style="color: rgb(255, 102, 102);">Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta,</span>NazZuNhttp://www.blogger.com/profile/14921822816497132584noreply@blogger.com0