Selasa, 19 April 2011
Ahlussunnah Wal-Jama'ah
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Pendahuluan
Kiranya sudah menjadi kodrat manusia bahwa masing-masing manusia selalu berbeda pendapat dan berbeda pula pemikirannya. Anehnya masing-masing pendapat tersebut selalu minta diakui sebagai pendapat atau faham yang paling benar. Demikian pula dengan keberadaan umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad, pendapat umat Islam di satu tempat berbeda dengan pendapat umat Islam di tempat lain.
Memang sewaktu Rasulullah masih hidup, jika ada pendapat yang berlainan bisa ditanyakan langsung kepada beliau. Sedang setelah Rasulullah wafat, orang cenderung mempertahankan pendapatnya sendiri.
Sudah tentu umat Islam tidak berbeda pendapat tentang adanya Tuhan Allah, Nabi Muhammadsebagai utusan Allah, juga Al-Qur’an adalah wahyu Allah. Tetapi yang mereka perdebatkan pendapatnya tentang masalah-masalah Furu’iyyah (cabang), bukan soal yang pokok dalam masalah agama. Padahal perbedaan pendapat dalam soal-soal yang kecil yang berlebihan sehingga sampai mengkafirkan golongan-golongan Islam adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh agama.
Umat Islam pecah menjadi 73 golongan
Perpecahan umat Islam menjadi beberapa golongan ini sudah nampak sewaktu hari dimana Rasulullah wafat, ini terbukti untuk menentukan tempat pemakaman Rasulullah saja sudah berbeda pendapat. Terlebih untuk menentukan siapa orang yang pantas menduduki sebagai pemimpin sebagai pengganti Rasulullah. Satu suku dengan suku yang lain saja saling adu pendapat, bahwa hanya dari golongan suku atau Qobilahnya sajalah yang berhak mengganti Rasulullah.
Sebenarnya tentang bakal terjadinya perpecahan di dalam tubuh umat Islam ini sudah diketahui oleh Rasulullah sejak masih hidupnya. Seperti yang pernah beliau sampaikan dalam hadisnya:
اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتِ النَّصَرَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيَنَ فِرْقَةً وَسَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ مِنْهَا نَاجِيَةٌ وَالْبَاقُوْنَ هَلْكَى قَالُوا : وَمَا النَّاجِيَةُ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ, قَالوُا : وَمَا اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ قَالَ: مَا اَناَ عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَاَصْحَابِي ( رواه الطبرانى)
Artinya :
Kaum Yahudi terpecah menjadi 71 firqoh (pecahan), kaum Nasrani menjadi 72 firqoh, sedangkan umatku akan terpecah menjadi 73 firqoh. Yang selamat diantara mereka satu, sedangkan sisanya binasa. Sahabat bertanya: “Siapakah yang selamat itu?” Nabi menjawab: “Ahlussunnah wal Jama’ah”, sahabat bertanya lagi: “Apakah Ahlussunnah wal Jama’ah itu?” nabi menjawab: “Apa yang aku perbuat hari ini dan para sahabatku”. (HR. Tabrani).
Metode Pemikiran Ahlussunnah Wal Jama’ah
1. Aqidah
Dalam bidang Aqidah, Golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah menganut ajaran Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi. Kedua tokoh ini sekaligus sebagai pencetus golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka menggunakan metode yang bersifat moderat, berpegang teguh pada nash dan menempatkan akal, ilmu dan filsafat serta logika sebagai sarana pembantu untuk memahami nash.
2. Fiqih
Ahlussunnah wal Jama’ah di bidang fiqih/syari’ah selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis, tetapi tidak memaksakan setiap orang secara langsung dan sendiri-sendiri memahami kedua dasar hokum tersebut, karena menggali hukum dari Al-Qur’an dan al-Hadits bukan hal yang mudah.
Dalam bidang Fiqih, golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah menganut ajaran salah satu dari 4 madzhab, yaitu:
a. Imam Hanafi : nama aslinya ialah Abu Hanifah An-Nu’man (80 H - 150H)
b. Imam Maliki : nama aslinya ialah Malik bin Anas (93 H – 179 H)
c. Imam Syafi’I : nama aslinya ialah Muhammad bin Idris (150 H – 204 H)
d. Imam Hambali : nama aslinya ialah Ahmad bin Hambal (104 H – 241 H)
3. Tasawwuf/Akhlaq
Di bidang akhlak, prinsip at-Tawasuth menjadi pedoman utama dalam menentukan nilai suatu sikap atau perbuatan. Akhlaq yang luhur selalu berada di ujung positif dan ujung negatif. Ahlussunnah wal Jama’ah menolak sikap attathawur (sembrono) dan aljubn (penakut), attakabbur (sombong) dan attadzallul (merasa hina), albukhl (kikir) dan al-israf (pemboros).
Tasawuf adalah ruhul ibadah. Memperkokoh mental keagamaan dengan wirid, dzikir, riyadlah dan mujahadah harus menurut kaifiyah yang tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Dalam bidang Tasawuf/Akhlaq, golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah menganut ajaran Abul Qosim Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali.
4. Sosial Kemasyarakatan
Dalam memahami masalah-masalah kemasyarakatan, Ahlussunnah wal Jama’ah mendasarkan pada empat prinsip utama, yaitu:
a. Attawassuth, artinya selalu berada di tengah-tengah, tidak ekstrim.
b. Attasamuh, artinya lapang dada, mempunyai toleransi yang tinggi dan menghargai sikap dan pendirian orang lain, tanpa mengorbankan pendirian sendiri. Ahlussunnah wal Jama’ah tidak mudah menyalahkan dan menghakimi orang lain apalagi mengkafirkan orang.
c. Tawazun, artinya mempertimbangkan dan memperhitungkan beberapa faktor sebelum memberikan keputusan.
d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar, artinya selalu mendorong untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan buruk.
Langganan:
Postingan (Atom)